WIRO SABLENG: PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 (2018)

66 komentar
Saya bukan pembaca novel Wiro Sableng karya Bastian Tito yang konon berjumlah 183 judul, pun memori akan serialnya sedikit buram karena usia yang masih terlalu muda untuk memproses secara lengkap, walau serupa bocah-bocah yang tumbuh di era 90an, lagu temanya amat menancap di kepala. Tapi saya gemar membaca komik termasuk manga. Ketika sederet karakter berpenampilan kerena dengan kemampuan tak kalah keren berkumpul, bertarung bersama dalam satu pertempuran dahsyat, walau beberapa dari mereka muncul di saat yang terlalu tepat pula tanpa motivasi jelas kecuali memeriahkan suasana, saya sudah dibuat kegirangan. Itulah inti film Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212.

Kita bertemu si A, B, C, berkesempatan menyaksikan mereka adu ilmu meski kepribadian mereka tak pernah benar-benar kita tahu. Setidaknya kita tahu tentang Wiro (Vino G. Bastian) dengan masa lalu tragis yang tergambar di adegan pembuka tatkala melihat langsung Mahesa Birawa (Yayan Ruhian) membantai kedua orang tuanya. Selama 17 tahun berikutnya, Wiro ditempa oleh Sinto Gendeng (Ruth Marini) yang mewariskan ilmu silat 212 beserta kapak maut naga geni miliknya. Demikian pula Vino, meneruskan warisan sang ayah memerankan si pendekar sableng dengan baik. Bersikap bak bocah gila, Vino bertukar canda bersama Ruth Marini, yang meski ditutupi riasan tebal, mampu menyelipkan emosi, di luar tentunya kegendengan menggelitik. Interaksi Wiro-Sinto selalu berhasil memancing tawa.

Sinto Gendeng menugaskan muridnya memburu Mahesa Birawa tanpa memberi tahu bahwa dialah pembunuh orang tuanya, sebab fakta itu bakal menyulut nafsu balas dendam yang menggiring pendekar menuju kegelapan. Sebuah poin, yang oleh trio penulis naskahnya: Sheila Timothy (juga selaku produser), Tumpal Tampubolon (Tabula Rasa, Rocket Rain), dan Seno Gumira Ajidarma (Pendekar Tongkat Emas), dijadikan pesan filosofis yang memang wajib tersimpan dalam film martial arts.

Sepanjang perjalanan, Wiro bertemu sekumpulan tokoh-tokoh unik seperti Dewa Tuak (Andy /rif) serta muridnya, Anggini (Sherina Munaf), Bujang Gila Tapak Sakti (Fariz Alfarazi), dan Marsha Timothy sebagai Bidadari Angin Timur yang demikian glamor layaknya penghuni kahyangan dalam balutan gaun rancangan Tex Saverio. Akhirnya tidak ada satu pun dari nama-nama tadi yang bisa kita tinjau lebih dalam karakterisasinya, namun mereka sanggup menghadirkan interaksi hidup dengan pahlawan kita, sehingga di sela-sela aksi pun hiburannya tetap berjalan lancar.

Senang mendapati di dalam ambisi menciptakan blockbuster raksasa yang digarap luar biasa serius, film ini tidak bersikap “sok serius” saat bertutur. Karena di antara memori-memori buram di kepala, satu hal yang saya ingat pasti terkait serial Wiro Sableng adalah elemen kerasnya dunia persilatan dan kejenakaan yang saling mengisi dan berpadu mulus. Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 terbukti menghormati warisan pendahulunya, dengan contoh terbaik pada satu adegan ketika satu sosok familiar muncul sementara musik yang tak kalah familiar turut mengalun di belakang.

Yayan Ruhian adalah Mahesa Birawa, pemimpin sekelompok bandit yang berencana merebut tampuk kekuasaan dari Raja Kamandaka yang diperankan Dwi Sasono, yang melafalkan kalimat menggunakan suara tenggorokan layaknya Christian Bale sebagai Batman, sebagai usaha menjauhkan cap “komedian”. Bukan saja berakting, Yayan turut memegang posisi pengarah laga, memastikan setiap baku hantam terjalin dinamis. Beruntung, biarpun ini merupakan satu langkah mengejar pencapaian Hollywood, Angga Dwimas Sasongko (Filosofi Kopi, Surat dari Praha, Bukaan 8) urung terjangkit penyakit banyak film aksi produksi mereka yang menerapkan quick cut plus shaky cam overdosis. Kamera Ipung Rachmat Syaiful (Kala, Janji Joni, Surga yang tak Dirindukan 2) bergerak seperlunya, menangkap cukup jelas tiap jurus para pendekar. Sayang, satu kelemahan justru bertempat pada satu pukulan pamungkas yang mengakibatkan puncak pertarungan berakhir antiklimaks.

Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 telah memancing obrolan ketika 20th Century Fox melalui bendera Fox International Productions turut serta memproduksi filmnya. Alhasil biaya sebesar US$ 3 juta atau sekitar Rp 44 miliar pun didapat. Angka yang besar bagi kita, namun tergolong mikro pada lingkup Hollywood (that’s even smaller than “The Raid 2: Berandal”), sehingga kurang bijak apabila berharap parade CGI sekelas blockbuster seharga ratusan juta dollar. CGI diterapkan tepat guna, memperlihatkan hasil mumpuni terlebih kala membungkus beragam jurus, dengan salah satu momen paling menarik saat Kala Hijau (Gita Arifin) terjun ke medan pertempuran. Tapi elemen visual Wiro Sableng bukan sebatas CGI. Departemen artistiknya, dari dekorasi istana selaku panggung klimaks yang berkilauan hingga tata busana yang berjasa mengkreasi tokoh-tokoh berpenampilan ikonik, amat memuaskan mata. Terima kasih pada Adrianto Sinaga (Ada Apa dengan Cinta?, Tusuk Jelangkung) dan tim.

Gangguan justru diciptakan tata suaranya. Musik garapan Aria Prayogi (dwilogi The Raid, Killers, Headshot) berusaha terdengar bombastis, dan ya, gempuran perkusinya sanggup menghadirkan intensitas di berbagai momen laga, tapi sewaktu bertemu celetukan-celetukan karakternya, terjadi perlombaan berat sebelah melawan kalimat yang aktornya ucapkan. Kalimat-kalimat yang kerap tenggelam, sulit dicerna, memaksa saya mengandalkan subtitle Bahasa Inggris guna memahami dialog Bahasa Indonesia.

Jadi begitulah. This isn’t a great movie, but definitely a highly entertaining one. Hiburan yang memahami cara memancing tawa, hiburan yang tahu bagaimana menciptakan suguhan, yang walau tak mendalam, tersaji nikmat, apalagi tatkala klimaksnya menempatkan nyaris seluruh karakter dalam pertarungan meski tak seluruhnya dipersatukan dalam satu frame dan beberapa di antaranya bertindak selaku deus-ex-machina. Pastinya, Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 telah membuka jalan blockbuster Indonesia melangkah ke tingkat lebih tinggi. Jangan segera beranjak dari tempat duduk begitu film usai, karena terdapat mid-credits scene yang menyiratkan musuh besar berikutnya, yang diperankan salah satu aktor terbesar Indonesia sekarang.

66 komentar :

Comment Page:
Chan hadinata mengatakan...

Yup setuju soundnya sdikit mengganggu..
Trus kan bnyk tuh scenenya dgn background CGI kyk hutan di CGI-in
Knp gak skalian pake latar asli alam indonesia aja??
Hehe

Rasyidharry mengatakan...

Hutan pakai asli kok, pas fight pertama lawan Mahesa Birawa. Kalau gunung & puncak pohon ya susah. Bawa kru & peralatan syuting ke tempat gitu mahal banget & nggak bisa asal naik.

Unknown mengatakan...

Spoiler:

Iya adegan pamungkasnya kok gitu ya. Tadinya mikir itu dipotong LSF. Haha. Sama beberapa adegan2 fighting yang kayak kelar gitu aja. Kayak Anggini vs pendekar rambut panjang (gak tau namanya). Gw bahkan gak smpet liat Anggini ngelempar senjata ke jidat lawannya. Saking cepetnya.

Tapi celetukan Wiro yang manggil Syahrini ke Anggini itu kocak sih.

cakipul mengatakan...

spoiler :

ending nya ada mas Dono , wkwkwk

Unknown mengatakan...

wiro kecil beneran ga ngerti mahesa birawa kah yg bunuh ortunya. Melihat dengan mata kepala sendiri lho. ko malah kesannya di paksa disembunyikan oleh sinto. terus jurus pamungkas pukulan matahari kenapa ga dkl keluarkan saat melawan mahesa. malah kalingundil yang lebih lemah di hajar pakai jurus ini ? menurut saya plot nya lemah

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

infonya antar scene perpindahan ada yang ga mulus
apakah separah itukah kekurangan teknis film ini
tapi apapun yang dibilang orang saya akan tetap menonton film ini, itung itung mendukung sineas indonesia biar berani ambil genre diluar drama dan horror

Rasyidharry mengatakan...

@Heru Ya itu, selalu masalah di finishing blow. Build-nya selalu oke padahal.

