PREMAN PENSIUN (2019)
Rasyidharry
Januari 19, 2019
Aris Nugraha
,
Comedy
,
Cukup
,
Didi Petet
,
Drama
,
Epy Kusnandar
,
Indonesian Film
,
M. Fajar Hidayatullah
,
REVIEW
,
Safira Maharani
,
Tya Arifin
9 komentar
Cerita semacam ini kerap saya
dengar sejak kecil dari ayah. Tentang seorang pria “penguasa” jalanan yang
dihormati anak buahnya, yang terdiri atas segerombolan preman setempat paling
ditakuti. Bisa dimengerti ketika beliau tidak bangga akan kisah tersebut, namun
sebagai bocah, tumbuh kekaguman akan sosok-sosok demikian. Bahkan salah satu tontonan
favorit saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar adalah Goodbye Mr. Cool (2001) yang dibintangi Ekin Cheng.
Pada sebuah adegan dalam Preman Pensiun, Muslihat alias Kang Mus
(Epy Kusnandar) menyuruh Ujang (M. Fajar Hidayatullah) mencari orang untuk
diam-diam melindungi puterinya, Safira (Safira Maharani). Mereka senang hati
membantu, sebab Kang Mus bukan semata bos, melainkan keluarga. Saya pernah
mengalami hal serupa kala dahulu pertama tiba di perantauan untuk berkuliah. Saya
mengagumi bentuk hubungan tersebut.
Itulah kenapa saya menikmati Preman Pensiun, walau belum menonton
tiga musim serialnya. Kisah filmnya dimulai tiga tahun selepas episode
terakhir, di mana Kang Mus beserta anak buahnya membubarkan diri demi memulai
kehidupan baru. Tapi nyatanya, sulit
meninggalkan bisnis lama mereka, yang seperti diucapkan mendiang Kang Bahar
(Didi Petet), adalah “Bisnis yang bagus tapi bukan bisnis yang baik”.
Kang Mus mengalami nasib serupa,
tatkala usaha kecimpring miliknya semakin sepi setiap hari. Selain itu,
terdapat pula kisah lain, seperti kekhawatiran Kang Mus akan Safira yang telah
beranjak dewasa dan memiliki kekasih, hingga konflik lebih besar nan serius
perihal pengeroyokan seorang pria.
Saya asing dengan serialnya, tapi sekali
waktu saat pulang kampung, saya sempat menyimak beberapa judul produksi RCTI
lainnya (Tukang Ojek Pengkolan, Dunia
Terbalik, dan lain-lain). Sutradara sekaligus penulis naskah Aris Nugraha,
yang dahulu turut melahirkan tontonan legendaris Bajaj Bajuri, kentara berusaha mempertahankan gaya khas “sinetron
Sunda” tersebut. Aris pernah menyatakan keengganan mengangkat Preman Pensiun ke layar lebar, karena
khawatir bakal menjadikannya eksklusif. Baginya, Preman Pensiun merupakan hiburan rakyat.
Hasilnya, penggemar lama secara
khusus, atau pemirsa televisi secara umum, takkan merasa teralienasi begitu
disuguhi lawakan ringan atau musik bernuansa Sunda garapan Dani Supit yang
mengalun sepanjang film. Bedanya, berkat tambahan production value, otomatis Preman
Pensiun punya tampilan lebih sinematik, pun didukung pilihan sudut kamera
yang tak sinetron-ish.
Aris Nugraha juga mempertahankan
model tutur sinetron, di mana begitu banyak cabang cerita untuk disatukan
selama 90 menit durasi. Tempo cepat cenderung ngebut wajib diterapkan, ketika
lompatan antar momen terjadi sekejap mata. Guna mengakali itu, Aris memakai
teknik transisi yang membuat dialog dan gambar muncul silih berganti bak saling
bersautan (Bagi kebanyakan penonton, teknik ini dipopulerkan film-film Warkop
DKI).
Teknik bernuansa komedik di atas
mungkin takkan memancing tawa lepas, tapi cukup menyuntikkan nuansa keceriaan
yang memancing senyum. Cara tutur tersebut sejatinya melemahkan kekuatan drama
mengenai usaha pertobatan para pensiuman preman. Konflik yang sesungguhnya
sederhana berakhir lebih rumit ketimbang seharusnya. Desain narasi Preman Pensiun memang tak bertujuan
menguatkan emosi, melainkan memfasilitasi agar durasi singkatnya bisa mencakup
seluruh cabang cerita, dan tentu saja, bersenang-senang.
Biarpun tanpa cerita yang seberapa
dalam, Aris Nugraha telah berhasil mencapai tujuan awalnya, yaitu membuat film
hiburan bagi semua kalangan. Deretan karakternya “berwarna”, pun sesekali bertindak
absurd. Sebutlah Mang Uu (Mang Uu) dengan Bahasa Inggris ala kadarnya, atau
Kang Pipit (Ica Naga) yang gemar menggoda wanita dan memperhatikan
detail-detail kecil tidak penting. Humor dari karakternya hadir dalam dosis
secukupnya. Aris berusaha melucu tanpa memaksakan kekonyolan di tiap adegan.
Di luar dugaan, Preman Pensiun juga menyimpan hati,
seperti nampak kala Kang Mus mengenang masa-masa menjadi anak buah Kang Bahar
di depan puteri mantan bosnya itu, Kinanti (Tya Arifin). Saya terenyuh meski
tak pernah melihat langsung hubungan Kang Mus dengan Kang Bahar berkat akting
solid Epy Kusnandar (seperti biasa), serta sensibilitas Aris Nugraha membungkus
melankoli dalam proses mengenang sesuatu yang pantas dikenang.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
9 komentar :
Comment Page:Saya penonton setia Preman pensiun di sinetronnya. Sayangnya kang Komar nggak ada di film ini. Endingnya belum benar-benar selesai,kayaknya ada Preman Pensiun season 2
Well, ngelihat jumlah penontonnya, sekuel cuma tinggal tunggu waktu
Yaelah sinetron ke layar bioskop. Kagak worth banget . Sayang duid. Mending nonton aquamen
Just 3 stars? Knapa?
film nya biasa aja..nothing special..promosi nya yg luar biasa..
Tp dpt review positif dr kritikus film
Burning ilang dari Best Foreign Film😭
Yeaahhh...nominasi Oscar udah keluar..wah postingan ente mana bung..harus skroll lg nih k bawah
@Anna Iya, padahal paling suka itu. Ya udah lah, Cold War juga bagus soalnya.
@hilpans Nggak perlu dicari, ancur haha. Dari 106 tebakan cuma bener 78
Posting Komentar