WIDOWS (2018)
Rasyidharry
Desember 09, 2018
Bagus
,
Colin Farrell
,
Crime
,
Daniel Kaluuya
,
Drama
,
Elizabeth Debicki
,
Gillian Flynn
,
Jon Bernthal
,
Liam Neeson
,
Michelle Rodriguez
,
REVIEW
,
Sean Bobbitt
,
Steve McQueen
,
Thriller
,
Viola Davis
8 komentar
Steve McQueen (Shame, 12 Years a Slave) melakukan apa yang kebanyakan sutradara takkan
berani lakukan. Dia memasang Liam Neeson dan Jon Bernthal—dua aktor yang
identik dengan machismo—dalam jajaran pemain, memberi keduanya peran singkat
untuk mengakomodasi terciptanya suguhan bertema women’s empowerment. Di balik konsep heist-nya, Widows yang
diadaptasi dari serial televisi Inggris berjudul sama (1983-1985) pun
bertaburan ragam topik kompleks seperti seksisme, politik korup, hingga rasisme.
Empat wanita—Veronica (Viola
Davis), Linda (Michelle Rodriguez), Alice (Elizabeth Debicki), Amanda (Carrie
Coon)—tengah berduka akibat kematian suami masing-masing pasca kegagalan sebuah
aksi perampokan yang dipimpin Harry (Liam Neeson). Seolah belum cukup, masalah
lain silih berganti hadir, salah satunya tuntutan Jamal (Brian Tyree Henry),
bos mafia korban perampokan Harry dan kawan-kawan, kepada Veronica agar
mengembalikan uang curian itu, yang akan dipakai berkampanye guna menumbangkan pesaingnya,
Jack (Colin Farrell).
Menulis naskahnya bersama Gillian
Flynn (Gone Girl), McQueen memaparkan
realita pahit para janda yang acap kali dipandang lemah tak berdaya setelah
ditinggal sosok lelaki pendamping. Stigma negatif itulah yang coba diruntuhkan Widows, di mana para janda dipaksa menanggung
dosa mendiang suami mereka. “Sudah mati saja masih merepotkan”. Mungkin
demikian kalimat kasarnya. Tapi dari situlah wanita-wanita film ini menemukan
jalan pembuktian diri.
Widows merupakan proses membuktikan kemandirian dan lepas dari
bayang-bayang pria.Veronica diancam Jamal, Linda kehilangan toko akibat hutang
judi suaminya, tapi kisah paling mengikat datang dari Alice. Merupakan korban
KDRT, ketergantungan akan suami menyulitkannya menemukan pijakan sendiri.
Bahkan sang ibu (Jacki Weaver) memaksanya mengeruk uang para pria kaya demi
kelangsungan hidup, karena menurutnya, wanita tak semestinya independen dan
mesti mengandalkan sokongan pria.
Sebagai pemilik reputasi tertinggi,
wajar bila Viola Davis menonjol. Kepiawaiannya mengolah rasa akan mengisi
banyak perbincangan soal musim ajang penghargaan. Tapi tak semestinya kita
melupakan Elizabeth Debicki. Performa Debicki kuat namun subtil, di mana tanpa
banyak letupan, ia memperlihatkan transformasi mengagumkan seorang wanita
gamang yang pelan-pelan lelah diperlakukan bagai sampah. Prosesnya dipaparkan
detail (penderitaan, pemicu perubahan, rintangan), sehingga saat tiba di garis
akhir, yang saya rasakan adalah kepuasan.
Walau bertabur kritik sosial (termasuk
mengenai kekerasan beraroma rasisme oleh aparat yang meski singkat namun
memberi dampak hebat), McQueen tetap sadar bahwa ia sedang membuat film heist. Elemen heist sendiri mulai dikedepankan setelah Veronica mengajak para
janda lain meneruskan pekerjaan suami mereka yang belum tuntas, yakni merampok
uang senilai $5 juta. Di tengah memanasnya iklim politik kala dua nama berebut
kuasa, siapa sangka para wanita yang dikira tak punya daya setelah menjanda
berencana merampas harta?
Total terdapat dua perampokan: Opening dan klimaks. Sejak adegan
pembuka, McQueen, yang dikenal sebagai sutrdara drama, langsung membuktikan
kapasitas mengemas heist selaku
hiburan popcorn. Ketegangan berhasil dibawa ke puncak, terlebih tiap kali
rencana karakternya menemui rintangan kemudian terjadi hal mengejutkan. McQueen
paham timing yang tepat untuk
menyentak penontonnya.
Dibantu sang sinematografer langganan,
Sean Bobbitt, McQueen menerapkan pergerakan kamera yang akan menyerap kita ke dalam
situasi di layar, termasuk sebuah momen kala kamera itu bergerak melingkari
Daniel Kaluuya, yang tampil amat intimidatif memerankan Jatemme, adik sekaligus
kaki tangan Jamal, yang juga berperan sebagai eksekutor berdarah dingin.
Satu-satunya ganjalan hanya, walau
tersaji intens, aksi perampokannya bergulir terlalu mudah. Ya, McQueen memang
tidak bertujuan menyajikan perampokan bergaya nan over-the-top serupa seri Ocean’s,
namun setelah penantian dan perencanaan panjang, penonton (serta jajaran
tokohnya) pantas mendapatkan lebih banyak porsi heist. Tapi anda akan melupakan kelemahannya setiap Widows memamerkan kekuatannya, termasuk last shot emosional yang menggambarkan
bagaimana para janda itu memiliki satu sama lain.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
8 komentar :
Comment Page:Bener, adegan perompakannya kurang panjang walau berhasil bikin bener-bener tegang. Performa top disini ya emang Davis, Debicki, ama Kaluuya. Mukanya Kaluuya bikin kesel. Btw Debicki tingginya berapa dah? Setiap kali diri bareng yang lain, keliatan tinggi banget
Ada peluang di oscar gak widow minimalnya nominasi? Secara kemaren di golden globe film widows seakan terlupakan.
@Willy Kalau nggak salah di atas 190 cm.
@Rafika Karena jurinya beda, GG sebenernya nggak bisa jadi acuan. Tapi hype Widows memang nggak seberapa kuat. Best Actress masih bisa, karena Davis itu dihormati, macam Streep. Best Picture juga mungkin, selama jumlah nominee >7
Suka adegan terakhir
Spoiler :
Pertemuan veronica dan alice di cafe. Simpel tapi memberikan makna di endingnya .
Mengidolakan Davis krn serial HTGAWM .😍😍😍
Semoga bisa nonton minggu ini. 🙏🏻
Berasa deja vu liat Viola Davis ngumpulin skuad, bedanya ini buat ngerampok, bukan bunuh diri. 😆😆😆😆😆
Saya berharap ada tempat buat Buat Daniel Kaluuya di Osar nanti.. itu aja sih..
Well, peluangnya nggak seberapa besar buat dapat nominasi, tapi selama Fox mau total kampanye, masih mungkin. Apalagi sebelumnya di Get Out dia pernah bikin juri kepincut.
Posting Komentar