ELYSIUM (2013)
Melalui District 9, sutradara sekaligus penulis naskah Neill Blomkamp berhasil membuat debut yang sensasional. Tidak hanya berhasil meraup pendapatan diatas $200 juta, film tersebut juga mempunyai kualitas yang luar biasa serta mendapatkan nominasi Best Picture di ajang Oscar. Selang empat tahun setelah kesuksesan tersebut, Blomkamp kembali lagi dengan sebuah sajian sci-fi yang lagi-lagi menyinggung isu mengenai perbedaan kasta sosial dan apartheid yang terjadi di negeri kelahirannya, Afrika Selatan. Dalam Elysium, Blomkamp kembali berkolaborasi dengan Sharlto Copley yang namanya turut dikenal semenjak membintangi District 9. Namun nama besar yang ada tidak hanya Copley karena sebagai aktor utama ada Matt Damon. Kemudian ada juga Jodie Foster, Alice Braga serta Diego Luna yang turut meramaikan jajaran cast film ini. Dengan bujet yang hampir mencapai empat kali lipat dari bujet District 9 bisa dipastikan Elysium akan terasa lebih fantastis dari aspek visual milik District 9 yang sudah fantastis tersebut. Namun apakah film ini bisa menandingi pencapaian kualitas yang dicapai debut luar biasa itu?
Pada tahun 2154 umat manusia telah terpecah menjadi dua jenis. Yang pertama adalah mereka para orang-orang kaya berdompet tebal yang tinggal di sebuah stasiun luar angkasa bernama Elysium. Disana mereka bisa hidup penuh kemewahan, mendapat jaminan keamanan, serta bisa hidup dalam umur panjang berkat bantuan kesehatan canggih yang selalu mereka dapatkan. Sedangkan yang kedua adalah mereka orang-orang miskin yang harus tinggal di Bumi yang kini sudah penuh sesak, gersang dan tidak berdaya menghadapi serangan berbagai macam penyakit. Max Da Costa (Matt Damon) adalah mantan pencuri mobil yang kini bekerja di Armadyne Corporation, sebuah perusahaan yang bertanggung jawab membuat segala hal yang berkaitan dengan Elysium. Suatu hari akibat kecelakaan yang terjadi pada saat bekerja, Max mengalami radiasi yang membuat hidupnya tinggal tersisa lima hari lagi. Satu-satunya harapan bagi Max untuk tetap hidup adalah terbang ke Elysium untuk mendapatkan pengobatan disana. Melalui sebuah perjalanan penuh bahaya khususnya yang datang dari agen pemerintah bernama Kruger (Sharlto Copley), rupanya perjalana Max tidak hanya bisa menyelamatkan nyawanya tapi juga semua umat manusia di Bumi.
Rasa-rasanya tidak adil jika saya begitu saja membandingkan Elysium dengan District 9 hanya karena ini adalah film yang dirilis Blomkamp pasca debutnya tersebut. Tapi masalahnya terlalu banyak aspek yang terasa familiar antara kedua film ini sehingga sangat sulit untuk menghindari adanya perbandingan meskipun itu hanya sedikit. Dari segi tema, kedua film ini mengangkat tema yang sama, yakni tentang perbedaan kasta sosial. Bedanya District 9 mengangkat hubungan alien dan manusia sedangkan Elysium adalah antara manusia kaya dan miskin yang membuat kisahnya lebih terasa down to earth meskipun dirangkum dengan suasana sci-fi dan aspek outer space. Berikutnya adalah pemilihan setting yang terasa begitu familiar meskipun Elysium bukan diambil di Afrika Selatan melainkan di Mexico City. Dengan kemiripan pada kedua hal tersebut bayang-bayang District 9 begitu sulit terlepas dari kepala saya, dan nampaknya Neill Blomkamp memang sengaja tidak ingin menghindari persamaan tersebut, entah karena dia ingin hal tersebut menjadi ciri khas karyanya atau karena ia begitu yakin bahwa Elysium tidak kalah superior dengan District 9. Jika jawabannya adalah yang kedua, maka ia salah.
