A QUIET PLACE (2018)

48 komentar
Daripada wujud gamblang sang monster, A Quiet Place memilih menekankan aksi serta dampak dari aksinya. Sosok sekelebat yang memangsa korban, potongan halaman depan surat kabar yang mencakup persatuan beragam umat beragama seluruh dunia, sampai realisasi bahwa suara merupakan cara si monster mendeteksi korban. Ini cara sutradara sekaligus penulis naskah (bersama Bryan Woods dan Scott Beck) sekaligus aktor utama, John Krasinski, menerapkan inspirasi yang ia dapat dari Jaws (1975) karya Steven Spielberg.

Pun serupa horor pelopor istilah “summer blockbuster” tersebut, A Quiet Place membuka durasi lewat suatu tragedi. Tanpa basa-basi, tanpa eksposisi latar, kisah langsung dibawa ke hari 89 pasca serbuan monster misterius. Hari di mana pasangan suami istri Lee (John Krasinski) dan Evelyn (Emily Blunt) beserta kedua anak mereka, Regan (Millicent Simmonds) dan Marcus (Noah Jupe) menyadari betapa teror sang monster tidak main-main. Kesadaran yang filmnya harap turut penonton dapat.  Kemudian alur melompat ke hari 472 dan mereka masih menjalani hari sambil bersembunyi.
Saya kerap terganggu saat sebuah film horor memperlihatkan karakternya bersembunyi dari kejaran monster atau pembunuh (biasanya di tempat tertutup seperti lemari) tapi dengan nafas memburu yang terdengar jelas. A Quiet Place mengeliminasi gangguan serupa, sebab suara gesekan kecil kotak obat dengan lemari saja telah memberi “lampu kuning” untuk karakternya. Berjalan tanpa alas kaki, berkomunikasi memakai bahasa isyarat, intinya mereka mesti menjalani keseharian yang bukan saja berbahaya, juga melelahkan. Mereka hanya bisa pasrah mengingat kelemahan monster tidak diketahui.

Nantinya kelemahan itu bakal terungkap, yang sayangnya justru menciptakan lubang pada naskah. Bagaimana mungkin kelemahan itu lalai diketahui tatkala kemampuan sang monster mendeteksi melalui suara mampu diungkap? Padahal naskahnya tampil solid dalam menggambarkan detail kehidupan para penyintas, khususnya cara mereka menghalangi terciptanya suara. Kain selaku pengganti piring, handuk sebagai alas guna menghalangi tetesan air wastafel, hal-hal kecil yang acap kali dikesampingkan, di sini diperhatikan. Tunggu sampai anda melihat bagaimana Lee mengakali suara tangisan bayi.
Lee merupakan pria cerdik, begitu pun John Krasinski sebagai sutradara. Dia piawai menciptakan hentakan lewat jump scare, yang mesti dilakukan berulang, tak pernah gagal memberi efek kejut. Saya pun mengagumi pembangunan intensitasnya, termasuk pemakaian false alarm berbentuk sebuah paku yang selalu memancing kecemasan setiap kamera berfokus padanya. Walau jarak antara teror kadang terlampau renggang, tensi berhasil seketika dikembalikan berkat ketelitian plus kreativitas baik di naskah maupun penyutradaraan. A Quiet Place menegaskan bahwa tenggelam dalam silo lebih mengerikan ketimbang dalam air.

A Quiet Place pun memunculkan paralel dengan tantangan menjadi orang tua (parenting). Mendapati anak yang membangkang saat mendekati usia remaja, keharusan membagi kasih sayang sama rata kepada masing-masing buah hati, melindungi mereka sambil mempertanyakan “sejauh apa kamu mau berkorban bagi anak?”. Krasinski dengan jenggot lebatnya cocok berada di dunia post-apocalyptic sebagai seorang pria taktis, cerdik, terlatih, namun lelah. Penuh kasih namun bingung bagaimana mesti mengutarakannya. Sang istri, (di dunia nyata dan film), Blunt, meyakinkan seperti biasa, entah soal mengekspresikan rasa sakit, takut, hingga kelembutan cinta seorang ibu.

48 komentar :

Comment Page:
KieHaeri mengatakan...

Adegan melahirkan itu loh Mas bikin cemas sendiri kala menontonnya, kaya refleks aja ngeri liatnya...

