FRANKENSTEIN (1931)

2 komentar
Saya yakin semua orang pernah mendengar nama Frankenstein, dan saya yakin mayoritas orang akan mengira bahwa Frankenstein adalah sosok monster berbadan besar, berkepala kotak dan punya besi di leher. Tapi sebenarnya sosok yang bernama Frankenstein adalah sang pencipta dari makhluk tersebut yang bernama Victor Frankenstein dalam novelnya atau menjadi Henry Frankenstein dalam versi filmnya. Tapi munculnya banyak sekuel dari film ini yang tetap memajang nama Frankenstein dalam judulnya meski hanya menampilkan sang monster membuat monster itu sering disebut sebagai Frankenstein. Pada masanya, monster Frankenstein sendiri menjadi ikon dari film horror monster bersama Dracula yang identik dengan Bella Lugosi. Bahkan awalnya peran sebagai monster dalam film ini juga diberikan pada Bella Lugosi, tapi akibat beberapa konflik termasuk Bella yang tidak menyukai karakterisasi Frankenstein yang menurutnya hanyalah monster yang "kosong" tidak seperti Dracula. Akhirnya peran ini diberikan pada Boris Karloff. Hal ini nantinya akan disebut publik sebagai keputusan terburuk dalam karir Lugosi. Ironisnya 12 tahun kemudian saat karirnya mulai meredup Lugosi akhirnya bermain juga sebagai sang monster dalam film Frankenstein Meets the Wolf Man. Namun apapun itu tetap saja sosok monster ciptaan Frankenstein dan Dracula sekaligus Boris Karloff dan Bella Lugosi adalah ikon horror monster pada saat itu, pada saat dimana film bersuara pertama kali dibuat.

