HOW TO TRAIN YOU DRAGON: THE HIDDEN WORLD (2019)
Rasyidharry
Januari 06, 2019
America Ferrera
,
Animated
,
Cate Blanchett
,
Dean DeBlois
,
F. Murray Abraham
,
Jay Baruchel
,
Lumayan
,
REVIEW
4 komentar
Pada satu kesempatan, Hiccup (Jay
Baruchel) kewalahan menjalani perannya sebagai kepala suku Berk, tepat ketika
ia mulai berpikir untuk “membebaskan” Toothless. Sang ibu, Valka (Cate
Blanchett) beranggapan, itu terjadi karena Hiccup merasa harus memimpin seorang
diri, tanpa sokongan orang-orang di sekitar sebagaimana mendiang ayahnya dulu.
Astrid (America Ferrera) setuju, lalu menyebut bahwa gamang Hiccup akibat rasa
tidak percaya diri tanpa keberadaan Toothless.
Argumen Valka membahas soal
kebersamaan, sedangkan pernyataan Astrid membicarakan kepercayaan diri. Keduanya
merupakan pesan yang berbeda (kalau bukan kontradiktif) dan bisa dipakai untuk
membentuk dua film terpisah. Jika apa yang How
to Train Your Dragon: The Hidden World maksud adalah keduanya mampu (bahkan
harus) saling melengkapi, poin itu tak pernah benar-benar digali, membuktikan
kalau mencapai film ketiganya, penceritaan seri ini mulai melemah, dan sudah
tiba waktunya mengucap salam perpisahan.
Sebab setelah Hiccup menerima
takdirnya sebagai pemimpin, sementara manusia dan naga telah hidup berdampingan
(setidaknya di Berk), apa yang tersisa untuk diceritakan? Sutradara sekaligus
penulis naskah Dean DeBlois sadar, dan (secara natural) membawa film ketiga
menuju kisah soal merelakan. Seri How to
Train Your Dragon sejatinya memang selalu mengenai proses pendewasaan
Hiccup, dan tidak ada fase yang lebih menantang dalam pendewasaan dibanding
keharusan merelakan. All good things must
come to an end.
Di bawah panduan Valka, Hiccup bersama
teman-temannya kini bertindak selaku “pasukan pembebas” bagi naga-naga yang
dikurung umat manusia. Hiccup pun sekarang telah menjadi prajurit gagah berani
dengan pedang api membara dan kemampuan mengendarai naga yang selalu luar
biasa. Tapi dilema menerjang hatinya tatkala menyadari sudah terlampau banyak
naga bernaung di Berk, membuat mereka jadi sasaran empuk para pemburu.
Kekhawatiran tersebut terwujud
ketika Grimmel (F. Murray Abraham), sang pemburu naga nomor satu yang
mengabdikan hidupnya membunuh night fury, menyadari keberadaan Toothless.
Ideologi yang tertuang pada tiap perkataan Grimmel membuatnya nampak bak white supremacist di dunia nyata. Dia
meyakini manusia adalah makhluk superior, sedangkan eksisteni naga mengganggu
stabilitas, makhluk asing yang mesti dimusnahkan. Bahkan Grimmel memiliki dua
ekor naga sebagai budak yang ia kontrol dengan serum buatannya.
Ancaman Grimmel memaksa Hiccup
mengungsikan rakyat Berk. Tujuannya tak lain “The Hidden World”, tempat asal leluhur naga yang telah lama dicari
sang ayah. Baru di pertengahan, filmnya membawa kita menuju petualangan mencari
dunia tersembunyi. Sebelumnya, How to
Train Your Dragon: The Hidden World berkutat soal pergolakan batin tokoh
utama, membuatnya berbeda dibandingkan keajaiban film pertama atau sekuel penuh
aksinya. Balutan dramaThe Hidden World
bergerak lebih lambat, berpotensi melelahkan bagi penonton anak, namun kurang
menggigit untuk orang tua.
Tapi tiap kali DeBlois melontarkan
adegan aksi, The Hidden World terbukti
menawarkan spectacle yang tak pernah
nampak kerdil bila disejajarkan dengan live
action blockbuster. Bombastis, dinamis, meki beberapa kali berakhir terlalu
dini. Setelah tiga film How to Train Your
Dragon, terbukti bahwa DeBlois sepenuhnya sudah menguasai cara merangkai
visual lewat medium animasi. The Hidden
World memang berada di puncak kala memamerkan pencapaian visual, seperti
saat kita dibawa memasuki dunia tersembunyi dengan lingkungan glow in the dark memesona.
Lihat juga subplot tentang romansa
Toothless dan night fury betina cantik berwarna putih yang dipanggil Light
Fury. Kecerobohan dan keluguan Toothless dalam usaha merebut perhatian sang
pujaan hati jauh lebih lucu dan menggemaskan dibanding banyak film romansa yang
melibatkan manusia. Saya tertawa melihat kecanggungan mereka, lalu terpukau
saat mereka terbang berdampingan di angkasa, bermanuver menembus badai bagai dua
makhluk agung penguasa angkasa.
Beberapa elemen narasinya memang
kurang bekerja, termasuk pesan mengenai “minimnya kerja sama antara para Viking
muda” yang usai begitu saja tanpa proses memadahi. Namun poin cerita tentang “merelakan”
sanggup membawa cukup rasa guna menutupi kelemahan-kelemahannya. Sekitar 10
menit akhir How to Train Your Dragon: The
Hidden World memberi apa yang film ini butuhkan sebagai penutup emosional
bagi salah satu trilogi animasi terbaik sepanjang masa.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:Kapan release di bioskop indo ya bang?
Tanggal 9.
Bang barusan liat. Ga ada credit scenenya kan bang?mau nungguin tp dah sepi,ga enak ma yg bersih2 hehehe
Tenang, nggak ada kok. Terakhir pas anak Hiccup itu aja.
Posting Komentar