Zamal mengatakan...

Masih dendam sama paku...kesel

Rasyidharry mengatakan...

@Ungki Ngeri tapi keren adegan itu. Ada teriakan, kembang api, lampu merah, keren!

@Zamal Haha padahal "cuma" bikin masalah sekali, tapi disorot berkali-kali itu paku, jadi bikin cemas.

Badminton Battlezone mengatakan...

Saat nonton film ini kmrn,lgsg seperti dikasih "sesuatu yang baru" dari film genre horror/thriller kebanyakan.

Dan memang ada beberapa keanehan (SPOILER),kalau memang monster pada akhirnya bisa dibunuh lewat shotgun...apakah selama ini tidak ada yg berusaha mencobanya?alih2 mati konyol?tapi kalau dipikir segitunya ya jadi ga menikmati filmnya hahahaha.

Yg pasti openingnya bener dapet,seolah ingin memberi tahu ke penonton "this is what you get when you make any noises"

Rasyidharry mengatakan...

(SPOILER) Oh kalau itu bisa dipahami. Monster baru bisa dibunuh pakai shotgun (or any kind of weapon) setelah cukup lemah karena frekuensi itu. Yang aneh, masa iya seluruh dunia nggak ada yang kepikiran memanfaatkan itu? True! Opening yang nggak kalah brengsek sama IT.

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

intens sekali film, sepanjang film dibuat nahan napas
pemilihan adegan melahirkan tapi ga boleh bersuara memang cerdas sekali, kepikiran aja bikin adegan itu
dan sekali lagi si PAKU bikin was was tiap kali ada yang turun tangga

[SPOILER]
emang iya plothole ada pada kelemahan monster itu, masa sih tentara dan ilmuwan amerika yang dah bisa ke bulan, ga bisa tau kelemahan makhluk itu
orang normal aja sakit denger suara itu, apalagi makhluk yang sensitif terhadap suara

Satria wibawa mengatakan...

Sedikit kecewa sama klimaksnya bayangin si blunt sama anaknya badass ngabisin para monster itu dan ada sedikit credit scene juga tapi yaaa sudahlah

Rasyidharry mengatakan...

@Teguh makanya,begitu tahu fakta indera pendengaran si monster itu hal utama, pasti mikir ke situ. Well, at least I did.

@Satria wah malah kebalikannya. Berharap "please cukup tease, jangan masuk action", dan kejadian. Bakal beda tone sama keseluruhan film nanti 😁

Fajar mengatakan...

Kekuatan terbesar adalah kelemahan terbesar pula.
Jadi inget film pendekar pisau terbang episode 1 waktu dia mau curi barang yg dijaga 2 penjaga yg satu punya penglihatan tajam dan yg lain punya pendengaran tajam.
Aku kira akan ada aksi memukau. Eh ternyata ngalahinnya malah mudah, yg mata tajam cukup dikasih lampu depan matanya, yg telinga tajam cukup dipukul simbal di dekat telinganya. Kalah semua.

Rasyidharry mengatakan...

Haha belum nonton serial itu, tapi kedengarannya pinter. Suka yang begitu, pakai otak daripada otot. Macam Doctor Strange lawan Dormammu gitu lah

Anna B mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
ArRau mengatakan...

oke, minggu ini di tonton.. jarang2 bang rasyid kasih bintang 4 untuk film horror...
nice review bang

Ilham Ramadhan mengatakan...

menurutku mengapa negara2 maju gak nemuin cara mengatasi monster2 itu,
karena ya udah keburu dihabisin. dan orang2 yang tersisa, sibuk menyelamatkan diri.

apalagi monsternya ada armor. itu juga yg bikin susah. harus dilemahkan dulu baru bisa dieksekusi.

dan pake suara, jd gerak dikit udah diterkam.

cmiiw hhe makanya kalau ada sekuelnya baru seru jika semua dibuka.

openingnya bener2 badass. seakan2 memberi tahu penonton bahwa "welcome to the show".
dan paku. scene paling sialan. gak berani ngelihatnya.

Fajar mengatakan...

@Ilham,
betul juga itu analisanya.

Osirisia mengatakan...

@Ilham, Bener juga sih. Ketika rasa ketakutan sudah diubun2, darah dari jantung mentok di otak, seakan2 kita buntu mau melakukan apa, yg penting lari.

