THE GIRL WITH ALL THE GIFTS (2016)

Tidak ada komentar
Zombie adalah mayat hidup. Tanpa otak dan hati, hanya hasrat untuk memuaskan rasa lapar Namun biar bagaimanapun, dahulu mereka adalah manusia. Karakteristik tersebut membuat film bertemakan zombie menjadi media sempurna untuk membahas perihal humanisme. "The Girl with All the Gifts" selaku adaptasi novel berjudul sama karangan M.R. Carey (turut bertindak sebagai penulis naskah filmnya) menelusuri pula tema itu, hanya saja lemahnya penerjemahan novel menuju naskah serta eksekusi formulaik Colm McCarthy sang sutradara menghalangi penyampaian pesan.

Adegan pembuka film memperlihatkan Melanie (Sennia Nanua), seorang gadis cilik di dalam sel tahanan, duduk di sebuah kursi roda dengan tali pengikat tanpa menunggu komando para tentara yang masuk beberapa saat kemudian. Wajahnya dihiasi senyum, menyapa satu per satu tentara walau mereka termasuk Sersan Eddie Parks (Paddy Considine) memasang wajah penuh kebencian. Di kelas  bersama anak-anak lain dengan kondisi serupa  yang diisi Helen Justineau (Gemma Arterton) pun Melanie tetap tersenyum, sembari aktif menjawab pertanyaan, memerlihatkan kecerdasannya. She's nice, too nice, her behavior looks unnatural. Maka tatkala Dr. Caroline (Glenn Close) menyatakan sikap Melanie mungkin saja bentuk mimicking, saya ikut menanyakan hal sama.
Rentetan situasi di atas adalah set-up menarik. Dreamy scoring gubahan Cristobal Tapia de Veer menguatkan kesan misterius. Mencuat pula bermacam tanya. Siapa anak-anak itu? Mengapa mereka dikurung dan nampak ditakuti? Pasca terungkap fakta bahwa anak-anak tersebut seketika berubah ganas kala mencium aroma tubuh manusia  yang memakai gel untuk menutupi bau tubuh  setumpuk pertanyaan pun tetap hadir. M.R. Carey cukup solid meletakkan keping misteri untuk kemudian pelan tapi pasti di saat yang tepat mengungkap jawaban memuaskan yang juga berguna memperkuat bangunan dunia di mana "The Girl with All the Gifts" berlatar. Zombie disebut "hungries", merupakan wabah penyakit yang dipicu oleh jamur misterius, dan terus berkembang, tak hanya mengubah manusia jadi mayat hidup.

Tapi begitu setting berpindah ke luar benteng perlindungan, mulai diisi formula "hit & run" standar film zombie, ceritanya melemah. Berusaha melontarkan pertanyaan mengenai humanisme, eksplorasinya bagai terputus kala memasuki second act, seolah terjebak keharusan menyelingi kisah dengan paparan survival berbalut aksi. Alhasil waktu yang diluangkan untuk menggali kisahnya teramat minim. "The Girl with All the Gifts" ingin memprovokasi persepsi penonton terhadap zombie yang selama ini kerap digambarkan sebagai monster pengancam nyawa manusia, hingga sudah sepantasnya dimusnahkan. Tapi apa sebab manusia lebih pantas hidup saat zombie sendiri awalnya juga manusia? 
Kandungan gore-nya cukup memadahi sebagai hiburan, namun pengadeganan Colm McCarthy terlalu generic untuk dapat menumpuk daya tarik. Minim intensitas dan kreativitas milik sang sutradara, para zombie yang berlari cepat urung memicu ketegangan. Paling fatal yakni sewaktu McCarthy menjalin klimaks yang cenderung terasa clumsy daripada berkesan brutal maupun raw walau sekali lagi momen tersebut ditutup oleh sentuhan gore. Satu-satunya hiburan justru mengamati performa Glenn Close yang sanggup menyulap tiap baris kalimatnya menjadi magnet kuat penggaet atensi, membantu menyampaikan segala detail informasi mengenai dunia filmnya. 

"The Girl with All the Gifts" coba menggugat, melawan arus mayoritas film zombie lain. Tapi ibarat debat, film ini berangkat bersenjatakan pemikiran dasar kuat namun miskin materi pendukung pemikiran tersebut sehingga opininya mudah terbantahkan. Alih-alih memperdalam tema tersebut, film ini hanya sempat memperlihatkan Melanie tengah kagum melihat benda-benda dunia luar. Pemandangan itu familiar sekaligus jauh dari kata cukup guna menyokong gagasan. Adegan penutup berhiaskan sinematografi memikat Simon Dennis sejatinya merupakan twist mengejutkan yang provokatif dengan guratan emosi yang sayangnya terlambat disajikan. Andai saja kemasan "The Girl with All the Gifts" konsisten demikian. 

Tidak ada komentar :

Comment Page: