JAFF 2018 - MALILA: THE FAREWELL FLOWER (2017)
Rasyidharry
Desember 01, 2018
Anucha Boonyawatana
,
Anuchit Sapanpong
,
Bagus
,
Chaiyapruek Chalermpornpanich
,
REVIEW
,
Sukollawat Kanarot
,
Thai Movie
6 komentar
Malila: The Farewell Flower—perwakilan Thailand di Oscar 2019—akan
membawamu menuju perjalanan liris, yang sesekali mistis, yang berperan selaku
observasi terhadap rasa sakit serta ketakutan akan kematian. Ini adalah slow-burning filmmaking yang tak
melelahkan karena rutin menyuguhkan poin-poin baru untuk dimaknai.
Dua mantan kekasih, Shane
(Sukollawat Kanarot) dan Pitch (Anuchit Sapanpong), bertemu setelah perpisahan
panjang yang membawa masing-masing menghadapi penderitaan personal. Keduanya kehilangan
sosok tercinta tapi menyikapinya dengan berkebalikan. Selain ibundanya tewas
dibakar hidup-hidup akibat dianggap penyihir, Pitch mengidap kanker stadium
akhir. Sedangkan Shane kehilangan puteri kecilnya karena serangan piton, lalu
ditinggalkan sang istri karena ia memilih alkohol selaku pelarian dari duka.
Tapi saat Shane masih seorang
pemabuk yang dihantui kematian puterinya, Pitch hidup damai menanti kematian
yang telah pasti. Sewaktu pengobatan modern maupun tradisional berujung
kegagalan, Pitch justru merasa membaik tiap membuat Bai Sri (rangkaian bunga
untuk upacara adat di Thailand). Menurut Shane itu sekadar sugesti. Mungkin
benar, namun bukan itu poin utamanya. Pitch enggan menaruh ketakutan pada ajal,
senantiasa tenang bagai orang yang sudah “selesai dengan dirinya”, sehingga
bisa hidup dalam ketenangan.
Mereka bereuni, saling bercerita,
sementara kita terus mempelajari sisi-sisi baru soal keduanya lewat obrolan yang
diisi kalimat-kalimat pendek tanpa basa-basi. Sensitivitas penyutradaraan Anucha
Boonyawatana (The Blue Hour) menggiring
tempo lambatnya menuju proses kontemplasi lembut daripada keheningan kosong.
Kita mendengar bahwa Shane
mengelola perkebunan yasmin didorong kegemaran Pitch merangkai bunga, sehingga
kita menyadari betapa ia masih mencintai si mantan kekasih. Tapi puteri Shane
pun terbunuh tepat di lokasi favorit mereka dahulu, sehingga kita juga
menyadari betapa memori-memori bersama Pitch tak selalu Shane identikkan dengan
kebahagiaan. Mungkin itu pula alasan ketidakhadirannya pada pemakaman ibu
Pitch.
Toh akhirnya mereka kembali ke
tempat yang kini telah ditutupi rerumputan liar tersebut. Di sana kita
menyaksikan apa yang ditawarkan kedua pemeran utama. Anuchit Sapanpong dengan feminitas, tatapan
lembut, dan kemudahan mengucapkan hal-hal menyakitkan; Sukollawat Kanarot
dengan machismo yang terluka ditambah ketidaknyamanan, khususnya ketika
mendapati seonggok bangkai piton menghalangi jalan. Shane mengambil ranting
guna membuang bangkai ketimbang membiarkan seperti adanya, serupa dengan
caranya menyikapi duka.
Pelan-pelan, reuni ini membantu
Shane, yang memutuskan mengejar keinginan lama menjadi biksu demi kesembuhan
Pitch. Malang, Pitch meregang nyawa sebelum niat itu terlaksana. Berikutnya, Malila: The Farewell Flower memasuki
fase di mana sebagai biksu, Shane mesti menghadapi ketakutannya serta dituntut
terus menjaga kesadaran. Proses ini (salah satunya) diwakili adegan saat Shane
diminta menghitung berapa kali ia menyuap nasi oleh rekannya sesama biksu. Fase
ini menghantarkan momen demi momen bermakna sembari terus memberi pemahaman
baru terkait beragam filosofi Buddha.
Sinematografi Chaiyapruek
Chalermpornpanich (The Blue Hour) tak
ragu menampilkan berbagai pemandangan mengganggu secara gamblang, seolah
filmnya sendiri ingin penonton menyusuri perjalanan yang Shane lalui. Ujian terakhir
untuk Shane tidak lain sewaktu harus bermeditasi di depan mayat yang telah
membusuk. Baginya (dan kita) proses itu sukar sekaligus menjijikkan, tapi
sekalinya Shane mampu memandang mayat tersebut sebagai salah satu siklus
kehidupan dan bagian alam, kedamaian juga penerimaan bakal menghampirinya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
6 komentar :
Comment Page:Malila, Ave Maryam, 27 Steps of May, Keluarga Cemara. Habis ini film dari JAFF apa lagi yang bakal direview
Kemungkinan:
-Love is A Bird
-If This is My Story
-Istri Orang
-Daysleepers
-Nyanyian Akar Rumput
-Kucumbu Tubuh Indahku
Lgbt ya?
Ada elemen itu termasuk adegan seks, tapi bukan fokus utama
masih ga ngerti knp mayat itu jadi pitch
emang mayat yang membusuk itu mayatnya pitch ya??
Posting Komentar