Scene paku itu bikin saya gigit lidah pas pertama kali nancep di kaki. Aaargg! dan saya meringis kesakitan dalam diam karena efek horror si film nyampe ke saya. Takut untuk bersuara bhkn keseringan nahan nafas. Ketika hp tetiba bunyi notofikasi WA, saya terkejut sendiri. Gegara takut ada yg nyaplok kpl saya entah dari sisi mana. Hahaha

Adeluthfi mengatakan...

Gila parah bener intensitas kengeriannya bener bener dipertahanin banget dari awal sampe akhir, kira kira kedepannya film horror yang bakal bagus apa ya bang?

Rasyidharry mengatakan...

Sempet terpikir juga teori Ilham di atas, dan yakin apa yang ada di kepala penuisnya pun begitu. Tapi tetep mengganggu, karena ada headline koran yang umumin ke seluruh dunia tentang suara, dan logikanya, sesaat setelah tahu suara jadi kunci, riset berikutnya pasti mengarah ke soal cara mengganggu sensor andalan si monster. And it's not like they needed a compplex equipment. Tapi ya, mikir terlalu jauh ini jadinya 😁

Syahrul Tri mengatakan...

INTENSE. dari awal film sudah dibangun dengan bagus , akting emily ajib bgt disini , . Cuman ya masa sih habis kehilangan bapaknya trus dia tiba tiba jadi berani gitu ya, loss feelingnya agak kurang di anaknya.sosok ayah disini benar benar bikin saya devastated bangett,tapi ya gimana ya kalo ga ada pengorbanan ya gajadi sedalam ini. Salute.

Syahrul Tri mengatakan...

Menurut saya scene paling bagus ya di kembang api . Serasa pengen ikut tereak jadi evelyn

Ilham Ramadhan mengatakan...

@mas rasyid
yup, seharusnya dari sana bisa terpikirkan teori untuk membasmi monster itu. secara kan kalau koran ngasih headline, berarti masih banyak yg hidup dan bertahan. karena gak tahu juga apakah penyebaran koran2 tersebut hanya 1 hari atau berlangsung lama.

karena ada waktu mundur 89 hari kebelakang yg sama sekali kita gak tahu bagaimana keadaannya.

y kalau nemu cepat, jd film action karena isi film jd membasmi monster hha

@syahrul tri ramdhani
bener, setuju. rasanya itu lega banget pas kembang api dan dia teriak. wkwk

@Anonim Osirisia
saya sama sekali gk noleh, bener2 takut banget. baru kali ini nonton horror yg sama sekali gk bikin saya ketawa hha

Rifki mengatakan...

gak ada yang ngomongin dramanya nih ? menurutku dramanya jadi salah satu strongest suit film ini dan yang bikin A Quiet Place beda dari kebanyakan thriller lain. film ini punya studi karakter yang bagus sampe third act yang bikin haru dan emotional. so far, salah satu film terbaik tahun ini menurutku

Fajar mengatakan...

Kenapa mereka tidak pindah rumah ke dekat air terjun?

Fajar mengatakan...

Menurut analisaku sih mungkin saja sebenarnya Pemerintah sudah tahu kelemahan si makhluk, mungkin saja di belahan dunia lain ada kegiatan pembasmian makhluk ini. Tapi bukan itu fokus filmnya.
Filmnya berfokus pada keluarga ini saja. Keluarga kecil yg tinggal di perkebunan jagung yg jauh dari keramaian. Yg mencoba survive di tengah serangan si makhluk.

Rasyidharry mengatakan...

@Tri Nah ini make sense. Mungkin di pusat pemerintahan negara besar sudah dilakukan tapi akses komunikasi terlanjur terputus jadi yang di pinggiran nggak tahu. Thanks! 😊

Ilham Ramadhan mengatakan...

@tri fajar
bener juga ya haha kenapa gak tinggal dekat air terjun yg otomatis bisa memanipulasi suara yang mereka hasilkan.

y bener juga analisanya. kalau fokus ke pembasmian, yg ada jadi film2 pembasmian makhluk2 asing. padahal inti dari film ini kan bukan kesana.

@mas rasyid
yup. untuk nyari yg ada orangnya pake kode morse aja sudah dicoba berkali2 tp hasilnya masih nihil.

Fajar mengatakan...