@Helmi Wajar itu, vague experience pula. Selang 17 tahun, dan waktu itu cuma lihat sekilas di kondisi chaos. Dan kalau mau bicara detail psikologis, itu masuk akal. Bahkan kalau Wiro lihat jelas, bawah sadar dia bisa press memori itu, bentuk self-defense mechanism.

Nas mengatakan...

Lumayan kecewa 6/10

Hilman Sky mengatakan...

kudeta kerjaan dilakukan dengan mudah hanya dgn semalam, dan direbut kembali dengan mudah pula. ini kerajaan apa jabatan RW ya. wkwkwkwk
endingnya kurang gereget. andai scene pertarungan sebrutal the raid mungkin akan lebih baik...

Rasyidharry mengatakan...

@Teguh Ada, ya itu resiko karakter yang kebanyakan, tapi nggak terlalu mengganggu selama tahu apa yang dicari dari film ini. Yes, effort besar yang hasilnya oke jelas harus ditonton :)

@Warna Kudetanya memang terlalu mudah tapi direbut kembalinya ya wajar dilakukan semalam. Lha tinggal bunuh semua pengkhianat kan kelar.
Pasti lebih seru kalau sebrutal The Raid, tapi nggak akan cocok sama tone filmnya. Masak banyak komedi tiba-tiba pas action gritty & brutal.

Rafli mengatakan...

Mas rasyid kayaknya maksa banget supaya film wiro sableng terlihat bagus, emang dibayar berapa?

qyu mengatakan...

Sdh nurunin ekspektasi sebelum nonton
Dan sesuai dugaaan, silatnya kebanyakan perpindahan kamera...padahal berharap mendekati the raid tapi tanpa darah2an

Unknown mengatakan...

Iya manggil syahrini itu bikin ngakak..

Rasyidharry mengatakan...

@die Ooh jadi saya dan reviewer2 lain yang bilang film ini bagus dibayar toh? Kok belum masuk ya ke rekening?

Unknown mengatakan...

Kayaknya aneh aja sih kalau ada yang bilang Wiro Sableng ini film jelek. Seakan2 Wiro Sableng disamain dg film-film jelek yang lain.

Rasyidharry mengatakan...

@Riefqi Ya belum sehebat The Raid emang, tapi termasuk sedikit cut. Karena tingkat The Raid itu, seluruh dunia yang bisa ya kehitung jari.

@Heru Nah. Not great? Yes. Mengecewakan? Kembali ke ekspektasi masing-masing. Jelek? Itu snob namanya 😁

agoesinema mengatakan...

Sebagai penggemar berat novelnya, begitu tau angkat difilmkan lagi oleh putra mendiang penulis novelnya, dlm hati gw girang bgt, secara baik film layar lebar tahun 80an maupun sinetronnya blm memenuhi fantasi gw saat membaca novelnya.

Gw pantengin terus perkembangan film ini, gw makin girang saat tau Vino sendiri yg memerankan Wiro sang karakter utama, wah pas bgt nih krn secara fisik Vino mirip dgn karakter Wiro di novel, kemampuan fighting toh bisa dilatih, apalagi yayan ruhian dan cecep abdul rahman 2 maestro silat turut ambil bagian di film ini.

Seiring berjalan waktu, saat parah pemain diperkenalkan lengkap dgn karakter yg dimainkannya, gw mulai khawatir. Terlalu banyak tokoh yg seharus gak ada dicerita originnya malah dihadirkan. Sebut saja Bidadari Angin Timur, Bujang Gila Tapak Sakti, Kala Hijau, Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga, Kakek Segala Tahu, dan masih bnyk lagi. Dalam hati gw bertanya tanya ini cerita mau dikemanain? Berapa banyak judul novelnya yg mau digabungin? Bagaimana masing2 karakter penting ini mau diceritain? Tp gw masih tetap positif thinking, semoga saja kekhawatiran gw tdk terbukti.

Dan setelah nonton, akhirnya kekhawatiran gw terbukti, sutradara kesulitan memperkenal karakter seabrek itu. Dialognya lemah dan kekinian, jadinya ganjil saat didengarkan, dijaman kerajaan gitu tp menggunakan dialek org dijaman sekarang

Albert mengatakan...

Sebetulnya agak takut dengan karakter yang begitu banyak gimana bisa ceritanya cuma 2 jam? Dari review dan komen yang masuk kayaknya terbukti. tapi tetap wajib nonton karena fans banget sama Wiro Sableng :)

Saat Santoso mengatakan...

Baru aja plg dr bioskop nonton nih film, dan ternyata bisa full isi bioskop.
Saya pembaca setia novelnya dan jg ngikutin serial yg lama dlu tp ktka prgi nonton ekspektasi saya sudah saya turunkan serendah2nya krna biasanya banyak yg gagal film2 kayak bgini, but skli nonton bnr2 bisa kehibur.