Elysium sama sekali tidak menawarkan sebuah hal yang out of the box dalam kisahnya. Saya teringat bagaimana saya begitu terpesona melihat para alien justru menjadi pihak yang ditindas oleh manusia di District 9, sedangkan kisah tentang si kaya dan si miskin dalam film ini jelas bukan sebuah hal yang baru meskipun membuat filmnya lebih terasa membumi. Saya pun setuju pada pernyataan Blomkamp bahwa film ini bukanlah tentang masa depan melainkan gambaran masa kini walaupun punya setting waktu tahun 2154. Ditengok dari segi naskahnya, Elysium memang bukan merupakan sebuah terobosan yang baru dan terkesan bermain aman untuk menyajikan sebuah tontonan musim panas yang menghibur namun lebih berotak. Jika disandingkan dengan mayoritas film summer blockbuster Elysium memang punya kandungan cerita yang lebih mendalam dan berbobot, namun belum cukup untuk dikatakan sebagai film dengan visi yang luar biasa. Kisahnya memang banyak dipenuhi drama yang menyentil perbedaan kasta sosial namun secara keseluruhan saya tidak merasakan kedalaman yang mampu membuat kisahnya menarik. Bahkan karakter utamanya pun tidak mampu menarik simpati saya meski melakukan pengorbanan yang besar. Alhasil filmnya lebih banyak berjalan datar.
Sosok Max sebenarnya punya potensi untuk membuat penonton begitu simpati pada dirinya. Dia berusaha keras bekerja hanya untuk mengetahui fakta bahwa kecelakaan yang ia alami membuatnya tinggal punya sisa hidup lima hari. Dia juga berusaha keras untuk mendapatkan kembali cinta dari Frey (Alice Braga) yang telah meninggalkannya. Pada akhirnya ia harus menantang bahaya dengan terbang ke Elysium untuk menyelamatkan dirinya, Frey bahkan semua umat manusia. Seharusnya ia adalah seorang karakter heroik yang sanggup membuat penonton bersorak mendukungnya, namun saya sendiri tidak merasakan hal tersebut, bahkan tidak terlalu peduli pada sosoknya. Pada akhirnya selipan kisah mengenai "apa yang bisa kamu perbuat dalam sisa waktu hidupmu yang sedikit?" tidak terlalu mengenai bagi saya. Bahkan sosok Max tertutup oleh Kruger yang dimainkan dengan begitu cemerlan oleh Sharlto Copley. Sebagai seorang villain, Kruger punya segalanya untuk menjadi memorable, mulai dari tindakan kejam yang tidak kenal ampun hingga begitu sulitnya karakter ini untuk dikalahkan bahkan disaat wajahnya sudah hancur oleh ledakan granat sekalipun.
Untungnya Elysium tidak sampai menjadi tontonan yang buruk dan membosankan. Disamping cerita yang sesungguhnya punya banyak potensi menarik, film ini masih menghadirkan berbagai action sequence seru yang dibalut dengan efek CGI megah yang begitu nyata menghiasi sepanjang film ini. Hal tersebut juga tidak bisa dilepaskan dari visi Neill Blomkamp dalam menghadirkan segala aspek sci-fi canggih yang tidak pernah terasa berlebihan dan masih menyisakan ruang bagi kata "realistis". Namun satu hal yang begitu menyenangkan dan sudah cukup lama tidak saya temui saat menonton film non-horor di bioskop adalah tingkat kekerasan yang cukup tinggi di film ini. Potongan tubuh manusia yang meledak, darah bercipratan, wajah yang hancur lebur, hingga adegan operasi yang cukup membuat ngilu merupakan hiburan tersendiri dalam Elysium. Mungkin Elysium tidak bisa menandingi apa yang dimiliki District 9, tapi setidaknya ini masih merupakan hiburan yang cukup menyenangkan dan menggambarkan pula bagaimana kita para manusia yang tidak pernah merasakan kepuasan terhadap apa yang telah kita dapat dan terus menuntut serta berusaha mendapatkan yang lebih dari itu.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar