THE EQUALIZER 2 (2018)
Rasyidharry
Agustus 15, 2018
Action
,
Antoine Fuqua
,
Cukup
,
Denzel Washington
,
Melissa Leo
,
REVIEW
,
Thriller
10 komentar
Sebagaimana banyak lanjutan kisah film
aksi/thriller di luar sana, The Equalizer2, mengusung konsep “This time it’s personal”, menyelipkan
elemen balas dendam yang makin mendekatkannya dengan seri Death Wish (versi Charles Bronson). Bedanya, Paul Kersey adalah
pria paruh baya biasa sedangkan Robert McCall (Denzel Washington) jelas jagoan
tulen, atau lebih tepatnya superhero.
Melebihi one man army macam Dwayne
Johnson, bukan cuma tak terkalahkan, ia menghabisi lawan-lawannya dengan wajah
dingin nihil ekspresi. Dia bisa mengucurkan darah, namun takkan menunjukkan
rasa sakit saat terluka.
Beberapa orang mungkin bakal
menganggap karakterisasi itu melemahkan ketegangan. Benar, tapi kolaborasi
keempat Denzel dan sutradara Antoine Fuqua (Training
Day, Olympus Has Fallen, The Equalizer) ini tidak menyasar intensitas
mencekik, melainkan kesan keren sehingga penonton bersorak mendukung si jagoan.
Robert merupakan pria sedih tapi baik hati, setia mengikuti kompas moral,
sekedar menghajar orang-orang yang layak, dari penculik anak, pelaku tindak
kekerasan terhadap wanita, gangster perusak generasi muda, dan (pastinya),
pembunuh bayaran. Kita lebih dulu diajak membenci mereka, lalu berharap Robert
memberi pelajaran setimpal berupa kematian sebrutal dan semenyakitkan mungkin.
Pasca peristiwa fim pertama, Robert
telah sepenuhnya menjadi vigilante
yang sukarela membasmi kejahatan, yang beberapa informasinya diperoleh dari
sahabatnya sekaligus mantan anggota CIA, Susan Plummer (Melissa Leo). Layaknya
para superhero, Robert memiliki
pekerjaan sebagai samaran, yakni sopir taksi online. Robert gemar menyendiri, tetapi ia menyukai manusia beserta
segala kebaikan dalam kisah-kisahnya. Mungkin itu alasannya memilih pekerjaan
tersebut, sebab Robert dapat mendengar cerita para penumpang, dan kalau “beruntung”,
menemukan kriminalitas untuk dibereskan. Robert bertujuan memperbaiki dunia
alih-alih melampiaskan hasrat kekerasan, sehingga jangan heran jika ia
menawarkan pengampunan dahulu bagi penjahat sebelum menghabisinya.
Tapi kini, prinsip di atas terpaksa
ia tanggalkan karena, well, “This time it’s personal”. Kematian
seorang rekan mendorong Robert bersumpah membunuh siapa saja yang terlibat,
walau untuk sampai ke titik itu, butuh waktu sampai durasi berjalan sekitar 30
menit. Serupa film pertama, alur di sela-sela aksinya bergerak lambat, mengajak
kita mampir bertemu orang-orang di hidup Robert dulu, mulai Sam (Orson Bean) si
pelanggan tetap yang tinggal di panti jompo, dan Miles (Ashton Sanders), siswa
sekolah seni yang mulai terseret kehidupan gangster. Tidak semuanya penting,
khususnya soal Sam yang bisa dihilangkan tanpa menghapus kesan yang coba
dibangun, bahwa Robert merupakan pria berhati emas.
Sebelumnya, tempo lambat alur
dipakai mempresentasikan kekosongan hati Robert selaku sorotan utama. Sekarang,
investigasi Robert mengungkap pelaku pembunuhan sang kawan yang tampil ke depan.