Celetukan lucu Wiro dan beberapa scene humornya bs bkin seisi studio 1 td ketawa.

Dan stju ama tulisan agan, minusnya cm di final ending yg anti klimaks dan sound yg bkin kdg g dgr apa yg para pemain ucapkan.

Oya masalah yg Wiro g tau kalau Mahesa Birawa itu yg bnh ortunya saya kira wajar karena ingatan anak kecil ga bs merekam itu semua apalagi trpaut 17thn.

Overall trhibur, 7,5/10

agoesinema mengatakan...

Spoiler Pangeran Mataharinya kegantengan, menurutku Ario Bayu lebih cocok seperti yg digambarkan di novelnya.

Rasyidharry mengatakan...

@agoesinema Soal dialek kekinian sebenernya masih bisa dimaklumi, toh nggak ada kepastian era di sini. Pakai approach fantasi soalnya. Kecuali, tiba-tiba orang kerajaan pakai kekinian, nah itu baru ngaco.

@Albert Yes, jadiin komen-komen dan review alat kontrol ekspektasi, bukan penghalang nonton :)

@saat Betul, apalagi kalau lihat blocking-nya, Wiro ada di belakang Mahesa, malam hari, ricuh pula.

Unknown mengatakan...

Kayak kemaren Sebelum Iblis Menjemput. Banyak orang bahkan reviewer di Twitter yang bilang filmnya nggak serem lah, jelek lah, biasa aja, bikin ngantuk lah. Seolah-olah SIM dan Rasuk itu levelnya sama. Hahaha.


Gue sih berharap film WS ini sukses dari segi jumlah penonton terlepas dari beberapa kekurangannya. Biar filmmaker lain tertarik bikin film dengan production value serupa tapi dg kualitas lebih bagus.

Unknown mengatakan...

Kayaknya Ario Baru malah lebih cocok jadi raja Kamandakanya deh. Hehe.

dim mukti mengatakan...

mau dong daftar ntar saya puji puji sampe terbang

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

setuju dengn heru, kadang komentar orang cuman bilng film jelek film bagus
padahal itu bisa diatur dengan mengatur ekspetasi
wiro jelas wajib ditonton
memicu sineas lain agar bikin film diluar genre drama dan horror
biar oada berani juga bikin film dwngan modal besar dan produksi bagus

Rasyidharry mengatakan...

Nah betul kata Heru & Teguh. Industri kita udah lepas dari era Jahiliyyah, udah banyak film oke, nah sekarang waktunya naik, bukan cuma oke, tapi variatif. Salah satunya blockbuster model gini (yang bakal disusul Si Buta, Dreadout, Gundala, dll.). Wajib didukung. Bukan berarti didukung dengan asal bilang bagus ya. Kelemahan vital juga perlu disampaikan, dan review di atas juga nggak memuja-muja kok. Banyak kekurangan yang diangkat.

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

betul, bentuk review kritikan yg baik, disampaikan dengan baik
dengan tujuan sineas belajar dr kesalahan atau kekurangan yg sudah terjadi oleh oendahulunya
bukan asal jeplak bilang jelek, tp gak jelas parameternya
kalau semua film yg ditonton mesti bagus or sempurna dr cerita dan direct nya
akan jarang sekali ke bioskop
wiro ini membuka jalan yg baik untuk film film genre serupa
jika ini saja gagal ngambil banyak penonton
nanti sineas lain ragu buat film serupa genre
yg oenting kritik disampaikan dengan baik, mudah mudahan yg bikin wiro baca, biar diperbaiki di sequel
ada teman yg langsung gak mau nonton film ini karena temannya bilang jelek, gak nonton sebelum iblis menjemput di bioskop cuman karena menurut dia ga cocok cewek cantik main film, mengurangi keseraman
padahal menurut saya tonton saja, selama menurut pemikiran saya filmnya dibuat dengan niat serius saya wajibkan nonton dibioskop

Jackman mengatakan...

Sebelum nonton filmnya, saya udah baca duluan review Mas Rasyid disini
Sempet heran
Kok cuma lumayan aja?
Ekspektasi jadi berkurang dikit
Dan memang bener
Oke lah filmnya
Dibuat dengan niat tapi tetap kecewa dengan CGI maksa
Soal Syahrini itu kocak
Tapi kok penontonnya ga ada yang ketawa ya?
Apa ga ngeh?

Film ini ketolong sama celetukan dan bagian komedi nya yang lucu
Jadi ga boring kaya Pendekar Tongkat Emas

Unknown mengatakan...

