Tampilkan postingan dengan label Kim Young-kwang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kim Young-kwang. Tampilkan semua postingan

REVIEW - MISSION: POSSIBLE

Walau berjudul mirip, jangan harap Mission: Possible tampil layaknya seri Mission: Impossible, dengan deretan set piece aksi bersakala besar yang membuat aktornya menantang maut. Bukan kekurangan, karena memang karya sutradara/penulis naskah Kim Hyung-joo ini tidak bertujuan ke sana. Banyolan absurd dalam aksi-komedi spionase, yang belakangan kembali semarak setelah mencapai puncak popularitas di pertengahan 2000an, merupakan identitas filmnya.

Pun dalam debutnya ini, Hyung-joo terlihat ingin mencurahkan "his inner fanboy" sebagai ReVeluv (fans girl group Red Velvet). Tengok saja penokohan si protagonis. Woo Soo-han (Kim Young-kwang di akting layar lebar pertamanya sejak On Your Wedding Day tiga tahun silam) adalah detektif swasta, yang lebih mengutamakan koleksinya ketimbang kasus. Sepanjang petualangannya nanti, Soo-han masih sempat berburu merch, memakai kaos bertuliskan "Red Velvet", sembari baku hantam melawan mafia yang rupanya sama-sama ReVeluv (dalam adegan yang cocok menggambarkan perkelahian antara solo stan).

Akibat salah paham (plus kecelakaan konyol yang mengobrak-abrik citra keren Kim Tae-hoon dalam drama Navillera), Yoo Da-hee (Lee Sun-bin), seorang agen rahasia asal Cina, mengira Soo-han merupakan partnernya. Alih-alih menyangkal, Soo-han justru meneruskan kesalahpahaman tersebut, karena tergoda uang berjumlah besar yang dijanjikan. Misi mereka adalah mengungkap penyelundupan senjata dari Cina. 

Alurnya memang sangat sederhana, biarpun penuturannya terasa rumit, akibat kurang rapinya naskah membagi informasi. Seiring waktu, kita belajar bahwa Soo-han juga menyimpan rahasia. Dia tidak sebodoh kelihatannya, dan bertingkah demikian guna menutupi peristiwa kelam di masa lalu. Elemen ini punya tujuan memperkuat motivasi sang tokoh utama sekaligus menambah bobot emosi, namun penghantarannya terlalu dangkal, sehingga terkesan tidak diperlukan (seperti diambil dari film-film straight-to-DVD milik Bruce Willis atau Steven Seagal, dengan kata "Kill" di judulnya). Soo-han tetap bisa diberikan "rahasia" (untuk menjustifikasi kemampuan bela dirinya) tanpa trauma. Motivasi membantu Da-hee pun tak memerlukan unsur "penebusan dosa" agar bisa terlihat meyakinkan. 

Untunglah humornya bekerja dengan cukup baik. Hyung-joo punya banyak ide konyol nan kreatif, yang eksekusinya sering berhasil memancing tawa (beberapa miss masih bisa ditemui) berkat elemen kejutan, saat timing dan keabsurdan bersatu, melahirkan situasi-situasi, yang semakin tak terduga, semakin lucu. 

Kedua pemeran utamanya pun berjasa mewujudkan visi sang sutradara. Lee Sun-bin merupakan perwujudan "pretty girl did silly things" yang selalu efektif mencuri hati penonton, sedangkan Kim Young-kwang mampu menghidupkan kejenakaan tanpa harus bersikap berlebihan (yang di banyak kasus, justru kerap melemahkan komedi dan menjadikan karakternya menyebalkan). Di paruh akhir, Young-kwang juga meyakinkan dalam menjalankan "peran baru", sewaktu melakoni berbagai aksi jarak dekat. Mission: Possible diisi baku tembak generik, namun begitu pistol digantikan oleh pisau atau benda lain yang kebetulan ada di sebelah karakternya, daya tarik aksinya langsung meningkat.

Sayang, mencapai pertengahan, filmnya seperti menahan diri. Entah Hyung-joo kehabisan ide, menyimpan amunisi, atau salah langkah dalam menyeimbangkan aksi dengan komedi. Lelucon-leluconnya cenderung lebih "jinak", sementara alur spionase formulaik yang sudah ribuan kali kita temui, mengambil alih spotlight. Keseruan baru kembali kala memasuki third act, salah satunya diwakili perseteruan singkat antara Soo-han dan Yoo-ri (Julien Kang), yang selain menghadirkan inside joke bagi penggemar K-pop, juga tampil bak versi konyol untuk dua adegan klasik di Raiders of the Lost Ark (1981) dan The Untouchables (1987). Mission: Possible butuh lebih banyak momen serupa.


Available on VIU

ON YOUR WEDDING DAY (2018)

Industri perfilman Korea Selatan makin melesat pesat. Film dengan substansi mendalam berjaya di festival tingkat dunia, sementara blockbuster-nya membesar, baik dari skala maupun kualitas. Tanpa sadar, semakin jarang pula kita mendapat romansa melodrama yang dahulu menata citra sinema Korea di mata dunia. Sehingga On Your Wedding Day yang kembali mempertemukan Park Bo-young dan Kim Young-kwang sejak Hot Young Bloods (2014) pun bagai penyegaran. Sebuah film yang mengedepankan pesona kedua pemeran utama serta pemahamannya soal hubungan percintaan.

Segalanya amat sederhana, dan bakal mudah menebak peristiwa-peristwa apa yang hendak menyusul. Tapi keberhasilan menciptakan pasangan yang lovable, juga kepiawaian Lee Seok-geun—yang baru menjalani debut penyutradaraan di sini—membungkus momentum, kesan formulaik bukan lagi masalah. Bagai tengah dimabuk asmara, enggan memusingkan hal-hal di depan, memilih terhanyut bersama aliran momen yang kelak membentuk kenangan.

Kita diperkenalkan pada Hwang Woo-yeon (Kim Young-kwang), siswa biang onar yang selalu berkelahi, dan selalu berujung menerima hukuman para guru. Suatu hari, di tengah “rutinitas” tersebut, dia bertemu siswi pindahan bernama Hwan Seung-hee (Park Bo-young). Seung-hee sendiri bukan gadis yang inferior di hadapan Woo-yeon. Walau cerdas, rajin, pula punya nilai baik, ia gemar membolos, secara kasual membicarakan hal-hal “jorok” bahwa menjadikannya bahan candaan hingga membuat wajah Woo-yeon si pembuat masalah sekolah merah padam.

Tapi itulah alasan Woo-yeon terpikat pada Seung-hee, dan saya terpikat pada kebersamaan mereka. Keduanya mengobrol, melakukan kenakalan, tertawa, bertengkar (in a cute way), dan terpenting, sadar atau tidak, saling memperbaiki satu sama lain. Woo-yeon terdorong untuk berhenti berkelahi bahkan belajar keras agar diterima di universitas ternama demi Seung-hee, sedangkan Seung-hee menyadari bahwa Woo-yeon selalu bersamanya kala ia menghadapi bermacam kesulitan. Elemen itu cukup menjadi pondasi bagi konflik berikutnya. Seperti telah diungkap tagline di poster, akan tiba saat Woo-yeon mesti mengejar cintanya selama 10 tahun. Ya, Woo-yeon dan Seung-hee terpisah, tapi berkat permainan misterius bernama “takdir”, mereka bertemu lagi, terpisah lagi, bertemu lagi, dan seterusnya. Tapi Woo-yeon tetap menanti.

Merangkum proses satu dekade, yang pastinya melibatkan banyak peristiwa, naskah buatan Lee Seok-geun menjatuhkan pilihan tepat pada hal mana yang perlu dan tidak perlu dimasukkan. Tidak ada yang terbuang percuma ketika tiap adegan berperan melengkapi proses dua tokoh utama, baik sebagai pasangan atau individu manusia, khususnya kala di usia dewasa, mereka mulai menyadari bahwa sebuah hubungan lebih dari sekedar kencan demi kencan. On Your Wedding Day tahu mengapa hubungan romansa terasa indah, menyakitkan, dan terpenting, layak diperjuangkan. Dan di satu titik, perjuangan itu bukan soal “mengejar cinta”, melainkan merelakannya, yang mana merupakan perjuangan terberat. Film ini memahami pentingnya memori, baik yang bersifat abstrak alias hanya ada dalam ingatan, atau konkret berbentuk tanda mata.

Hanya terdapat satu masalah di sini. Filmnya terlalu mencerminkan karakter-karakternya. Sehingga saat jiwa mereka tidak lagi membara, terjerumus menuju masa gelap (yang urung menjadi terlampau gelap), juga kehilangan tawa, energi milik On Your Wedding Day turut melemah. Untungnya duet Park Bo-young-Kim Young-kwang mempunyai cukup kekuatan untuk mengangkat filmnya. Di balik sosoknya sebagai biang onar, Young-kwang mampu meyakinkan saya bahwa kengototannya bukan ekspresi obsesi terhadap si wanita pujaan, melainkan ungkapan cinta tulus. Sedangkan Bo-young dengan kemampuan menangani tokoh dengan kepribadian kaya warna menjadikan Seung-hee sosok yang pantas diperjuangkan.

Penyutradaraan Seok-geun memancarkan sensitivitas kuat dalam merangkai adegan dramatis, entah bernuansa bahagia, romantis, atau sedih, menampilkannya secara indah, yang menguatkan deretan kalimat manis dari naskah ciptaannya. Ketika Woo-yeon berkata bahwa separuh populasi wanita di seluruh Korea tak berarti sebab mereka bukanlah Seung-hee, atau sewaktu konklusinya menyingsing, saya bagai diajak mengenang beberapa memori pribadi, mengiyakan, sambil mengangguk dengan senyum di bibir dan air mata yang mengalir, bahwa sejatinya cinta memang indah.