Sayangnya bukan investigasi menarik, akibat misteri yang diungkap merupakan
hal-hal yang sudah kita ketahui. Penonton mengetahui lebih banyak daripada
Robert, baik perihal beberapa remah-remah fakta hingga identitas pelaku yang
mudah tercium sedari awal. Beruntung kelemahan tersebut sanggup ditambal oleh
gelaran aksi yang ditangani secara solid oleh Fuqua. Solid, karena berdampak.
Kita bisa merasakan setiap tulang yang patah, juga sayatan yang mencipratkan
darah dalam balutan gore minimalis. Aksi
milik The Equalizer 2 bukan hanya filler seadanya, melainkan hiburan yang menghantam, membangunkan andai tempo lambat serta plot lemahnya
terasa melelahkan.
Semua bermuara di klimaks, yang
berkat jasa naskah buatan Richard Wenk, dengan cerdik melibatkan badai ganas
(sudah disiratkan lewat siaran radio sepanjang durasi) selaku latar. Kondisi
yang seketika mengangkat tensi momen puncaknya berkali-kali lipat. Sedikit
menjauh dari nuansa thriller-aksi gritty yang dibawa filmnya, tapi senang
melihat ada hiburan yang memiliki kreativitas dalam berdramatisasi ketimbang
sebatas menerapkan formula “beat-em-up-shoot-em-up”
ala kadarnya. Dan rasanya tidak perlu bicara banyak tentang Denzel yang di sini
melakoni sekuel pertama sepanjang karirnya. Ekspresi plus bahasa tubuhnya
memancarkan ketangguhan meyakinkan yang seketika bisa berubah memunculkan
kecanggungan pria baik hati murah senyum. Denzel sebagai Robert mampu
menghadirkan rasa aman apabila bersamanya, bahkan dalam gang gelap di tengah
dunia kelam nan keras seperti sekarang.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
10 komentar :
Comment Page:Wahh review film yg saya tunggu2. Memang denzel mempunyai magis sendiri,dimana penonton bisa simpati sama orang berhati emas ini.
Stuju yg saya suka dari karakter ini,dia memberi kesempatan penjahat utk bertobat dl sebelum mengeksekusi. Tp kali ini bakal lebih badass keknya
.
Thanks reviewnya mas Rasyid
Yes, makin berasa unsur superhero-nya. Nggak kaget makanya pas Fuqua diajak meeting sama Marvel. He (and Denzel) deserves a big budget superhero movie :)
Kirain bakal bintang 4 dpatnya masbro haha
Baru td mlm nonton yg man on fire trs lnjut equalizer 1 dan hmpir mirip sih..suka sama pmbawaan danzel di film ini
Baru saja nonton dan wowwww....menurut saya ini sama bagusnya dengan yang pertama.
Cuman ada yg mau saya tanyakan. Apakah alasan istrinya meninggal?dan apa yg membuat Robert retired ?apakah sudah ada clue2 tersirat yang saya lewatkan?
@Taufik Yang pertama 4 boleh deh :)
@saat Yes, Man on Fire is one of the most underrated action movie. Keren!
@Badminton Pensiun karena janji ke istrinya. Kalau penyebab istrinya meninggal kayaknya belum ada.
mas rasyid, kayaknya ini bukan kolaborasi keempat denzel-fuqua, tapi kelima, kan sebelumnya mereka kerjasama di magnificent 7
Empat dong, Training Day, The Magnificent Seven, The Equalizer 1&2
Beda equalizer ama john wick apa sih bang?
@Mahendrata Beda banget, apalagi kalau soal tempo. John Wick fast-paced, Equalizer pelan kalau di luar action. Gaya action juga beda. John Wick deket ke Gun-Fu ala John Woo (A Better Tomorrow, Hard Boiled, Face/Off), konsep juga ke situ, soal mafia. Kalau Equalizer, konsep deket ke vigilante action/thriller macem Death Wisht (1974).
Posting Komentar