Sengaja nonton ngg berekspektasi tinggi, dan akhirnya saya puas dengan film ini, semoga ep 2 bisa lebih baik lagi digarak,. Btw pangeran matahari siapa ya dia pemeran aslinya?

Ulik mengatakan...

Ciri khas dari serial dan novel Wiro adalah jurus-jurus yang dikeluarkan seharusnya film ini juga menuliskan atau menyebutkan setiap jurus yang dikeluarkan itu akan lebih asik kayaknya

agoesinema mengatakan...

Sy udh nurunin ekspetasi lho setelah lihat poster karakternya yg banyak bgt itu, karena sy fans novelnya, sy tau mana karakter yg seharusnya blm nongol diorigin WS.

Sy khawatir dgn karakter sebanyak itu gimana mau diceritainnya. Penulis naskah terburu-buru utk menghadirkan karakter seramai itu, seperti halnya DC yg terburu2 membuat Justice League.

Akhirnya karakter WS nya menurutku kurang kuat, persahabatannya dgn Bujang Gila gak dpt, hubungan asmaranya dgn Anggini gak dpt, dan msh bnyk lagi kekurangan lainnya. Oya julukan WS sbg pendekar kapak maut naga geni 212 itu bukan diberikan gurunya tp disematkan oleh dunia persilatan karena WS meninggalkan jejak 212 dikening musuhnya sehingga membuat geger dunia persilatan krn angka 212 itu udh lama gak muncul, mereka berpikir itu adalah sinto gendeng. Penulis naskahnya tdk bisa memindahkan ruh novelnya ke dlm film ini menurutku.

Tp sbg fans WS sy berharap film ini tetap berlanjut.

Unknown mengatakan...

Sedih gw byk yg review jele film ini
Ada yg bilang "efeknya payah ga sebombardir Marvel"
Ada yg bilang "mesti blajar nulis naskah lg, contoh tuh film Searching"
Ada yg bilang "sampah jokesnya"
Ada jg yg bilang di atas "review bagus dibayar berapa"

Jahat2 bener
Alhamdulillah gw puas gambarnya enak diliat, suaranya enak didenger
Dan ngakak sm byk jokesnyaa
Minor miss sih ga trlalu gw gubris, toh ini film aksi perdananya Mas Angga ngapain ekspektasi macem2.

Rasyidharry mengatakan...

@Teguh What the??? "Cewek cantik mengurangi keseraman" itu keterlaluan bodohnya.

@Jackman Oh, itu sial aja berarti. 2x nonton, pas Syahrini ketawa semua soalnya. Kalau PTE itu cerita lain lagi. Ambisi yang nggak pada tempatnya :)

@unknown Abimana Aryasatya. My fave Indonesian actor of all time hehe

@yazuli Naaah bener ini. Kelupaan nggak masukin poin ini di review 😁

@Agung Ya komentar "CGI masih kurang" itu nggak keliru, tapi "CGI busuk karena nggak sebagus blockbuster Hollywood" itu ngawur. Lha budget cuma 1,5% rata-rata big movie sana kok. Sayang, penonton kita sering "terlalu sadis" sama film sendiri. Satu kelemahan bisa jadi alasan mengolok-olok atau nggak nonton.

jefry punya cerita mengatakan...

Menurut abang, kira" bakal ada film petruk kah? Komiknya lumayan booming kan hahaha

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

yup mas, dia bener bener gak percaya filmnya bagus, karena menurut dia cewek cantik ga cocok main horror, mengurangi keseraman
masa lg serem tiba tiba liat yg cantik
padahal akting chelsea termasuk penampilan terbaiknya di sIM

agak miris juga memang ketika penonton sendiri doyan ngolok ngolok film dan gampang menghakimi film jelek seolah olah film itu level jeleknya sama semua seperti kasinem is coming, hehehe

kalo petruk di bikin the movie nya, paling anggy umbara yg jadi sutradaranya
hahaha

agoesinema mengatakan...

Ada yg bisa kasih penjelasan?
1. Apa motivasi Suranyali menyerang desa jatiwalu dan membunuh org tua wiro? Apakah ada dendam di masa lalu karena mereka saling kenal? Gak ada penjelasannya di film ini sama sekali

2. Apa motivasi Bujalatasaki mau bergabung dgn WS dan Anggini utk membantu pihak istana?

3. Apa motivasi Suranyali/Mahesa birawa mau terlibat pemberontakan menggulingkan raja kamandaka? Apakah ada dendam? Secara dia bukan otak pemberontakan tsb. Apakah keuntungan yg dia dpt?

Difilm ini gagal menceritakan itu, istri gw yg bukan pembaca novelnya dibuat bingung, sbg pembaca novelnya akhirnya sy pun menjelaskan cerita versi novelnya

Anonim mengatakan...