Kalo morse nihil mungkin karena sinyalnya diblok ama para makhluknya. Kan waktu deket ama alat bantu dengar, bikin suara berdenging.

Unknown mengatakan...

isle of dogs bakal puter di indo ga ya bang

Anonim mengatakan...

terlepas dari kekurangan & kelebihan dari film ini, Saya mendapatkan sebuah Cinematic-Experience yang tergolong baru & segar, yang belum pernah saya rasakan selama menonton di bioskop. Berharap film Horror selanjutnya dari A24, Hereditary bisa tayang di sini.



@Febrian Kayannya sih Tayang disini (saya termasuk salah satu yang paling berharap), denger-denger tayangnya sekitar tanggal 18 atau 19 nanti.

Rasyidharry mengatakan...

@Febrian Tayang, tapi belum konfirmasi tanggal. Kalau bulan ini, kemungkinan antara tanggal 13, 18, 20. Sebelum Infinity War pastinya.

Zale mengatakan...

biasanya ane jd silent readers, tp begitu om rasyid nge-review A Quiet Place jd gatel mao komen (hoho)..

br nnonton hr minggu kmaren, & lumayan bikin tegang filmnya, apalg nonton ngajak istri yg lebih fokus ke drama-nya. pd dasarnya ide-nya sih biasa bgt mungkin agak mirip Vanishing on 7th Street (hayden christensen) yg kalo ga ada cahaya bs di mangsa dlm gelap, tp bedanya pengemasannya yg luar biasa (di bumbui drama keluarga) yg bikin berkesan bagi ane khususnya yg sdh berkeluarga & punya anak bayi.

cm yg aneh bwt ane bukan masalah kelemahan monster tp di awal film emang bkin shock krn bs2 nya bertahan dr monster ganas sensitif tp nge-biarin anak sekecil itu jalan paling belakang tanpa pengawasan & best momment Paku emang keluar di saat yg tepat (saat bersalin)...

Rasyidharry mengatakan...

@Zale Nah itu dia poinnya. Adegan pembuka itu semacam pelajaran parenting, kayak "tuh makanya jangan dibiarin jalan paling belakang." Itu yang memicu karakternya belajar sebagai orang tua di sisa durasi

susan mengatakan...

Bang mau tanya dong, itu yg di hutan ada kakek2 teriak sndiri mksudnya apa ya? Btw kok g ada yg ngbahas itu..hehe

Rasyidharry mengatakan...

Oh itu nggak bisa menahan emosi. Campur aduk trauma, takut, sedih, marah karena istrinya mati.

Fajar mengatakan...

Kan sebelum si kakek teriak, diperlihatkan tubuh tercincang. Yg kayaknya itu istrinya.

Beny Kristia mengatakan...

lho shotgun? monsternya mati? lha, pada dateng semua. (plis rampung, plis rampung, plis rampung, bakal action nih) *credit title. selamet....

Chan hadinata mengatakan...

Bru sempet nonton.. ntar kalo di lapak sdh ada.. ni salah satu film yg paling gampang ngerjain subtitenya hehe

Ichsan Hidayatu Robby mengatakan...

(SPOILER)
Endingnya kampret nih. Kirain bumi bakal selamat, Indonesia bakalan maju.....

Ilham Ramadhan mengatakan...

ada 1 hal yg cukup bikin kepikiran setelah diskusi dengan teman2 setelah mereka menonton film ini.

mengapa mereka buat anak lagi? hhaha
udah jelas lagi suasana mencekam, harus tanpa suara, eh buat anak hhe
apa karena "kebablasan"?

Hochimon mengatakan...

Kemungkinan mereka bikin anak sebelum hal itu terjadi,tapi gatau lagi sih wkwk.

Robby mengatakan...

Menurut bang rasyid kira-kira dapat nod dari oscar tidak?seperti get out.

Kalau menurut saya sih enggak ya,soalnya oscar makin political dan a quiet place sih menurut saya pure horror blockbuster.

Oh ya kira-kira menurut bang rasyid lebih bagus mana don't breathe atau a quiet place secara method untuk menakuti sama yaitu "don't make a noise"

Rasyidharry mengatakan...

@Robby Susah sih. Horror, dan rilis di awal tahun pua. Get Out bisa dapet karena angkat isu sosial. Lebih suka A Quiet Place. Krasiniski lebih jago mainin intensitas & tempo.

