ONLY GOD FORGIVES (2013)
Dua tahun yang lalu duet Nicolas Winding Refn dan Ryan Gosling berhasil meraih sukses besar di Cannes Film Festival yang mendapat standing ovation sekaligus memberikan gelar Best Director pada Refn. Kolaborasi keduanya berlanjut di tahun ini melalui Only God Forgives yang menarik perhatian banyak orang termasuk saya. Setelah kesuksesan Drive kira-kira film hebat apalagi yang akan dihasilkan keduanya? Namun pada pemutarannya di Cannes, film ini memecah penonton menjadi dua kubu dimana banyak yang mencemooh namun ada juga penonton yang memberikan standing ovation pada film ini. Opini kritikus pun cukup terpecah meski lebih banyak yang menilai negatif film ini. Mayoritas orang mengkritisi plot serta karakterisasinya yang dianggap kosong meskipun filmnya memiliki sinematografi yang menawan. Namun saya tetap merasa tertarik pada film ini karena dua alasan, pertama Nicolas Winding Refn, kedua Ryan Gosling. Saya memang begitu menyukai Drive, namun diluar film tersebut karya-karya sang sutradara seperti Bronson dan Valhalla Rising selalu memberikan pengalaman menonton film yang unik. Sedangkan Ryan Gosling bisa dibilang saat ini merupakan salah satu properti "terpanas" Hollywood yang kapasitas aktingnya selalu memuaskan.
Julian (Ryan Gosling) adalah seorang ekspatriat yang karena alasan tertentu meninggalkan Amerika dan tinggal di Thailand bersama kakaknya, Billy (Tom Burke). Disana Julian merupakan seorang pemilik boxing club yang sebenarnya merupakan tempat penyelundupan narkoba besar-besaran. Suatu malam ia mendapat kabar bahwa Billy telah tewas dibunuh. Mencoba membalaskan kematian kakaknya, Julian akhirnya mengetahui bahwa Billy dibunuh karena ia memeprkosa seorang wanita berusia 16 tahun sebelum membunuh wanita tersebut secara brutal. Ayah wanita tersebut, Choi Yan Lee (Kovit Wattanakul) lah yang memukuli Billy hingga tewas. Saat Julian datang untuk menuntut balas, Choi Yan Lee bercerita bahwa ia membunuh Billy atas paksaan seorang polisi bernama Chang (Vithaya Pansringarm) yang dia deskripsikan sebagai Angel of Vengeance. Mendengar cerita itu Julian melepaskan sang pembunuh kakaknya. Di satu sisi, Crystal (Kristin Scott Thomas) yang merupakan ibu Billy dan Julian tiba di Bangkok dan memutuskan memburu pembunuh Billy setelah Julian menolak melakukannya.
Only God Forgives berjalan dengan tempo yang begitu lambat dan suasana yang sangat sepi. Karakternya jarang berdialog dan mengeluarkan emosi yang meletup-letup. Aliran emosinya datar dan hal tersebut dibalut dengan banyaknya adegan yang dibalut slow-motion walaupun gerakan para aktornya sudah dibuat selambat mungkin. Gambarnya lebih banyak diam dan menyorot suatu titik atau seseorang selama beberapa saat tanpa ada perubahan posisi ataupun gerak dari objek yang dijadikan fokus. Ini merupakan sebuah tontonan yang tidak jauh beda dengan Valhalla Rising ataupun Drive. Namun yang membuat Only God Forgives berbeda dan merupakan faktor yang sering dijadikan sasaran kritik adalah begitu aneh dan asingnya semua hal yang ditampilkan disini. Dimulai dari karakter, sulit untuk saya mengatakan bahwa Julian ataupun Chang adalah seorang manusia dilihat dari perbuatan hingga emosi yang terpancar dari mereka. Saya bukan mengarah pada datarnya muka Julian ataupun sadisnya perbuatan Chang dalam menegakkan hukum, melainkan pada rasa yang terpancar dari keduanya. Sangat wajar jika banyak yang menyebut karakter dalam film ini terasa dangkal.