Kisah dalam film ini diadaptasi dari novel berjudul Frankenstein; or, The Modern Prometheus karangan Mary Shelley yang terbit tahun 1818. Seperti yang sudah kita ketahui kisahnya adalah tentang seorang ilmuwan bernama Henry Frankenstein (Colin Clive) yang sangat terobsesi untuk menciptakan sebuah kehidupan. Ya, Henry Frankenstein memang begitu terobsesi untuk bermain sebagai Tuhan dan menciptakan sebuah makhluk hidup. Untuk mewujudkan impiannya, Henry melakukan berbagai eksperimen dan akhirnya menggunakan tubuh yang ia ambil dari pemakaman dan otak yang dicuri oleh asistennya, Fritz (Dwight Frye) dari laboratorium milik Dr. Waldman (Edward Van Sloan) yang juga merupakan mantan dosen Henry. Tapi ternyata otak yang diambil Fritz bukanlah otak manusia normal melainkan otak dari seorang pembunuh. Pada akhirnya impian Frankenstein menciptakan sebuah kehidupan memang terwujud, tapi ternyata ciptaannya tersebut lebih mirip seperti monster yang ganas daripada manusia normal. Kini Frankenstein justru harus menghadapi makhluk ciptaannya sendiri. Bahkan hingga 81 tahun setelah filmnya rilis,sosok monster yang diperankan Boris Karloff masih terasa mengerikan. Dengan make-up dari Jack Pierce ditambah penampilan Boris Karloff yang amat baik, sosok sang monster mampu tergambar dengan begitu baik disini baik dari tampilan visual ataupun berbagai gerak dan perbuatannya.
Bicara soal sang monster tentu saja ada alasannya kenapa versi Boris Karloff dalam film ini jauh lebih ikonik dan disukai daripada versi lainnya bahkan lebih dari versi yang diperankan Bella Lugosi kemudian. Versi Karloff memang bukan versi yang pertama karena di tahun 1910 pernah ada adaptasi Frankenstein dalam media film bisu, tapi versi Karloff adalah yang pertama untuk era perfilman modern (baca: film suara). Tapi bukan hanya itu saja yang membuat sosoknya ikonik, tapi berkat interpretasi Boris Karloff terhadap karakter yang ia perankan itulah yang membuatnya ikonik. Tanpa berbicara sepatah katapun, monster dalam film ini bagaikan sebuah zombie super. Bergerak dengan gestur layaknya zombie tapi dengan jelas kita bisa melihat bahwa kekuatannya diatas puluhan zombie yang digabung sekalipun. Sosok mengerikan ditambah gerak-gerik dan perbuatan yang juga mengerikan itulah yang membuat monster ini terlihat menyeramkan. Film ini juga punya beberapa momen horror yang tentunya melibatkan sang monster, tapi ada satu momen yang bagi saya terasa amat mengejutkan dan tidak menyangka akan melihat adegan tersebut dalam horror tahun 1931. Adegan yang saya maksud adalah disaat sang monster melemparkan Maria si bocah cilik kedalam danau.
Tidak heran adegan tersebut sempat disensor selama puluhan tahun dari filmnya. Tidak usah bicara zaman dulu, sekarangpun jika dalam sebuah film ada adegan kekerasan pada anak kecil atau adegan membunuh anak kecil pasti akan menuai kontroversi, bayangkan jika itu dilakukan 80 tahun yang lalu. Tapi sesungguhnya adegan tersebut adalah salah satu yang terbaik dalam film ini. Dibuka dengan kemunculan sang monster yang kemudian bermain-main dengan bunga bersama Maria, kita diperlihatkan bahwa monster itu sebenarnya mempunyai perasaan. Sebuah adegan yang indah melihat monster yang dari awal terlihat kejam dan liar terlihat begitu bahagia bermain bersama seorang gadis cilik dengan bunganya, melemparkan bunga itu ke danau dan melihatnya terapung. Tapi secara mengejutkan adegan bahagia tersebut langsung berubah menjadi sadis dan tragis saat si monster ingin membuat benda lain mengambang di danau tersebut. Yang membuat adegan ini luar biasa adalah bagaimana perasaan penonton bisa dipermainkan dengan menampilkan salahs atu adegan paling hangat dan indah dalam film lalu secara tiba-tiba berubah menjadi adegan paling tragis dan sadis. Sebuah alur yang mengingatkan saya pada adegan lift dalam film Drive.

 Tidak hanya mengenai horror, Frankenstein juga memperlihatkan kisah tentang seseorang yang mencoba "bermain Tuhan" dan berusaha menciptakan kehidupan. Disaat batas antara jenius dan gila makin tipis, seseorang memang mampu melakukan berbagai hal gila yang sebenarnya juga terasa luar biasa. Begitu juga dengan Henry Frankenstein yang begitu terobsesi memiliki kekuatan menciptakan kehidupan. Berkaitan dengan hal ini juga ada sebuah quote yang sangat terkenal dalam film ini yang diucapkan oleh Henry saat ciptaannya itu berhasil hidup, yaitu "It's alive! It's alive! In the name of God! Now I know what it feels like to be God" Kalimat tersebut khususnya yang mengatakan ia tahu rasanya menjadi Tuhan sempat juga dikenai sensor dan baru dimunculkan kembali pada tahun 1999. Walaupun hanya berdurasi sekitar 70 menit dan sudah berumur diatas 80 tahuh, Frankenstein masih menjadi horror yang efektif menebar kengerian khususnya dari sosok monster yang diperankan Boris Karloff. Tidak lupa film ini menajdi gambaran sempurna bahkan sudah sangat lekat untuk menceritakan kisah seorang manusia yang dibuaikan oleh kejeniusannya hingga tanpa sadar berubah menjadi kegilaan untuk menandingi kekuatan Tuhan.


2 komentar :

Comment Page:
hilmansky mengatakan...

film tertua yang udah agan tonton kah?

Rasyidharry mengatakan...

Tertua yang pernah ditonton kayaknya A Trip to the Moon (1902), tapi itungannya short. Kalau film panjang Metropolis (1927).