MAY WHO? (2015)

1 komentar
Film terbaru garapan sutradara Chayanop Boonprakob (SuckSeed) ini memberi contoh trailer yang bagus dan buruk disaat bersamaan. Bagusnya, dengan nuansa corny penuh kebodohan yang sekilas murahan saya terbujuk untuk menonton filmnya. Buruknya, trailer May Who? terlalu banyak mengungkap lelucon serta plot di dalamnya. Tapi yang menjadikan film ini spesial adalah meski mempertontonkan terlalu banyak hal di trailer, saya masih sangat terhibur (meski potensinya sedikit terlucuti). Secara mengejutkan May Who? juga bukan hanya pameran kebodohan, tapi memiliki hati berbentuk romantisme remaja hangat. Komedi-romantis hakikatnya mampu mengkombinasikan kelucuan dengan romantisme, dan itulah pencapaian yang mampu didapatkan film ini. 

Bahkan sedari adegan pembuka yang menampilkan deskripsi karakter Pong (Bank Thiti) terhadap berbagai level siswa di sekolahnya. Level tertinggi adalah kapten tim, sedangkan level terendah adalah golongan orang biasa yang saat kegiatan olahraga hanya duduk sebagai suporter. Bagi Pong, ia berada di bawah level terendah, karena tidak ada satupun orang yang mempedulikan dirinya kecuali para tukang bully. Yap, kita mendapat satu lagi karakter utama "pecundang" disini. Sebaliknya, ada Fame (Tor Thanabob) yang sesuai dengan namanya berada di atas level tertinggi. Dia tampan, seorang atlet, sekaligus kapten tim. Satu-satunya kekurangan (menurut Pong) dari Fame adalah putingnya yang menjorok kedalam. Dengan semua kelebihan itu, Fame pun menjadi sosok idola di sekolah. Bahkan murid laki-laki dan guru pun histeris meneriakkan namanya. 

Lalu kita masuk ke bagian romansanya. Pong yang invincible nyatanya menyimpan perasaan pada Mink (Frung Narikun) yang notabene salah satu gadis populer di sekolah. Tapi dengan status mereka yang bagaikan bumi dan langit, Pong hanya berani memperhatikan gadis pujaannya dari jauh sambil terus menggambar komik tentang hubungan mereka yang penuh imajinasi (romantic and pervert one). Baik Mink maupun Fame bukanlah karakter murid populer yang digambarkan sombong. Kita mendapat karakter seperti itu dalam sosok para cheers. Fame tetap murah senyum, sedangkan Mink selalu penuh semangat menyulut semangat rekan-rekannya untuk mendukung tim mereka di pertandingan olah raga. Mudah memahami mengapa Pong menyukai gadis tersebut. Kemudian muncul May-Who (Punpun Suttata) sang titular character.
Meski berparas cantik, seperti namanya May-Who adalah sosok yang "tidak terlihat". Sama seperti Pong, ia berada di bawah golongan murid level terendah. Semua itu ia lakukan secara sengaja karena kondisi tubuhnya yang tidak normal. Jika detak jantung May mencapai 120 kali per-menit (distumulus oleh rasa lelah, gugup, terkejut) tubuhnya akan memancarkan arus listrik yang kuat. Sangat kuat bahkan bisa untuk mengisi ulang baterai aki. Kondisi ini pula yang membuat May enggan untuk mendekati Fame meski telah lama memendam cinta. Diawali sebuah perselisihan, May dan Pong yang sesama outcast pun menjalin pertemanan. Tujuan awalnya adalah membantu satu sama lain untuk mendapatkan sosok idaman mereka yang kebetuan sama-sama populer. 

Tentu ceritanya klise apalagi ditambah trailernya yang membuka tabir plot terlalu banyak. Saya tahu keduanya akan saling membantu, saya tahu pada akhirnya Fame akan menyatakan cintanya pada May, saya juga tahu akhirnya Pong justru jatuh cinta pada si "gadis listrik". Tapi kecuali bagian "Fame menyatakan cinta" sesungguhnya alur dalam komedi-romantis memang sudah dapat ditebak hingga akhir. Tinggal bagaimana seorang sutradara mampu mengemas perjalanan yang menarik untuk mencapai titik ending. Bukan tujuan akhir yang paling penting, melainkan prosesnya. May Who? adalah contoh bagaimana sebuah proses sempurna mampu melahirkan kepuasan pada ending yang sudah kita semua tahu akan seperti apa. 
May Who? adalah film bodoh, dan tidak ada niatan sedikitpun menutupi kebodohan itu. Justru lelucon yang akan menghadirkan respon "lebay" atau "tolol" pada penontonnya begitu dieksploitasi disini, bahkan jadi kunci kesuksesan terbesar. Dengan semangat menghadiran segalanya secara berlebihan, Chayanop Boonprakob bagai tidak menyisakan tempat untuk hal berbau realisme. Dari para cheerleader "tukang pukul" hingga murid kutu buku yang ditakuti guru lebih daripada begundal sekolah, merupakan contoh bentuk absurditas berkemampuan tinggi untuk memancing tawa. May Who? seolah tidak memberi waktu bagi saya untuk istirahat tertawa. Boonprakob pun menghadirkan scene demi scene dalam pace cepat yang berpadu dengan editing dinamis. Hampir tiap sequence diisi komedi, dan hebatnya presentase kegagalannya kecil. Bahkan di momen-momen yang sudah dipaparkan oleh trailernya, saya masih bisa tersenyum.  

The only thing that relatable in this movie is the romance. Bagi penonton khususnya usia remaja atau 20-an tahun akan terasa kedekatan dengan jalinan romansa film ini. Kisah cinta bertepuk sebelah tangan yang penuh pengorbanan, menjadi penggemar rahasia di masa sekolah, hingga sebuah pertemanan yang berujung saling jatuh cinta, semuanya ada disana. Chayanop Boonprakob nyatanya cukup peka dalam menyusun drama percintaan itu. Di tengah kekonyolan bertubi-tubi, sering saya menemukan bittersweetness khususnya yang melibatkan karakter Pong. Penyematan beberapa adegan dalam kemasan animasi turut membantu tercapainya hal ini. Teknik visual tersebut digunakan oleh Boonprakob bukan sekedar supaya terlihat stylish, melainkan demi menguatkan kesan fantasi indah penuh mimpi dalam kisah percintaan Pong.

Memahami perasaan dalam konflik yang dialami karakternya adalah kunci keberhasilan film ini membangun romantisme. Semangat bersenang-senang yang tinggi adalah kunci keberhasilan film ini menghadirkan tawa tanpa henti. Kombinasi kedua hal tersebut adalah kunci keberhasilan May Who? sebagai sebuah komedi-romantis. Just stay away from the trailer for maximum pleasure.

1 komentar :

Comment Page:
Penikmat film mengatakan...

Aku nembe nonton wa, duuhhhh..
Kangen masa sekolah