Hal kedua yang membuat film ini terasa "asing" adalah bagaimana lokasi-lokasi yang ada dikemas. Sebenarnya Only God Forgives hanya bertempat di lokasi-lokasi biasa di Thailand mulai dari boxing club, kamar apartemen, restoran dan jalanan-jalanan Thailand. Tapi pengemasan Nicolas Winding Refn yang menggunakan lampu berwarna-warni membuat Only God Forgives terasa bagaikan sebuah perjalanan di dunia mistis yang surreal. Saya sendiri begitu menyukai bagaimana sinematografi dalam film ini. Warna-warna yang dipakai bukanlah sekedar gaya belaka tapi terasa substansial. Bagaimana warna seperti merah, biru hingga kuning berpadu menggambarkan situasi yang penuh amarah, kematian, kesedihan hingga aura seksual yang kental. Lewat warna-warna inilah saya terbantu untuk merasakan emosi yang ada disaat karakter yang ada tidak nampak memunculkan emsoi tersebut dari luar. Tapi bicara karakter yang sering dikritisi dangkal, saya justru merasa ekspresi datar yang mereka tampilkan adalah perwujudan yang sempurna dari masing-masing karakter khususnya Chang. Siapakah Chang? Jika ia disebut sebagai angel of vengance maka sosoknya sudah benar-benar menggambarkan hal itu. Mungkin karakter Chang merupakan salah satu karakter paling menakutkan dalam film yang pernah saya tonton. Tanpa ekspresi ia memberikan penghakiman pada orang yang menurutnya bersalah, dan dengan dingin ia akan menebaskan pedangnya untuk menghabisi mereka, membalas secara setimpal kesalahan yang telah mereka perbuat.
Ada anggapan Only God Forgives adalah usaha seorang Nicolas Winding Refn menyamarkan film eksploitasi yang hanya menjanjikan adegan-adegan sadis dan sentuhan seksual kedalam sebuah bentuk arthouse cinema. Sedangkan alur ceritanya dianggap kosong dan tidak memiliki tujuan yang berarti. Memang benar film ini punya kadar kekerasan yang cukup tinggi dan dikemas secara vulgar. Ada adegan seperti memotong tangan, menebas tubuh, menusuk mata dan lain-lain. Tidak salah memasukkan film ini ke ranah eksploitasi, tapi menilai ceritanya dangkal saya sendiri kurang setuju. Dibalik tingkat kekerasannya, Only God Forgives sebenarnya punya sebuah kisah yang menarik mengenai hubungan antara manusia (pendosa) dengan Tuhan yang senantiasa memberikan hukuman bagi mereka. Julain sendiri merupakan seseorang yang tengah lari dari dosa yang ia perbuat dan ia pun "terpana" mendengar ada sosok angel of vengeance. Apa yang ia lakukan? Ia berusaha merenung dan akhirnya memutuskan untuk melawannya. Seolah merupakan sebuah kisah tentang manusia yang berusaha "melawan" Tuhan hanya untuk menyadari bahwa pada akhirnya Tuhan lah yang memberi putusan mengenai kesalahan seseorang.
Only God Forgives senantiasa berhasil menghipnotis saya dengan rangkaian kisahnya yang cukup sureal dibalut dengan warna-warni cerah bersama karakternya yang justru tidaklah berwarna-warni. Setiap adegan demi adegannya mampu membuat saya terpana menantikan keindahan sekaligus kegilaan apa lagi yang akan diberikan oleh Winding Refn pada saya. Pada akhirnya Only God Forgives memang akan menjadi film yang benar-benar memecah belah penontonnya. Akan ada penonton yang mencela karakter, cerita serta tingkat kekerasannya, namun ada pula yang akan memuji serta terhipnotis oleh itu semua. Saya sendiri termasuk golongan yang kedua. Bagi saya Only God Forgives adalah kisah tentang Tuhan dan manusia yang berdosa, tapi secara tersirat film ini menceritakan hal-hal lain seperti rasa bersalah yang menghantui, penebusan dosa, bahkan disfungsi seksual dan incest sekalipun turut tergambar diantara kilatan lampu neon penuh warna tersebut.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar