RUMPUT TETANGGA (2019)
Rasyidharry
April 21, 2019
Alim Sudio
,
Aqila Herby
,
Asri Welas
,
Comedy
,
Cukup
,
Daffa Deddy
,
Donita
,
Drama
,
Gading Marten
,
Guntur Soeharjanto
,
Indonesian Film
,
Raffi Ahmad
,
REVIEW
,
Titi Kamal
6 komentar
Sejauh ini, meski masih menyisakan
sedikit kepahitan, 2019 adalah tahun yang menjanjikan bagi industri perfilman
Indonesia. Banyak judul berkualitas paten buatan sineas kawakan, tapi hal paling
menyenangkan adalah ketika beberapa pihak yang identik dengan produk bermutu
jongkok, mulai melahirkan karya yang dapat dipertanggungjawabkan. Setelah
minggu lalu MD Pictures merilis Sunyi,
kini giliran RA Pictures—salah satu rumah produksi dengan reputasi paling
negatif—melepas drama-komedi yang biarpun tetap menyimpan setumpuk kekurangan,
sanggup tampil menghibur, bahkan menghangatkan hati.
Kita pernah berada di posisi Kirana
(Titi Kamal). Dihantui ketidakpuasan, penyesalan, dan ingin menjalan kehidupan
berbeda sesuai impian. Kirana merupakan ibu rumah tangga, sementara suaminya,
Ben (Raffi Ahmad) bekerja di bidang jual-beli mobil. Kehidupan mereka
berkecukupan, cukup bahagia, meski Kirana kerap kerepotan mengurusi kedua
anaknya. Alergi sang puteri, Windy (Aqila Herby), terhadap kacang membuatnya harus
selalu waspada, sedangkan puteranya, Rega (Daffa Deddy), mengidap disleksia. Kirana kekurangan percaya diri,
merasa status sebagai ibu rumah tangga tak cukup mentereng, apalagi selepas
pertemuannya dengan seorang kawan lama, Diana (Donita). Diana adalah konsultan
PR ternama yang hidup bergelimang kemewahan dan masih melajang. Kirana
menginginkan kehidupan semacam itu.
Mengusung premis fantasi menarik
soal “hidup yang tertukar” seperti Freaky
Friday, The Change-Up, dan lain-lain, Rumput
Tetangga enggan terburu-buru membawa alurnya memasuki materi jualan
utamanya itu. Digarap oleh Alim Sudio (99
Cahaya di Langit Eropa, Chrisye, Kuntilanak), naskahnya bergerak penuh
kesabaran, terlebih dulu memantapkan pondasi, mendeskripsikan betapa beratnya
keseharian Kirana supaya penonton bisa memahami frustrasinya.
Memasuki sekitar setengah jam,
barulah elemen fantasi diperkenalkan. Di malam reuni SMA, Kirana bertemu Madam
Sri Menyan (diperankan Asri Welas lewat kejenakaan khas yang tak pernah gagal
mengocok perut lewat kata-kata tanpa saringan), peramal yang sanggup
mengabulkan permintaan Kirana. Pagi berikutnya, Kirana terbangun di apartemen mewah,
menyandang gelar CEO perusahaan sekaligus konsultan PR nomor satu, memiliki
segala yang telah lama diimpikan. Hanya satu yang sekarang tidak ia punya:
keluarga.
Sebaliknya, kini Diana menjadi ibu
rumah tangga, istri Ben, sekaligus ibu bagi Windy dan Rega. Seperti telah
judulnya tuliskan, mudah menebak ke mana Rumput
Tetangga bakal berujung: Kirana akan menyadari betapa ia terlalu dikuasai
rasa iri dan selalu merasa “rumput tetangga lebih hijau”. Tapi mudah ditebak
atau tidak bukanlah soal. Terpenting adalah bagaimana film karya Guntur
Soeharjanto (Jilbab Traveler, Ayat-Ayat
Cinta 2, Belok Kanan Barcelona) ini menjadi drama-komedi menyenangkan yang
lancar menyampaikan pesan sambil memainkan perasaan.
Sejatinya Rumpu Tetangga berpotensi turut mengolah kisah seputar pemberdayaan
wanita, tepatnya membahas bahwa ibu rumah tangga bukan profesi memalukan,
terlebih jika itu dijalankan tanpa paksaan alias merupakan pilihan. Cukup
disayangkan, naskahnya urung mengeksplorasi isu di atas secara mendalam, tapi
toh memang bukan itu fokusnya, melainkan tentang mensyukuri kehidupan.
Dramanya bergerak dengan baik, dihiasi
ketepatan Guntur Soeharjanto memilih lagu-lagu pengiring seperti Yang Kumau-nya Krisdayanti atau Andai Aku Bisa milik Chrisye, yang
berkontribusi menambah bobot emosional beberapa momen, tatkala Titi Kamal
memamerkan talentanya memadukan comic
timing dengan akting dramatik. Saya yakin anda akan menemukan banjir pujian
bagi Titi di ulasan-ulasan lain, sehingga biarkan saya turut menekankan betapa
bagusnya penampilan Gading Marten sebagai Indra, asisten Kirana (dan Diana),
bukti betapa kualitasnya di Love for Sale
bukan kebetulan. Gading punya sensitivitas yang berguna menghadirkan akting
subtil, sehingga ia mampu banyak bicara meski tanpa tuturan kata.
Unsur fantasi pun dipresentasikan lumayan
rapi, saat berbagai tebaran petunjuk bisa ditemukan sepanjang durasi sebelum
kebenaran sesungguhnya terungkap. Sayang, mencapai babak ketiga, naskahnya
keteteran. Berbagai lubang serta ketidakjelasan aturan perihal “tukar-menukar hidup”,
datang silih berganti begitu twist diungkap.
Mencuat pula beberapa tanya, misalnya, “Mengapa Madam Sri Menyan harus
berteka-teki tentang cara kembali ke kehidupan semula?”. Beruntung filmnya
memiliki protagonis likeable ditambah
cerita yang mendapat eksplorasi memadahi, di mana saya mampu diyakinkan jika
kehidupan lama Kirana memang layak diperjuangkan. Alhasil, biarpun telah
tercium sedari awal filmnya bergulir, Rumput
Tetangga memiliki penutup yang memuaskan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
6 komentar :
Comment Page:Di CGV sini ga tayang... Menyebalkan! Padahal dah nungguin kapan tauuu...
Nungguin review ave maryam
Udah ditulis dari JAFF tahun lalu. Coba cari aja
Polis Evo nya Raline Shah gk di review nih?
Kalo ada Titi Kamal plus donita auto wajib nonton ini mah...memanjakan mata hihi
Kemarin liat trailernya di tv swasta sih kyknya ok. Apalagi ada eye candy si Donita.
Posting Komentar