ALONG WITH THE GODS: THE LAST 49 DAYS (2018)

4 komentar
Dwilogi Along with the Gods, yang mengadaptasi webtoon berjudul sama karya Joo Ho-min, adalah sajian yang mengandung nyaris segala elemen kegemaran penonton arus utama, sehingga tidak heran, The Two Worlds menjadi film Korea Selatan terlaris kedua sepanjang masa dengan lebih dari 14 juta penonton, sedangkan sekuelnya sudah ditonton 10,5 juta orang dalam 2 minggu. Selain diisi aksi berhiaskan CGI, keduanya menyimpan senjata andalan masing-masing. Apabila film pertama sarat drama mengharu biru, The Last 49 Days penuh sesak oleh twist. Begitu banyak, jika anda tipe penonton dengan prinsip “makin ceritanya nggak ketebak makin bagus”, bisa saja ini menjadi salah satu film terbaik sepanjang tahun. Karena di sini, nyaris setiap jalan dan jawaban seolah harus menghasilkan kejutan tanpa mempedulikan substansi.

Kim Yong-hwa (Mr. Go, Along with the Gods: The Two Worlds) selaku sutradara sekaligus penulis naskah bagai berhasrat menumpahkan ide besar sebanyak mungkin namun baru memikirkan penjabarannya di belakang. Hal ini berlaku juga bagi plot device-nya, di mana satu lagi Paragon muncul, yaitu Kim Soo-hong (Kim Dong-wook), adik protagonis film pertama, Kim Ja-hong (Cha Tae-hyun). Tapi peran Soo-hong tak sepenting kakaknya, sesuatu yang bahkan karakternya sendiri sadari dan ungkapkan. Keberadaan Soo-hong semata guna memfasilitasi eksplorasi menuju masa lalu tiga malaikat kematian: Gang-rim (Ha Jung-woo), Haewonmaek (Ju Ji-hoon), dan Lee Deok-choon (Kim Hyang-gi). Pertanyaannya, pantaskah Soo-hong disebut Paragon setelah sempat mengacau sebagai arwah penasaran?

Untuk itu, Kim Yong-hwa menawarkan retcon terkait definisi Paragon yang bukan lagi sekedar “sosok mulia”, melainkan “An entity who led a just life or suffered and untimely death for an unknown reason before his allotted span of life”. Definisi tersebut berujung mengubah jalannya persidangan di tujuh neraka, yang bukan lagi perihal membuktikan kebersihan hati, tapi perdebatan tentang alasan kematian. Apakah Soo-hong tewas akibat kecelakaan atau dibunuh? Jadi apa fungsi sidang demi sidang di neraka yang mewakili tujuh dosa manusia? Entahlah. Yong-hwa seperti tersesat, apalagi saya.

Satu-satunya alasan yang terpikirkan hanya agar beberapa neraka yang belum muncul di film pertama memperoleh porsi. Tapi detail latar menarik serta para dewa penjaga berkepribadian variatif takkan lagi ditemukan, kala serupa Soo-hong, persidangannya sebatas elemen sampingan yang berjalan luar biasa berantakan tanpa aturan pasti. Beruntung ada subplot mengenai usaha Haewonmaek dan Deok-choon mencabut nyawa pria tua bernama Heo Choon-sam (Nam Il-woo) yang dilindungi Seongju (Ma Dong-seok) si Dewa Penjaga Rumah. Melalui Seongju pula, rahasia kehidupan mereka 1000 tahun lalu terungkap. Saat petualangan di akhirat acap kali datar akibat Soo-hong tak sesimpatik sang kakak, konflik di Bumi lebih kaya rasa, dibantu selipan humor plus eksplorasi menarik soal kisah terpendam para malaikat maut. Subplot ini dapat menjadi film sendiri yang lebih singkat, padat, berperasaan, dan terpenting, lebih bagus dari keseluruhan The Last 49 Days.

Bicara tentang twist, berbagai kejutan yang tertuang dalam kisah Seongju masih bisa diterima, bahkan menambah dinamika hubungan antar-karaker. Haewonmaek tidak lagi hanya malaikat maut brandal bermulut besar, sebagaimana Deok-choon berkembang lebih dari seorang gadis polos. Persepsi kita terhadap beberapa tokoh pun diputarbalikkan, memancing masalah dilematis kompleks yang sayangnya diselesaikan lewat resolusi penuh penggampangan. Pun kita bisa selalu mengandalkan Ma Dong-seok untuk melakoni peran pria tangguh tapi berperasaan. Dialah jangkar elemen drama film ini sehingga pesan “Be kind” yang diusung tetap tersampaikan ketika filmnya bak tersesat di rimba lebat buatannya sendiri.

Seiring waktu, The Last 49 Days makin serakah, memasukkan lebih banyak rahasia dan twist dengan substansi yang semakin menyusut, walau harus diakui dinamika berhasil dijaga karenanya. Sebuah twist sempat berputar di kepala saya. Twist yang saya harap takkan muncul karena bakal terlalu bodoh dan dipaksakan. Kemudian film berakhir tanpanya. Saya pun lega. Sampai tepat sebelum kredit, muncul adegan tambahan berisi twist tersebut. Saya cuma bisa duduk menertawakan kebodohannya. Along with the Gods: The Last 49 Days meruntuhkan pencapaian film pertama. Parade aksi kreatif yang memanfaatkan absurditas tanpa batas akhirat, termasuk satu referensi terhadap franchise milik Spielberg memang masih menghibur. Hell, the whole movie is still entertaining. Bertempo cepat tanpa perlu terburu-buru, durasi 141 menit cepat berlalu. Namun pasca prestasi The Two Worlds, sekuel ini jelas proses terjun bebas.

4 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Serendipity nya indra gunawan di lewat ya.

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

tapi jd penasaran

fajar mengatakan...

Mas rasyid ada rencana nge review doa otoy ali oncom ga?

Markygirl mengatakan...

iya sih bang.. lebih logis yg pertama dibanding kedua ini. tapi untuk sekedar entertaining ini enak untuk ditonton. P.S kecantol sama pesona om om Gang Lim