INTERSTELLAR (2014)
Melihat angkasa raya yang luas itu tentu saja banyak pertanyaan yang hadir dalam benak kita. Apakah ada makhluk lain diatas sana? Apa ada tempat selain Bumi yang bisa ditinggali oleh manusia? Mungkinkah teori tentang wormhole benar adanya? Serta masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain tentang misteri luar angkasa yang mungkin tidak akan pernah bisa ditemukan jawabannya. Dalam film sendiri, salah satu film terbaik yang menampilkan eksplorasi luar angkasa adalah 2001: A Space Odyssey milik Stanley Kubrick yang dirilis 46 tahun lalu dan sampai sekarang masih dianggap sebagai yang nomor satu baik dari segi cerita maupun aspek teknisnya. Tahun lalu pun kita mendapatkan Gravity-nya Alfonso Cuaron yang menghadirkan sisi visual luar biasa dan akurasi sains yang juga lumayan akurat. Jadi wajar saja jika salah satu sutradara terbesar saat ini, Christopher Nolan mengangkat sebuah eksplorasi luar angkasa dalam filmnya antisipasi berada di tingkat paling tinggi. Bagaimana tidak, karena dibalik berbagai kritikan tentang filmnya (yang bagi saya tidak lebih dari sekedar upaya meniadakan sosok sempurna di dunia film) Nolan tetaplah seorang jenius yang sanggup melakukan hal langka, yakni menggabungkan kualitas tinggi dan aspek hiburan.
Interstellar mengambil waktu pada masa depan dimana kondisi Bumi tengah kritis. Sumber daya alam menipis, banyak hasil panen gagal dan menyebabkan rakyat kelaparan. Saat itu hanya jagung yang menjadi harapan utama manusia untuk bisa menyambung hidup, tapi hal itu juga diprediksi tidak akan lama. Berbagai sebab termasuk sering munculnya badai debu semakin membuat Bumi menjadi tempat yang tidak lagi subur. Hal itu pula yang menyebabkan berbagai aspek sains termasuk perjalanan luar angkasa tidak lagi dianggap penting. Semua harus dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Karena itulah, Cooper (Matthew McConaughey) yang merupakan mantan pilot uji coba NASA kini beralih profesi menjadi petani jagung. Pada suatu hari puteri Cooper yang baru berusia 10 tahun, Murphy (Mackenzie Foy) mengatakan ada hantu di kamarnya yang sering menjatuhkan barang-barang. Setelah diselidiki, hantu itu ternyata adalah "makhluk asing" yang coba berkomunikasi dengan Cooper untuk menunjukkan letak suatu lokasi. Lokasi itu sendiri ternyata adalah markas rahasia NASA yang saat ini tengah melakukan uji coba untuk memindahkan umat manusia ke planet baru yang layak huni.
Jujur saja ekspektasi saya kepada film ini tidak lagi setinggi beberapa bulan lalu. Saat itu saya berekspektasi akan melihat sebuah masterpiece genre sci-fi dari Nolan dan Interstellar akan dengan mudah menjadi film terbaik tahun ini, sama seperti yang dilakukan Gravity tahun lalu. Tapi kemudian melihat respon kritikus yang tidak luar biasa (sebagai contoh di Rotten Tomatoes film ini menjadi film Nolan yang punya nilai paling rendah dengan 74%) ekspektasi perlahan saya turunkan meski saya tetap berharap mendapat tontonan memikat. Pada akhirnya hal itu berhasil membuat saya lebih dari sekedar menikmati atau terhibur oleh film ini. Dari segi cerita jelas Interstellar merupakan film Nolan paling ambisius yang bahkan mengungguli Inception ditengok dari seberapa besar ambisinya. Ada berbagai teori dan konsep yang tersaji dalam naskah tulisan Christopher dan Jonathan Nolan ini. Mulai dari teori gravitasi dan relativitas, lubang cacing (wormhole), ilmu tata surya, bahkan time travel semuanya ada disini. Singkatnya, Interstellar adalah eksplorasi tentang konsep ruang dan waktu serta bagaiana pengaplikasiannya di ilmu fisika tentang luar angkasa. Film ini memang bukan sekedar dramatisasi sains belaka, karena Nolan coba membuat filmnya sedekat mungkin dengan kenyataan seperti yang terpapar dalam sains.
Untuk itulah dalam penggarapannya dilibatkanlah Kip Thorne, seorang ahli fisika sebagai konsultan supaya semua aspek dalam film ini bisa dibuat sedekat mungkin dengan kenyataan. Saat saya mengatakan semua aspek, maksud saya memang semuanya, mulai dari aplikasi teori dalam naskah yang berpengaruh pada plot dan dialog sampai visualisasi berbagai hal termasuk blackhole. Hal itu akhirnya menjadi pisau bermata dua bagi film ini. Pada satu sisi hal itu membuatnya semakin realistis, tapi disisi lain khususnya berkaitan dengan pengemasan dialog film ini jadi terasa terlalu rumit untuk diikuti. Padahal sesungguhnya jika ditelaah lagi Interstellar tidaklah mengandung plot ataupun aplikasi teori yang terlalu membingungkan. Memang ada berbagai momen yang membutuhkan pemikiran lebih khususnya di bagian twist menjelang akhir, tapi diluar itu ceritanya tidaklah terlalu rumit. Hanya saja dialognya yang berkesan scientific dan sering menggunakan berbagai istilah serta teori asing menutupi fakta-fakta penting yang berguna bagi penonton untuk mengolah jalan ceritanya. Sering mengganggu, tapi bagi saya bukan kesalahan fatal. Bukankah selama ini kita merengek meminta sebuah sci-fi yang tidak hanya fiksi belaka? Natural saja bagi saya saat para astronot diluar angkas dengan kondisi yang berat lebih banyak bicara teknis daripada perbincangan ringan lainnya.
Tidak usah tanyakan aspek visualnya yang begitu menggetarkan, jadi mari membahas aspek dramanya. Banyak para haters yang menyatakan film Nolan tidak luar biasa karena kurang memiliki hati. Sebuah pendapat yang tidak sepenuhnya keliru meski bagi saya itu sama saja menyebut "Takashi Miike kurang waras" atau "David Lynch terlalu sulit dicerna". Bagi saya Interstellar menjadi bukti bahwa Nolan sebenarnya sanggup menghadirkan sebuah drama menyentuh khususnya yang berhubungan dengan kisah ayah-anak dan kaitannya dengan "rintangan ruang dan waktu" yang mereka hadapi. Hubungan Cooper dan Murphy cukup menyentuh meski saya tahu bahwa itu bukan hanya keberhasilan Nolan tapi juga akting luar biasa Matthew McConaughey dan Mackenzie Foy yang dalam tiap scene mampu menghadirkan momen emsoional maksimal. Tapi itu tidak menutupi fakta bahwa Interstellar meruapakan film Nolan yang paling punya hati. Mungkin tidak luar biasa, tapi lagi-lagi itu saja mengharapkan Tarantino membuat film yang tidak banyak menghamburkan darah. Nolan punya kelebihannya sendiri yang mampu menutupi kekurangannya tersebut, titik.
Salah satu kekurangan terbesar Interstellar justru pada third act-nya yang kurang "wah". Lihat Inception atau trilogi The Dark Knight yang punya third act begitu masif, klimaks yang amat menggelegar dan membuat nafas terasa sesak. Ironisnya Interstellar dengan berbagai ambisinya itu justru terasa lemah pada bagian tersebut. Semakin aneh lagi disaat berbagai momen sebelumnya justru jauh lebih menegangkan daripada klimaks. Suasan jauh lebih intens saat para kru "Endurance" pertama kali memasuki wormhole daripada saat Cooper dan Amelia coba melontarkan kapal itu di klimaks. Entah dari sentuhan musik ataupun penggarapan Nolan, klimaks itu terasa kurang mencengkeram. Selain itu intensitas dari Interstellar juga terasa naik turun. Terlalu banyak basa-basi dengan dialog "asing" ditambah durasinya yang mendekati tiga jam memang membuat tensi film ini tidaklah selalu tinggi. Tapi saya suka bagaimana Nolan mengemas twist yang sesungguhnya amat klasik dan standar itu. Dia berhasil menyamarkannya sehingga terasa mengejutkan, dan saat itulah konsep tentang bagaimana ruang dan waktu adalah suatu hal yang realtif mencapai puncaknya. Interstellar menyuguhkan pada saya bagaimana waktu adalah sesuatu bermata dua, bisa membangun tapi juga bisa menghancurkan. Jelas ini bukan yang terbaik dari Nolan, tapi tetap suatu suguhan "the real science-fiction" yang mengesankan. Cerdas dan emosional.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
6 komentar :
Comment Page:mnurut ane, ini pilem terbaik sci-fi n space (diluar 2001 yang abstrak itu n emang ga bisa dibandingin)
ane malah lebih suka third act di pilem ini, emang ga tegang secara action, tapi ane masih dibuat penasaran selanjut nya apa dan gimana..n yg gw suka dibagian ini bagaimana nolan menggambarkan soal kekuatan "cinta" bisa mnghubungkan seorang anak dengan ayah yg berbeda dimensi... .dibandingkan third act ny inception yg menurut ane udah mulai ketebak mau kemana,, terutama setelah si mal nembak fischer...yah nama ny juga subjektif ya nggak bro..hhehe
overall
ane lebih suka pilem ini dr inception...karena pilem ini bukan cuma soal cerita berlapis khas nolan dan plot twist tapi pilem ini lebih deep aja mnurut ane dr pilem2 nolan sebelum ny selain TDK
"we will find a way, we always have"
Satu hal yang bikin Interstellar spesial emang bukan konsepnya (udah biasa Nolan bikin yang rumit) tapi kedalaman ceritanya , bukti buat para hater-nya :D
ane heran pada bilang bagus..kayanya penonton nya kelas dewa semua jenius…..bagi ane sih yg ngerasa msh kelas bawah bingung sama ini film apa nya yg seru coba…dr pertama nonton ane sampai ketiduran
Haha.. banyak mas yang kayak gitu.. Waktu ane nonton juga banyak yang asik sendiri. Orang di samping ane ketiduran, orang di depan ane sibuk sama hpnya. Untung aja ane gak ngeliat orang yang lagi pacaran di bioskop.
Film ini memang ribet sama dialog-nya yang rumit + cerita yang panjang
Tapi kalau menurut saya sih.. film ini keren kok kalau di tonton dengan cermat + teliti
Film yang cuma mengdoktrin kita untuk beranggapan bahwa tidak ada tuhan yang mengatur alam raya ini.hati2 penikmat film boleh namun jangan membuat film yang anti tuhan ini menjadi sebagai film yang dipuji
Perbanyak liburan ya, mas butuh itu kayaknya :)
Posting Komentar