THE RAID (2012)
The Raid sudah sejak lama memancing antusiasme tidak hanya saya tapi pastinya semua penikmat film ataupun orang awam di negeri ini. Bagaimana tidak, lihat saja prestasinya di luar negeri yang mampu memenangkan "People's Choice Award" di "Midnight Madness" yang diadakan saat Toronto International Film Festival lalu. Kemudian lihat trailer-nya yang begitu keren dan dibalut scoring dari seorang Mike Shinoda. Kemudian film ini sudah resmi akan dibuat remake-nya oleh Hollywood. Karena itu saat film ini diputar perdana di Indonesia saat INAFF lalu penonton langsung membludak dimana sayangnya saya tidak bisa menonton saat itu karena faktor lokasi dan kesibukan.
Sampai akhirnya Jogja Asian Film Festival (JAFF) membawa film ini kemarin dan tentunya saya tidak melewatkan kesempatan itu dimana lagi-lagi film ini sukses membuat penonton membanjiri antrian dan tiket yang berjumlah hampir 400 itu ludes tidak sampai 20 menit. Tapi apakah hasilnya memang memuaskan? Untuk ceritanya saya rasa semua orang sudah tahu dan saya tidak perlu menyinggungnya panjang lebar lagi. Intinya adalah sebuah tim khusus yang dipimpin Jaka (Joe Taslim) mendapat tugas untuk menyerbu sebuah gedung yang menjadi sarang para penjahat kelas kakap di Jakarta. Gedung itu dipimpin oleh Tama (Ray Sahetapy) yang dikenal sebagai raja dunia hitam. Dalam misi itu ikut juga seorang rookie bernama Rama (Iko Uwais) yang juga mempunyai tujuan lain dalam penyerbuan itu. Awalnya penyerbuan berjalan lancar sampai kemudian kedatangan mereka diketahui dan akhirnya malah tim itu yang jadi sasaran pembantaian oleh para penjahat yang tinggal disana. Misi penyerbuan itu berubah jadi misi untuk kabur dan keluar dari gedung itu hidup-hidup.
The Raid adalah sebuah sajian penuh adegan aksi yang tidak pernah berhenti memacu adrenalin. Dari awal kita sudah akan disuguhi adegan tembak-menembak yang seru dan boleh dibilang cukup brutal. Ketegangan juga sudah dibangun sedari awal saat penyerbuan baru dimulai. Tapi ketegangan dan kegilaan yang sebenarnya baru muncul disaat tim khusus ini keberadaannya sudah diketahui oleh para penjahat didalam gedung tersebut. Lalu kegilaan mulai bertambah saat amunisi senajta telah habis dan pertarungan mulai dilakukan dengan tangan kosong ataupun kalau memakai senjata ya memakai barang yang ada saat itu semisal kursi, potongan besi sampai lampu neon sekalipun ikut jadi senjata yang mematikan. Ya, film ini tidak cuma menyuguhkan adegan aksi yang asal pukul atau asal cepat saja tapi juga brutal, sadis dan penuh darah.
Tentu saja dalam adegan aksinya tata koreografi yang disusun oleh duet Iko Uwais dan Yayan Ruhian sangat berperan besar. Jika biasanya dalam film action Hollywood kita akan "ditipu" dengan adegan aksi asal pukul yang diakali dengan pengambilan gambar yang sengaja dikaburkan atau mungkin di-zoom in, dalam film ini hal seperti itu tidak ditemukan. Dengan gagahnya segala adegan aksi yang mayoritas menggunakan teknik bela diri silat yang laur biasa itu disuguhkan dengan sangat jelas sehingga pertarungan yang tampil di layar bisa disaksikan secara full. Memang tata koreografi indah yang dipadukan dengan kebrutalan dalam film ini sangat menghipnotis. Saya bahkan sampai tidak bisa berekspresi lainnya selain menunjukkan senyum lebar tanda senang dan kagum sambil sesekali diselingi kata-kata umpatan yang sangat mustahil bisa ditahan oleh penonton manapun.
Tidak hanya kreatif dalam memunculkan berbagai teknik membunuh yang tidak terduga (banyak killing scene yang begitu mengejutkan dan berulang kali membuat seisi studio bergemuruh dan bertepuk tangan) film ini juga berulang kali memancing tawa dengan celetukan-celetukan konyol khususnya dari tokoh Mad Dog yang diperankan Yayan Ruhian atau Tama yang diperankan Ray Sahetapy. Keduanya memang pantas menjadi tokoh antagonis dalam film ini. Yayan yang bertarung dengan brutal dan gila dan Ray yang begitu dingin dan kejam. Untuk Ray Sahetapy dirinyalah yang berakting paling bagus dalam film ini. Sedangkan untuk yang lain masih biasa saja. Bahkan artikulasi mereka masih terasa sering sekali tidak jelas khususnya untuk Joe Taslim. Iko Uwais juga tidak luput dari kesalahan yang sama tapi dia masih termaafkan karena berulang kali aksi heroik-nya sanggup memancing tepuk tangan penonton dengan kehebatannya dalam membabat lawan. Saya cukup suka dengan tokoh Rama yang dia perankan, terasa superior tapi tidak berlebihan. Dia memang sanggup membabat lawan-lawannya tapi tidak terlihat berjalan dengan mudah.
Bicara soal tensi lagi, Gareth Evans tidak melulu mengajak penontonnya menahan napas. Sesekali tensi diturunkan disaat porsi drama masuk supaya menonton bisa sejenak ambil napas. Hebatnya disaat tensi sudah menurun seperti itu, tidak sulit bagi film ini untuk kembali meningkatkan ketegangan meskipun caranya masih tetap memakai adegan perkelahian. Kunci keberhasilannya tentu saja sekali lagi perpaduan koreografi indah dan kekerasan luar biasa burtal yang disajikan. Tapi untuk memperoleh kesempurnaan dalam segi action tentu saja harus ada yang dikorbankan. Dalam The Raid sisi cerita adalah aspek yang dikorbankan dan terasa sekali banyak lubang dalam ceritanya, seperti beberapa latar belakang yang tidak jelas dan lain-lain. Memang harus diakui selain pada akting beberapa pemainnya, The Raid punya kelemahan dalam hal cerita. Tapi sekali lagi film ini memang tidak bertujuan untuk mengandalkan cerita. Layaknya film slasher atau gore yang mengandalkan kesadisan, film ini mengandalkan adegan aksi brutalnya. Tentu saja kita sudah tahu dari trailernya bahwa film ini memang akan menonjolkan aksi dibanding cerita, jadi tinggalkan cara pandang cerdas sebelum menonton.
Sangat layak disebut sebagai film action terbaik dalam beberapa tahun terakhir karena tidak hanya seru, tegang tapi juga tidak lupa menyuguhkan kebrutalan yang tidak tanggung-tanggung. Semoga saja saat dirilis tahun depan tidak banyak yang disensor karena sangat disayangkan sekali kalau terlalu banyak adegan brutal yang dikurangi walaupun Gareth Evans sendiri dalam sesi tanya jawab kemarin sepertinya juga terlihat ragu film ini hanya mengalami sedikit pemotongan. Oya, menurut pernyataan Gareth juga film ini akan rilis Maret 2012 jadi jangan lewatkan! Dan mari kita tunggu proyek Berandal yang ditargetkan naskahnya selesai bukan depan. Pesan saya sekali lagi jangan mengharapkan balutan drama cerdas atau cerita super berbobot dalam film ini karena itu semua tidak terlalu diperhatikan tapi sajian action dalam film inilah yang jadi sajian utama dan itu sangat hebat!
NB: Terima kasih untuk JAFF yang sudah memberikan kesempatan yang luar biasa ini. Saya sendiri merasa beruntung tidak hanya bisa menonton dengan harga murah dan tanpa sensor tapi juga bisa mengikut sesi tanya jawab dengan Gareth Evans, Iko Uwais dan Yayan Ruhian. Bahkan sukses mendapat poster film dan DVD premium Merantau yang semuanya lengkap ditanda tangani oleh mereka dan tentunya sesi foto bareng yang untungnya tidak terlewatkan. Serbuan yang benar-benar maut!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar