JOHN WICK (2014)
Ada suatu masa dimana Keanu Reeves merupakan salah satu aktor paling bankable di Hollywood dengan banyak filmnya yang meraup keuntungan besar. Tidak hanya sukses secara komersil, banyak pula film Reeves yang mendapat respon positif dari para kritikus. Sebut saja Speed sampai trilogi The Matrix yang menguatkan namanya di jajaran aktor papan atas. Tapi memasuki akhir era 2000-an perlahan karirnya mulai meredup. Hampir tidak ada film-film Keanue Reeves yang meraih keuntungan, bahkan film besar terakhirnya 47 Ronin gagal total dan konon merupakan salah satu film yang mendapatkan rugi terbesar sepanjang sejarah. Disaat seolah karirnya tidak bisa bangkit, muncul John Wick garapan duo sutradara debutan Chad Stahelski dan David Leich ini. Diluar dugaan John Wick sukses mendapat banyak pujian kritikus dan tidak buruk-buruk amat performanya di Box Office (mengumpulkan $38 juta dalam dua mingu pertamanya). Pada film yang juga dibintangi oleh Willem Dafoe, Adrianne Palicki dan Michael Nyqvist ini, Keanu Reeves berperan sebagai John Wick, seorang pria yang tengah berduka setelah kematian sang istri.
Ternyta sebelum meninggal, sang istri telah menyiapkan "teman pengganti" berupa seekor anjing yang diberi nama Daisy. John pun mulai mencoba menjalani kehidupan barunya dengan ditemani oleh Daisy. Tapi usaha John untuk mencari ketenangan lagi terganggu oleh pertemuannya dengan Iosef Tarasov (Alfie Allen), anak dari Viggo Tarasov (Michael Nyqvist) seorang pemimpin sindikat kriminal besar di New York. Pada suatu malam Iosef dan anak buahnya menerobos masuk rumah John untuk mencuri mobilnya. Bahkan pada malam itu mereka membunuh Daisy di depan mata John yang tidak bisa berbuat apa-apa. Dipicu oleh amarah yang luar biasa, John pun berencana balas dendam kepada Iosef. Saat itulah akhirnya terungkap bahwa dia bukanlah orang biasa. John Wick adalah seorang pembunuh nomor satu yang disebut "The Boogeyman" karena terkenal bisa menjalankan tugas sesulit apapun. Bahkan beberapa tahun lalu John pernah menjadi orang kepercayaan dari Viggo. John pun siap melakukan balas dendam meskipun harus menantang seluruh anggota sindikat terbesar di New York.
Membaca premis singkat dan melihat adegan pembukanya, John Wick hanya terasa seperti film aksi Hollywood kebanyakan yang bercerita tentang aksi balas dendam sang karakter utama setelah kehilangan sosok yang ia cintai. Tapi semua jadi semakin menarik saat terungkap bahwa John Wick bukanlah seorang pria biasa. Faktor itulah yang paling berperan menjadikan film ini menjadi sebuah film aksi yang keren. Pengungkapan tersebut langsung membuat sosok John Wick bertransformasi dari sosok pria biasa yang terluka menjadi seorang pembunuh handal yang haus darah. Penonton dibuat mengantisipasi akan sehebat apa aksi dari John. Ada dua keuntungan yang didapat film ini dari aspek tersebut. Pertama, hal itu membuat John menjadi karakter yang keren, bad ass. Kedua, hal itu juga menjadi sebuah excuse yang membuat segala aksi one man army dari John Wick bisa (lebih) diterima nalar. Bayangkan jika John Wick hanyalah sesosok pria biasa yang sakit hati, pastinya kita akan lebih sering dibuat bertanya-tanya bagaimana bisa seorang family man layaknya John beraksi sedemikian hebat. Tapi dengan karakterisasi sebagai pembunuh nomor satu, plot hole itu bisa lebih dimaafkan.
Pengemasan adegan aksinya pun keren. David Leitch dan Chad Stahelski seolah begitu terinspirasi oleh The Raid, dan membuat mereka mengemas film ini tidak hanya sebagai film aksi generik biasa. Banyak adegan perkelahian, car chase dan tentu saja baku tembak, tapi ada aspek kekerasan lebih yang disuntikkan pada adegan-adegan tersebut. Sebagai contoh, adegan baku tembak tidak hanya menampilkan korban penembakan langsung mati begitu saja, tapi banyak darah bermuncratan hingga jarak tembak yang begitu dekat. Ditambah dengan penggunaan sound effect pistol yang lebih "menggelegar", jadilah momen baku tembak dalam John Wick tidak terasa monoton. Mayoritas adegan aksinya pun mempunyai koreografi yang baik, tidak hanya asal pukul dan asal menggoncangkan kamera saja. Kamera dalam film ini menangkap dengan jelas dan sempurna berbagai aksi brutal John Wick. Bahkan ada beberapa shot yang lumayan panjang. Jikapun ada faktor yang membuat adegan aksinya kurang maksimal adalah kurangnya variasi. David dan Chad seolah terlalu berfokus mengambil esensi kebrutalan The Raid dan melupakan bahwa satu hal penting lain yang membuat adegan aksi dalam film Gareth Evans tersebut memikat adalah variasi dan pengemasan yang unik.
Menonton John Wick, saya merasakan sesuatu yang jarang muncul saat menonton film aksi Hollywood, yakni kebutuhan akan sekuel. Jika kebanyakan film blockbuster hanya memiliki cakupan cerita tipis yang akhirnya dipaksakan untuk menjadi sekuel, maka film ini sebaliknya. John Wick punya cakupan kisah luas yang setidaknya bisa dikemas dalam dua film tapi terpaksa dipadatkan menjadi satu film. Film pertama bisa digunakan untuk mengeksplorasi hasrat balas dendam John, sedangkan film kedua adalah penjelasan total tentang dunia kriminal, para pembunuh bayaran, dan soso Continental. Dipaksakannya dua aspek cerita itu menjadi satu film membuat momen balas dendam John (yang konklusinya didahulukan) jadi terasa kurang mengena. Kurang ada momen emosional dan "kelegaan" setelah hal itu terjadi. Satu lagi kekecewaan "unik" yang hadir adalah karena sosok John Wick pada akhirnya justru terasa kurang perkasa setelah beraksi. Disaat film lain karakter utamanya terlalu perkasan, John justru kurang. Berkaitan lagi dengan karakter John, Keaune Reeves nyatanya masih sama. Pesonanya luntur saat dia harus berdialog dengan aliran emosi yang "tanggung". Reeves kurang mampu melakukan itu hingga terasa kaku, tapi saat harus meledak-ledak ia tidak buruk. Lagi pula kharismanya masih lumayan dan momen aksi berhasil ia lakoni dengan baik juga. Overall, John Wick tidak sempurna tapi adalah hiburan yang keren. Enough said.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar