ST. VINCENT (2014)
Grumpy old man and innocent kid, formula klasik yang sama sekali tidak dirubah pengemasannya oleh sutradara Theodore Melfi dalam debutnya. Vincent (Bill Murray) adalah veteran perang Vietnam yang kesehariannya diisi dengan mabuk-mabukan, judi pacuan kuda, sampai berhubungan dengan pelacur Rusia yang tengah hamil, Daka (Naomi Watts). Ditambah mulut pedas yang tidak segan mencela siapapun, Vincent pun jauh dari kesan orang tua panutan apalagi likable. Sebagai pria yang membenci dan dibenci hampir semua orang, kedatangan Maggie (Melissa McCarthy) dan anaknya Oliver (Jaeden Lieberther) dipastikan bakal membawa masalah. Baru pada hari pertama, Vincetn dan Maggie sudah terlibat pertengkaran. Tapi sebuah kesiaan yang menimpa Oliver di sekolah membuatnya mau tidak mau harus menghabiskan hari di rumah Vincent saat sang ibu tengah bekerja. Bisa ditebak, hubungan orang tua kasar dan bocah polos ini bakal menjadi persahabatan yang membantu mereka menangani masalah masing-masing.
Vincent adalah lansia dengan tingkah seenaknya, mulut tajam dan gaya keren. Oliver adalah bocah polos yang bisa tiba-tiba berubah jauh lebih dewasa dari usianya. Kita pernah melihat Johnny Knoxville dalam makeup tebal sebagai kakek mesum yang gila lewat Bad Grandpa, jadi Bill Murray akan terlihat waras. Banyak hal termasuk karakter begitu klise disini. Ekspektasi berada pada titik terendah, kecuali untuk performa Murray. Pada akhirnya hingga film usai tidak ada twist apapun yang diberikan oleh Theodore Melfi. Semuanya tetap predictable sampai akhir. Tapi pemaksimalan pada setiap aspek dan penampilan bagus masing-masing aktor menjadikan St. Vincent sebagai drama komedi tentang "memperbaiki hidup" yang langka. Tidak hanya lucu, film ini juga terasa hangat bahan cukup menyentuh pada beberapa momen.
Vincent sebagai titular character jelas reasonable dan menarik. Hal ini penting supaya penonton bisa terikat dan memahami sosoknya. Vincent punya masa lalu berat, pernah ikut perang Vietnam, kondisi ekonomi yang buruk dan harus menerima fakta bahwa sang istri, Sandy (Donna Mitchell) menderita alzheimer yang membuatnya tidak lagi bisa mengenali Vincent. Alhasil segala sisi kasar dari Vincent punya alasan kuat. Ditambah lagi, seiring berjalannya waktu kita diajak perlahan melihat sisi lembutnya mulai saat Vincent secara rutin berpura-pura sebagai dokter untuk mengunjungi sang istri, sampai saat ada sedikit rasa iba ia tunjukkan terhadap Oliver. Karena hal-hal itu mudah bagi saya bersimpati pada Vincent. Tentu saja itu pun karena kesan keren yang kuat dari sosok ini. Tidak terlalu dalam, tapi setidaknya memberikan latar belakang yang cukup dan pasti.
Semakin menarik saat masing-masing pemain sanggup memanfaatkan keklisean karakter mereka justru menjadi keunikan. Jangan ragukan Bill Murray dalam fase melucu dengan penuh sinisme serta ekspresi datar. Ada alasan kuat kenapa pria dengan wajah yang jauh dari kesan ramah ini dijuluki the funniest man in the world. Sarkasme dan ejekan kasar bisa termaksimalkan potensi kelucuannya jika dilontarkan oleh Murray. Jaeden Lieberher yang harus banyak berbagi adegan dengan Murray pun tidak buruk. Disaat karakternya sering tidak konsisten (kadang polos, kadang terlalu dewasa), akting Jaeden membuat sosok Oliver tidak berlebihan. Melissa McCarthy dan Naomi Watts melakukan hal sama: merubah karakter klise menjadi unik karena karakter itu berbeda dari yang selama ini identik dengan keduanya. McCarthy dalam peran paling seriusnya ternyata cukup baik. Adegan emosional ia tangani dengan baik. Naomi Watts dengan aksen Rusia, gestur liar, dan kalimat ceplas ceplos adalah scene stealer.
Saya suka komedinya. Salah satu yang terlucu dari rilisan tahun 2014 berkat penghantaran lelucon khususnya oleh Bill Murray. Untuk drama, saya justru merasa kualitasnya tidaklah konsisten. Kadang hangat, kadang menyentuh, tapi kadang pula membosankan. Hangat melihat bagaimana di dalam sosok Vincent yang keras ternyata ada seorang pria penuh kasing sayang dan peneritaan. Kata "mengharukan" sendiri pantas disematkan pada bagian konklusi. St. Vincent meski berisikan pria tua yang kasar jelas merupakan feel good movie. Konklusinya tidak saja berkesan positif tapi juga menunjukkan bahwa semua karakter yang ada semakin memiliki harapan, dan mendekati definisi "orang baik". Sebuah konklusi yang tidak saja klise tapi naif. Tapi tidak semua film harus berbeda, dan kata "klise" tidak selalu berakhir buruk. St. Vincent terbukti berhasil mengaduk-aduk perasaan lewat komedi lucu dan drama positif yang hangat. Sama seperti kisahnya yang membawa pesan bahwa orang seperti Vincent pun tidak serta merta buruk. Bahkan bagi Oliver, Vincent adalah seorang saint.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
Comment Page:aku seneng "performa"ne Naomi Watts. Terlihat beda, tapi asik. Padahal sempat salah sangka, dikiro memerankan Maggie.
Posting Komentar