CEMETERY OF SPLENDOUR (2015)

4 komentar
Dalam Cemetery of Splendour banyak tentara menderita sleeping sickness misterius, membuat mereka harus dirawat di klinik temporer yang konon dibangun di atas kuburan kuno. Protagonisnya adalah seorang wanita paruh baya sekaligus salah satu volunteer di sana bernama Jenjira (Jenjira Pongpas). Jenjira juga berkawan akrab dengan Keng (Jarinpattra Rueangram), volunteer lain yang mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan arwah sekaligus melihat masa lalu mereka. Kemampuan itu kerap membuat Keng diminta menjadi penghubung komunikasi antara tentara dan keluarganya. Pada satu adegan, Jenjira sempat didatangi oleh dua dewi dari kuil tempatnya beribadah yang hadir ke dunia memakai wujud manusia biasa. 

Berikan kutipan sinopsis di atas untuk James Wan, mungkin anda bakal mendapat suguhan mengerikan berupa Insidious Chapter 4. Tapi ini adalah karya Apichatpong Weerasethakul, sutradara asal Thailand yang terkenal atas suguhan slow cinema dan sejauh ini telah menyabet tiga penghargaan berbeda di Cannes Film Festival termasuk Palme d'Or pada 2010 lewat Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives  'Cemetery of Splendour' also screened in the "Un Certain Regard" section at the 2015 Cannes Film Festival. Sepanjang karirnya, Apichatpong telah sering menyuntikkan unsur mistis lokal kental dalam karyanya, pula membaurkan batasan antara dunia maya/fiksi/mimpi dan realita, mengemasnya secara lambat, berujung suguhan kontemplatif aneh penguji kesabaran penonton.
Gaya-gaya Apichatpong sebut saja penempatan kamera statis pembungkus long take obrolan para karakter, shot berisi environtment (ex: putaran kipas angin, pepohonan) tanpa kejadian signifikan, nyaris nihilnya scoring, sampai cara bicara bak berbisik para tokohnya dapat melelahkan untuk beberapa kalangan penonton, apalagi durasi film mencapai dua jam. Jika mampu bertahan, ganjarannya adalah perjalanan atmosferik bernuansa mistis. It feels so mystical and dreamy without scary or surreal imagery. Bahkan kemunculan dua dewi menemui Jenjira atau ketika arwah Itt (Banlop Lomnoi)  prajurit yang rutin dirawat Jen dan berujung kedekatan keduanya  merasuki tubuh Keng dikemas layaknya pembicaraan sehari-hari biasa. Kesunyianlah yang menstimulus kesan itu, membius penonton hingga bak melayang di alam mimpi.
Kabarnya, cerita Cemetery of Splendour terinspirasi oleh isu sosial di Thailand tatkalah sejumlah tentara mendadak dikarantina, namun sejatinya tak ada konflik nyata muncul, karena Cemetery of Splendour tersusun oleh keping-keping curahan sentimentil Apichatpong. Mimpi, memori dan cinta. Tiga bentuk abstrak tersebut mendasari jalannya penceritaan. Memang banyak tercipta pertanyaan akibat keanehan-keanehan di dalamnya, tapi guna mencerna semua itu, bukan olah otak yang dibutuhkan, melainkan rasa. You don't need to think too much to understand what's really going on, just feel it. Karakter-karakternya tidak pernah meragukan atau mempertanyakan keanehan di sekitar, seolah segalanya merupakan hal biasa. Mereka menerima tanpa pusing kepala, begitu pula semestinya kita.

Walaupun "berat", Cemetery of Splendour bukan ajang pamer Apichatpong supaya filmnya terasa arthouse, melainkan murni curahan pribadi yang personal pula sentimentil. Dari hubungan Jenjira dan Itt, ada kepiluan unreqruited love beserta subtilnya sensualitas. Itt pertama kali terbangun kala Jenjira memandikannya di tempat tidur, lalu rasa keduanya memuncak pada adegan aneh namun sensual juga romantis yang melibatkan "pengobatan" dari Itt untuk kaki Jenjira. Bukti lain jika film ini bukan usaha "sok pintar" sang sutradara adalah selipan beberapa momen komikal, misalnya saat Keng dan Jenjira menertawakan, lalu "memainkan" penis ereksi salah seorang pasien. This is an honest and hypnotic movie, as hypnotic as some of its simple yet beautiful scenes such as the LED lights inside the hospital room

4 komentar :

Comment Page:
halumma mengatakan...

Yeee akhirnya ada film festival yang direview..banyakin dong mas..hehe

Rasyidharry mengatakan...

Asal ada waktu pasti banyak kok :D

Zulfikar Knight mengatakan...

film yang agak sureal tapi beautiful :D cuman 4 bintang nih :v stidaknya 4,5 lah :v (dan tolong review Green Room mas, another superb thriller from Jeremy Saulnier, sutradaranya Blue Ruin)

Rasyidharry mengatakan...

Belum semenghhipnotis Uncle Boonmee jadi 4 aja hehe
Tunggu ya, 'Green Room' pasti