Kalo menurut saya gak cuma ekspektasi yg mesti diturunin..
tapi sikap skeptis kita juga terhadap sebuah film jg mesti diturunin..
Kalo kekurangan ada secara teknis saya rasa gak masalah..kritik yg membangun jg akan ikut membangun film lokal dr berbagai lini, misal naskah, budget utk CGI, dsb.. kita terlalu terburu2 utk langsung bilang film ini bagus dan jelek semudah itu..padahal coba bayangin, sepanjang 2 dekade ini udh berapa banyak film lokal dengan label blockbuster dibuat, gak banyak loh..berarti ini bisa jadi momen awal merangkak utk kemudian lari lebih kenceng utk para sineas kita bikin film dgn genre lebih variatif..
Setidaknya dukung aja dengan menonton (film2 yg dibuat dengan niat dan usaha yang baik tentu saja)..perbanyak jumlah penonton akan jadi semangat dan motivasi tersendiri kok..
Duduk, lalu setelah menonton bersikap bijak aja..kalo kita terhibur meski bnyk kekurangan berarti kita termasuk org yg terpuaskan..kalo tidak berarti ini bukan film yg sesuai selera kita..
Simple,..
Karena tidak semua film harus sempurna, hal berbau campy juga punya kenikmatan tersendiri kok..

Rasyidharry mengatakan...

@jefry Hahaha hope so! Salah satu memori masa kecil itu.

@Teguh Turut prihatin, mungkin temennya trauma ditolak cewek cakep haha. Kalo macam Kasinem, silahkan lah itu diolok-olok, soalnya filmnya sendiri olok-olok kecerdasan & pengorbanan penonton.

@agoesinema
1. Motivasi sebagai bandit bareng kelompoknya ya sekedar penjarahan kampung. Tapi tersiratnya sih, secara personal ada cinta yang bertepuk sebelah tangan hehe

2. Nggak ada kepastian, kekurangan, tapi nggak terlalu masalah. Paling nggak sebagai pendekar di "sisi putih", lihat puteri yang kesusahan (cantik pula), tergerak membantu itu wajar.

3. Keuntungannya ya dapat posisi. Bandit-bandit gitu kan tujuannya harta & kekuasaan. Semua itu dia dapet.

Dan komentar dari mas/mbak anonim itu sungguh well said 😁

Ulik mengatakan...

Agoesinema film ini minta dijelasin coba kalo nnton film horor ecek2 nerima2 aja

agoesinema mengatakan...

Lu aja kali yg suka nonton film ecek2, pertanyaan2 gw itu wajar. Silakan googling aja situs2 yg mereview film WS, banyak yg kasih rating rendah.

Gw penggemar berat WS tp gak militan membela kalau film ini memang banyak kekurangan. Ceritanya terlalu disederhanakan.

Jd banyak karakter yg blm tergali maksimal. Contohnya saja Mahesa birawa penjahat yg sekedar jahat saja, tdk ada sisi lainnya.

Bajak laut bagaspati, pendekar terkutuk pemetik bunga, kala hijau, iblis pencabut sukma, 4 brewok dari gua sanggreng, dan kalingundil digambarkan hanya sbg penjahat2 kroco tanpa karakter yg kuat

Unknown mengatakan...

Mungkin kalau dijelaskan satu persatu latar belakang mereka, diskusi kita ini nggak akan pernah ada karena kita masih belum kelar nonton filmnya. Hehehehe. #Justkidding

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

filmnya nganut aliran DC
masukin karakter ikonik yg banyak dulu
baru nanti di film selanjutnya or solo movie nya digali
hahaha

Unknown mengatakan...

First man bakal tayang g ya mas?

Rasyidharry mengatakan...

@Heru hahaha dan emang nggak perlu semua kok. Lumrah sebenernya kaki tangan musuh utama nggak digali. Kenapa di sini kerasa, karena tampilan karakternya keren, ada harapan yang nggak terpenuhi dari banyak penonton buat kenal mereka. Coba cuma pake kostum ala kadarnya, pasti pada nggak masalah.

@Teguh Yep, untung tone-nya ikutan Marvel yang santai 😁

@Febrian Tayang, jadwal sementara 10 Oktober.

akusukamusuka mengatakan...

