11:11: APA YANG KAU LIHAT? (2019)

8 komentar
Begitu buruk dan membosankan 11:11: Apa yang Kau Lihat?, hampir sepanjang durasi saya bermain “memirip-miripkan”. Twindy Rarasati mirip Prisia Nasution, Rendy Kjaernett seperti versi lebih ganteng dari Dian Sidik, Bayu Anggara dan Ge Pamungkas bagai pinang dibelah dua, sementara Fauzan Smith mengingatkan saya kepada Fauzi Baadilla. Well, yang terakhir mungkin agak dipaksakan.

Keisengan itu jauh lebih menghibur ketimbang berusaha mencerna horor bodoh nan melelahkan, yang bahkan tak mau repot-repot menjelaskan signifikansi “11:11” di judulnya. Debut penyutradaraan Andi Manoppo (sebelumnya dikenal sebagai pimpinan pasca produksi dalam lebih dari 70 film) ini dua kali memperlihatkan peristiwa mistis tepat pada pukul 11:11 yang memang identik dengan banyak mitos, tapi kenapa itu lebih dari sekadar trivia sehingga pantas dijadikan judul?

Sementara sub judulnya malah mengajukan pertanyaan. “Apa yang kau lihat?”. Karena karakternya tak pernah bermasalah dengan apa yang mereka lihat, saya yakin pertanyaan itu diajukan bagi penonton. Apa yang saya lihat? Jawabannya: tidak ada. Karena film ini terlampau keruh, baik gambar maupun kualitasnya secara menyeluruh.

Adegan pembukanya agak menjanjikan, sebab bertempat di lokasi yang berbeda dibanding deretan kompatriotnya sesama horor lokal buruk. Alkisah dua pria menyelam, memasuki sebuah kapal karam, mengambil suatu artefak, sebelum salah satu dari mereka ditarik oleh sosok misterius, sedangkan satunya lagi tergulung ombak raksasa. Tapi selepas memperkenalkan keempat tokoh utamanya, 11:11: Apa yang Kau Lihat? Mulai memasuki pakem klise soal perjalanan muda-mudi merambah lokasi angker.

Tiga instruktur selam, Galih (Rendy Kjaernett), Martin (Bayu Anggara), dan Ozan (Fauzan Smith), plus seorang murid baru, Vania (Twindy Rarasati) si vlogger ternama, berlibur ke pulau terpencil bernama Tanjung Biru. Pulau tersebut sepi. Selain keempatnya, hanya ada seorang penjaga, yang melarang mereka menginjakkan kaki ke titik bernama Karang Hiu. Tentu sebagai darah muda penuh rasa penasaran (baca: bodoh), mereka menolak patuh. Tapi itu tidak langsung terjadi.

Jadi amunisi apa yang disiapkan oleh duo penulis naskahnya, Nicholas Raven (Berangkat!) dan Baskoro Adi Wuryanto (Gasing Tengkorak, Jailangkung, Sakral) sebelum teror utamanya berlangsung?

Tunggu sebentar.........

DEMI SILUMAN LAUT! FILM INI DITULIS NASKAHNYA OLEH MAHAGURU BASKORO ADI WURYANTO???!!! Sekarang semuanya masuk akal! 

Pantas saja alurnya begitu kosong, hanya diisi adegan Martin dan Ozan merayu Vania ditambah selipan mimpi buruk aneh Galih mengenai sang ibu (diperankan Lady Nayoan, istri Rendy Kjaernett) yang telah lama hilang. Saya merasa bodoh sebagai pecinta film karena gagal mengenali karya Mahaguru, padahal ciri-cirinya sudah disebar sepanjang film.

11:11: Apa yang Kau Lihat? dijual sebagai “horor lokal langka berlatar bawah laut”, tapi kualitas gambar bawah lautnya bahkan kalah jernih dibanding bumper legendaris “RCTI Oke” dari era 90-an itu. Di sini, laut begitu keruh, sedangkan ikan-ikan kehilangan warnanya. Hal paling menggelikan dari adegan menyelamnya adalah pemakaian audio dub yang dikemas agar terdengar seolah karakternya saling bicara melalui HT. Mungkin pembuat filmnya khawatir penonton sukar memahami bahasa non-verbal sederhana, tapi kualitas voice acting menggelikan jajaran pemainnya jelas tak membantu.

Soal teror bawah laut, mungkin Andi Manoppo merasa bahwa menyuruh karakternya berenang tak tentu arah sambil meneriakkan nama satu sama lain sudah cukup menyeramkan. Bukankah mereka memakai HT? Kenapa tidak memberitahukan posisi dari situ? Tentu saja karena dub tersebut bukan merupakan rencana awal.

Begitu karakternya kembali ke permukaan, siluman laut telah siap menebar teror, bersenjatakan desain serta metode kemunculan yang dicomot hanya dengan sekelumit modifikasi dari Lights Out. Selanjutnya, 11:11: Apa yang Kau Lihat? memasuki babak “tes daya tahan” bagi penonton. Kita diuji, seberapa jauh bisa menoleransi kebodohan filmnya, yang terbentang dari keputusan-keputusan karakternya—yang memilih lari ke dalam hutan dan memanjat puncak tebing yang justru menambah risiko—hingga berbagai poin alur yang patut dipertanyakan.

Mari kembali ke pertanyaan yang filmnya ajukan. Apa yang kau lihat? Saya melihat betapa perjuangan industri perfilman Indonesia guna menumpas habis horor-horor inkompeten, yang membodohi penonton sekaligus digarap asal-asalan seperti ini, masih cukup panjang.

8 komentar :

Comment Page:
Akbar Pradhana mengatakan...

Biar kutebak. Tugas dari IDFC, kan?

jazzeldiyast mengatakan...

Sejauh ini horror indo yang bagus (niat) hanya : 1.Pengabdi Setan
2.Sebelum Iblis Menjemput
3.Suzanna (Luna Maya)

Mahendrata Iragan Kusumawijaya mengatakan...

Setelah kain kafan hitam makin banyak aja nih dark of rasyid harry bermunculan. Hahaha

Hugo mengatakan...

Bang rasyid masih sehat kan jiwanya abis nonton film ini?lagi2 film horror Indonesia mengalami degradasi kualitas, terutama dari pembuat skenario yang kurang memadai, mungkin mereka harus ikut kursus membuat skenario yang baik

Rasyidharry mengatakan...

@akbar Ooo jelaas

@jazzeldiyast Kalau beberapa tahun belakangan iya. Tapi kalau sepanjang masa sebenernya cukup banyak.

@mahendrata Padahal sejak Arwah Tumbal Nyai udah ngerasa cukup haha

@Ariyadi Sekarang sih sehat. Udah nggak kaget soalnya 😂

Netizen Baik Hati mengatakan...

Saya cuma mau liat Twindy Rarasati doang.

Panca mengatakan...

11.11 apa yang kau lihat? Jawabnya adalah BUREM..
Semoga film ini cepat turun layar..
oiya sepertinya dari bulan januari ada beberapa film yg cepat turun layar ya..hmm

Zamal mengatakan...

Duhhh posternya juga..buremmm apalgi filmnya