Mikhael Hans mengatakan...

Supaya gak punah lah, makin banyak orang kemungkinan survivenya juga makin gede

Kol Medan mengatakan...

Ketika bunyi suara yg bebas tdk boleh didengar yg empunya kekuasaan lbh

Intun moon mengatakan...

Kenapa nggak ada yg kepikiran soal kelemahan monster??
Karena terlalu sulit untuk "kenal" sama si monster. Dari awal film kita tau betapa agresifnya ai monster ketika menyerang. Sekali ada suara yang kecil pun, mereka langsung dateng dan nyamber. Saya pikir dari situ, nggak ada kesempatan buat orang tau sampe nebak atau malah menganalisis kelemahan ai monster. Ya belom apa2 aja udah disamber mati.

Jadi ketika ketauan kalo kelemahan si monster itu karena frekuensi dari implan koklea si anak cewek itu, itu bener2 suatu kebetulan. Kebejan, kalo kata orang jawa.

Lagian itu wabah juga baru setahunan kan nyerang bumi. Masih pada level kaget dan diserang habis2an menurut gw. Belom sampe pada level analisis buat pemecahan masalah.

Intun moon mengatakan...

Soal suara.
Nahan suara apalagi dalam keadaan genting dan luar biasa menegangkan bak telur di ujung tanduk itu bukan hal mudah. Sempilan adegan kecil si kakek di hutan yang teriak histeris saat istrinya (kayaknya ya) meninggal dicabik2 si monster itu salah satu contohnya. Dia bener2 nggak bisa nahan suara ketika dihadapkan pada situasi horror seperti itu. Itu manusiawi dan alamiah banget sih menurut gw.

Menurut gw, keluarga Abbot juga bisa survive sampai sejauh itu karna 1. Bapaknya pinter, 2. Mereka pandai menggunakan bahasa isyarat karna punya anak tuli. Jadi udah terbiasa dari dulu untuk nggak ngomong buat komunikasi. Sesuatu yang nggak dimiliki keluarga atau orang lain yang nggak bisa survive.

Belom tentu loh, para militer itu tau gimana caranya survive bener2 ngeredam suara di kehidupan sehari2nya. Kayak contoh kecil, barefoot misalnya. Jadi yaa..mgkin mereka tau kelemahan si monster, tapi masih belom tau gimana cara eksekusinya. Karna buat deketin itu monster harus bener2 tanpa suara.

Duh sori ya gw baru nonton kemaren2, dan gemes pengen bahas saking kerennya nih film.

Intun moon mengatakan...

Soal suara.
Nahan suara apalagi dalam keadaan genting dan luar biasa menegangkan bak telur di ujung tanduk itu bukan hal mudah. Sempilan adegan kecil si kakek di hutan yang teriak histeris saat istrinya (kayaknya ya) meninggal dicabik2 si monster itu salah satu contohnya. Dia bener2 nggak bisa nahan suara ketika dihadapkan pada situasi horror seperti itu. Itu manusiawi dan alamiah banget sih menurut gw.

Menurut gw, keluarga Abbot juga bisa survive sampai sejauh itu karna 1. Bapaknya pinter, 2. Mereka pandai menggunakan bahasa isyarat karna punya anak tuli. Jadi udah terbiasa dari dulu untuk nggak ngomong buat komunikasi. Sesuatu yang nggak dimiliki keluarga atau orang lain yang nggak bisa survive.

Belom tentu loh, para militer itu tau gimana caranya survive bener2 ngeredam suara di kehidupan sehari2nya. Kayak contoh kecil, barefoot misalnya. Jadi yaa..mgkin mereka tau kelemahan si monster, tapi masih belom tau gimana cara eksekusinya. Karna buat deketin itu monster harus bener2 tanpa suara.

Duh sori ya gw baru nonton kemaren2, dan gemes pengen bahas saking kerennya nih film.

Unknown mengatakan...

Ada adegan yg saya gak paham. Pas si ibu udh kepepet sama tu monster.. (pas rumah kena luapan air) tp tiba2 ganti scene dan si Ibu baik2 aja.. <(-,-)
Yg unik, dalam keadaan speti itu sempet2nya bikin anak :)
Dan pesan moralnya: kita idup jangan banyak bacot.