Film ini emang belum bisa dikatakan sebagai sebuah lompatan bagi industri perfilman Indonesia. Tp untuk dijadikan standar baru film action comedy nasional, sangat layak. Untuk sebuah origin story wiro sableng/mahesa birawa, menurut saya skenarionya sudah bagus. Emang, banyaknya karakter yg dimunculkan membuat pengembangan karakter terasa kurang. Tp scr naratif, film ini tidak membingungkan sama sekali. Lebih bagus dr justice league menurutq. Ketidaktahuan penonton trhadap situasi, n backstory karakter2 lain, jg dirasakan wiro. Seperti wiro, kita serasa dilemparkan langsung ke situasi konflik d kerajaan pajajaran. Mirip deadpool dgn ensemble cast yg sangat banyak, g mungkin pengembangan karakternya diceritakan detail satu per saty. Hnya bisa dilakukan lewat sekuel.

tegar mengatakan...

saya sdh nonton filmnya, IMHO ini mungkin film aksi terbaik di indonesia yg di sadur dari komik di medio tahun 2000an ini. istri saya saja sampai gak sabar nunggu yg bagian kedua. kekurangannya kalau menurut saya hanya dari segi akting vino yg sama seperti di warkop reborn, kurang luwes dan terlalu dipaksakan, mungkin kalau dian sidik yg jadi wiro malah lebih bagus, hehehe..sherina jg aktingnya kurang lepas dan terlihat membingungkan, dan satu lagi *spoiler alert* kenapa perannya aghniny haque sampai disini aja??saya gak rela loh! terkait masalah ini, departemen naskah harus bertanggung jawab!!!hehehe

dari segi aksi sih, sudah lumayan bagus. dari penceritaan, seandainya 30 menit awal bs dipercepat dan tidak terlalu dimakan pengenalan wiro, mungkin durasi bs di pakai utk ending yg lebih grande!

tp dari segi kostum yg keren, backsound yg support bgt film(walaupun terkadang terdengar terlalu keras), dan komedinya, saya kira sdh lumayan baik..

Rasyidharry mengatakan...

@akusukamusuka Malah bisa dibilang lompatan sebenernya, karena membuka peluang blockbuster lain dibuat dan variasi genre, juga investasi dari luar. Tapi memang bukan "lompatan yang jauh".

@tegar Itu sih kekurangan Vino dari dulu. Selalu ada "ganjalan". Tapi at least, dia bis menghibur dan perawakannya meyakinkan jadi sosok jagoan. Oh nah itu dia! Bangsat memang Mahesa Birawa!!!

wins mengatakan...

Seperti yang pernah dikatakan oleh produser film ini, dari sekian ratus judul novel wiro sableng dirangkum jadi 3 episode, jadi wajar kalau banyak tokoh yg hanya lewat saja.
Mereka sudah punya cerita buat tiga seri, jadi harap bersabar ya....

Fajar mengatakan...

Setuju soal terlalu banyak karakter yg dimunculkan. Tapi masih lebih baik dibanding Rurouni Kenshin (Samurai X) yg mana karakter jupon gatana muncul cuma buat tarung gaya tawuran, maju bareng mati bareng. Kalo di Wiro Sableng ini tiap karakter bisa tampil fight solo.

Fajar mengatakan...

Yg bikin aku kecewa adalah tidak ada cerita bagaimana seorang Sintoweni jadi Sinto Gendeng. Atau bagaimana Wiro Sableng memanfaatkan kesablengannya sehingga bisa menginspirasi rakyat yg hidup dalam ketakutan.
Malah cerita kudeta, misal ceritanya fokus di Sinto Gendeng, Wiro Sableng dan Mahesa Birawa...oh tidak...itu ceritanya Kungfu Panda ya...hehehe.

Alvan Muqorrobin Assegaf mengatakan...

Kisah Sinto Gendeng menurut saya lebih cocok dijadikan tokoh kunci dalam film terakhir. Menurut saya pendekatan film ini hampir seperti Guardian of The Galaxy, Mempunyai tokoh yang bejibun banyaknya, semua mempunyai sisi komedik, dan tokoh utama yang paling digalih latar belakang dan pengembangan karakter. Ibarat kata si Mahesa Birawa itu kayak Ronan, sementara Wiro Sableng adalah Starlordnya. Menarik ketika membandingkan kedua film ini, mempunyai banyak kesamaan elemen dan pendekatan. Namun saya Wiro Sableng masih kurang mulus dalam menjahit beberapa adegan. Tapi untuk debut pertama Dwimas Angga Sasongko dlm film fantasi. Tentu Wiro Sableng layak menjadi standart terbaru film genre serupa (bila ada sineas yang bikin film setipe) menurut mas rasyid gimana?

Rasyidharry mengatakan...

@wins Yak betul, bahkan menurut saya kalau mau dikembangkan lebih dari trilogi pun cukup.

@tri haha pas nonton pun mikir hal serupa, keinget Kyoto Arc di komik Samurai X.

