UNSTOPPABLE (2018)
Rasyidharry
Januari 06, 2019
Action
,
Crime
,
Don Lee
,
Kim Min-ho
,
Kim Min-jae
,
Kim Sung-oh
,
Korean Movie
,
Lumayan
,
Ma Dong-seok
,
Park Ji-hwan
,
REVIEW
,
Song Ji-hyo
10 komentar
Unstoppable membuktikan bahwa Ma Dong-seok alias Don LEE layak
menjadi salah satu bintang film terbesar di Korea Selatan kalau bukan seluruh
dunia. Banyak aktor dan aktris mampu memerankan mantan gangster/militer yang
coba menjalani hidup damai, namun sedikit yang bisa memberi hati dan kelembutan
meyakinkan sebaik Ma. Setelah melihat secercah talentanya sebagai jagoan
penyayang dalam Train to Busan (2016)
dan Along with the Gods: The Last 49 Days
(2018), Unstoppable
menyempurnakannya.
Ma memerankan Dong-chul, mantan
gangster ternama yang dikenal lewat pukulan mautnya. Dia bahkan pernah membunuh
kerbau dengan tangan kosong, sehingga memberinya julukan “Bull” (film ini
awalnya berjudul Raging Bull). Tapi
sekarang ia menjalani hidup biasa sebagai pemasok ikan yang tengah mengalami
kesulitan finansial akibat jarang dibayar dan kerap tertipu dalam bisnis palsu
karena kebaikan hatinya.
Sang istri, Ji-soo (Song Ji-hyo)
total mendukung kehidupan baru Dong-chul. Bahkan ia kini nampak lebih galak
serta dominan daripada suaminya. Di satu obrolan dalam mobil, Dong-chul hanya
mengangguk patuh kala diomeli sang istri. Menyaksikan kesungguhannya di adegan
itu saja cukup untuk mensahkan statusnya sebagai karakter likeable.
Tidak lama setelah pembicaraan
tersebut, mereka tertabrak mobil Gi-tae (Kim Sung-oh), yang sebelumnya kita
lihat menyiksa seorang pria yang berhutang padanya dengan tingkah bak psikopat.
Dia tertawa riang sambil menawarkan beragam variasi cara bagi sang korban
memalsukan kematiannya, tersenyum kala mengiris pergelangan tangan pria itu,
lalu menculik puterinya sebagai jaminan.
Ketika Dong-chul meminta permintaan
maaf dan kesediaan mengisi laporan ke polisi dengan sopan—yang tentu saja tidak
berhasil—Ji-soo keluar dari mobil dan meluapkan amarahnya. Ini satu lagi
situasi bermakna, karena saya yakin, Ji-soo melakukan itu demi menjaga agar
sang suami tidak tersulut. Sialnya, sikap tersebut menarik perhatian Gi-tae,
dan suatu malam, pasca kejutan ulang tahun yang gagal, ia menculik Ji-soo. Jika
familiar akan film bertema serupa, mungkin anda bakal terkejut saat Dong-chul
tidak serta merta “menyalakan mode vigilante”.
Dia melapor pada polisi, memilih sabar menanti.
Keputusan itu memberi naskah
tulisan Kim Min-ho—yang juga melakoni debut penyutradaraan di sini—bobot lebih,
sebab artinya, momen-momen sebelumnya bukan sebatas jembatan tanpa arti menuju
gelaran aksi, melainkan sebuah studi karakter yang nyata. Bahkan di kondisi
genting pun Dong-chul tetap coba menahan diri, setia pada identitas barunya. Dia
telah berjanji pada istri tercintanya.
Tentu akhirnya ia kehilangan
kesabaran setelah minimnya progres investigasi polisi. Dong-chul pun sempat
melihat foto-foto wanita korban penculikan di dinding yang belum ditemukan,
mendukung asumsi jika kepolisian kurang becus menangani kasus. Apa mereka
memang tak mampu atau tak sungguh-sungguh? Pun di satu titik, filmnya sempat
menggoda kita untuk berprasangka, “Apakah mereka termasuk polisi korup?”.
Begitu Dong-chul memutuskan turun tangan, Unstoppable tancap gas
menyajikan aksi keras di mana sang tokoh utama menghajar habis orang-orang yang
menghalangi jalannya. Dibantu Choon-sik (Park Ji-hwan) si kawan lama dan
President Bear (Kim Min-jae) yang ahli perihal mencari orang (keduanya dipakai
mengisi unsur komikal yang cukup ampuh memancing tawa), Dong-chul memulai
penyelidikan.
Elemen investigasi Unstoppable sebenarnya tidak spesial,
sekadar mengikuti pakem standar yang melibatkan pencarian plat nomor, nama,
hingga markas persembunyian Gi-tae. Kisahnya sedikit menyenggol sisi kelam Korean Wave, tapi serupa isu soal
kinerja polisi, urung digali mendalam. Tapi Unstoppable
tetap menyenangkan disaksikan. Berkat babak perkenalan yang sukses, dengan
senang hati saya mendukung Dong-chul, yang mana cukup selaku pondasi intensitas.
Min-ho sanggup menjabarkan aksi hard-hitting yang solid. Sekalinya
pancaran mata Ma Dong-seok berubah, ia bertransformasi menjadi mesin tak
terhentikan yang bisa menghilangkan kesadaran seseorang hanya lewat satu
pukulan, menggetarkan tembok bagai raksasa sedang melangkah, juga menghancurkan
seisi bangunan semudah meremukkan tripleks.
Beberapa perkelahian Ma jelas
memancing decak kagum, namun para wanita, khususnya Ji-soo, tak ketinggalan
diberi kesempatan bersinar. Dia bukan sosok lemah yang cuma menangis, berdiam
diri menanti diselamatkan. Diperlihatkannya kekuatan fisik pula kecerdasan
dalam salah satu sekuen paling menegangkan di filmnya. Of course you’re not going to cast Song Ji-hyo as a helpless, passive,
damsel in distress, right?
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
10 komentar :
Comment Page:Buat orang dewasa gak seru Bang.
Sampai ending film gak ada satupun tokoh yang almarhum.
Ini mah film untuk segala umur :-D
Itu kepala nyungsep ke langit-langit kurang almarhum apa 😂
Kayak i saw the devil ya?
Bacanya mirip2 taken atau equalizer bang?
Bukannya yang nyungsep dilangit2 masih hidup Bang?
Seingat saya diending film yang badannya gede itu ikut digiring polisi.
Song ji-hyo? I love her...
@Bais beda sih, I Saw the Devil kan revenge, kalau ini lebih deket ke Taken.
@Badminton Taken iya. Kalau The Equalizer yang pertama, soalnya yang kedua udah masuk revenge thriller.
@Dana Oo tubuhnya idup, otaknya pasti koit itu haha
@wins yes, me too! Senang lihat dia dapet peran yang pas.
jadi tertarik nonton, mau ke bioskop di website download film malah udh keluar, hadehhh
Film Korea itu jarang yang mengecewakan. Entah setelah saya terobsesi dengan film-film Korea jadi kurang begitu bergairah menonton film Barat, kecuali yang benar-benar booming banyak dibicarakan.
downloadnya dimana siih??
nyari linknya gak nemu
Posting Komentar