@Alvan Oh ya, ini tone yang dipakai jelas Marvel era phase 1, yang ringan tapi pondasi belum kokoh. Memang ini harus jadi standard blockbuster kita. Artinya, minimal segini, jangan sampai di bawah, kalau bisa lebih. Kalau sukses finansial, selain Si Buta yang lagi proses, bukan mustahil Jaka Sembung dkk "hidup lagi"

Unknown mengatakan...

Ratingnya lumayan. Bikin lumayan ragu buat nonton.

Rasyidharry mengatakan...

@Aji Ragu itu kalau di bawah 3. Kalau 3.5 ke atas, apalagi film lokal, sikat! :)

Unknown mengatakan...

Memang bebetapa adegan aksi yg ada blm bisa di bilang bagus, masih ada lobang logika saat pertarungan berlangsung, tapi setidaknya sebagai film hiburan,ini menghibur sekali.

Mo sisters mengatakan...

coba kalau pertemuan Wiro, Anggini dan Bujang Gila Tapak Cokor diceritakan lebih rapi lagi kayak pertemuan luke, solo, dan leia gitu, kan bagus banget enggak mendadak...

jefry punya cerita mengatakan...

Semoga kedepannya gak cuma si buta dari goa hantu aja yg tayang. Nenek lampir, petruk, nenek pelet bangkit semuanya hehehe

Fajar mengatakan...

Sayang sekali pemberian nama Wiro Sableng dan gelar pendekar kapak maut naga geni 212 diberikan oleh Wira sendiri. Bukan oleh dunia persilatan.
Jadi heran orang sableng kok bisa tahu kalau dirinya sableng.

Rasyidharry mengatakan...

@Tri bukan dong, yang kasih kan Sinto Gendeng.

Fajar mengatakan...

Hehehe...
Lagunya yg di serial kok cuman muncul sebentar pas cameo Kenken. Seandainya jadi lagu opening kayak di filmnya james bond. Pasti makin wow.

Rasyidharry mengatakan...

Opening sih kayaknya kuurang cocok ya, tapi berharap lebih panjang sih lagunya pas cameo Kenken, at least sampai liriknya nongol.

Anonim mengatakan...

Kira kira di ending ada adegan gerobak yang nyungsep enggak ya? hehehe

Yolana mengatakan...

Yap. Bener mas. Kesalahan di pendekar tongkat emas terulang lagi. Final fight nya kurang greget. Malah kok lebih dahsyat pertarungan Wiro dan Mahesa sebelumnya di hutan. Hanya beda nya yg dihutan gak pake kapak (btw, itu kapak kemana ya pas dihutan? Ada yg tau kah?)

Overall, saya merinding nontonnya. Sempat gak mau nonton setelah baca review mas Rasyid. Maklum lah, saya pembaca setia Wiro dan pernah patah hati dg sinetron nya dulu, sinetron yg menjadikan karya sastra besar sbg lelucon disetiap Minggu nya 😔.

Amat sangat layak tonton. Meskipun Sherina kayaknya musti latihan akting lagi. Dan sempat berpikir, kenapa bukan dia aja yg mati? Wkwkkww #disambitfanssherina

Rasyidharry mengatakan...

@Unknown Waduh nggak sampe separa PTE sih, kalau itu bukan lemah tapi beneran dipotong kebanyakan aksinya. Kapak yang hilang di hutan itu inti filosofi yang diajarin Sinto Gendeng. Balas dendam akan bawa pendekar ke "sisi hitam". Makanya begitu motivasi Wiro dikuasai balas dendam, dia nggak bisa pakai kapaknya

Yolana mengatakan...

Oh, ala ala Thor dan hammer nya lah ya. Thanks penjelasannya mas. Dan maaf saya unknown. Belum mudeng gimana cara nya munculin nama 😁

Oya, sekedar info. 4 brewok dari gua sangreng, pendekar pemetik bunga, itu mereka judul tersendiri loh di novel nya, main villain. Jadi agak sayang pas dijadikan peran ala kadar nya.

Cgi diatas pohon juga agak menggangu. Mestinya tak usah berlama-lama, biar gak terlalu jelas fake nya, hihihi

Rasyidharry mengatakan...

@Yolana Yes, bener, in fact, Wiro ini pendekatannya emang mirip sama MCU phase 1. Tone ringan, cerita ringan, fokus di world-building tapi belum solid.

Yah, soal 4 brewok sebenernya kasus yang mirip kayak banyak film superhero. Musuh yang punya cerita sendiri di source material porsinya dikurangin, ngalah sama yang lebih "gede". Disayangkan, tapi bisa dimengerti.

Kalo soal CGI yah anggep aja ini ajang latihan. Kalau direm terus porsinya nggak progres nanti 😁