POLICE EVO (2019)
Rasyidharry
April 22, 2019
Action
,
Andre Chiew
,
Cukup
,
Hasnul Rahmat
,
Indonesian Film
,
Joel Soh
,
Malaysian Movie
,
Raline Shah
,
REVIEW
,
Shaheizy Sam
,
Tanta Ginting
,
Zizan Razak
3 komentar
Film produksi gabungan antara
Malaysia dengan Indonesia ini bagaikan quasi-reboot
bagi seri Polis Evo. Walau masih
menampilkan Shaheizy Sam dan Zizan Razak sebagai pemeran utama, filmnya berubah
jalur dari buddy cop berbumbu komedi
menjadi sajian police procedural yang
lebih kelam. Cerita kedua film pun tak berkaitan, sementara pemilihan judulnya
dibedakan, antara versi Malaysia (Polis
Evo 2) dan internasional termasuk Indonesia (Police Evo).
Ceritanya mengetengahkan usaha
pihak kepolisian memberantas kelompok teroris al-Minas, yang punya keterkaitan
dengan pengedar narkoba bernama Riky (Tanta Ginting). Polri yang membantu
kepolisian Malaysia, menempatkan Rian (Raline Shah) sebagai mata-mata di kubu
Riky. Tapi setelah sebuah penyergapan yang gagal, Rian pun sadar bahwa ada
pengkhianat yang selama ini selalu membocorkan rencana polisi kepada Riky.
Celaka bagi Rian, suatu insiden
membuatnya dituduh sebagai pembunuh. Guna membersihkan namanya, dia pun mesti meringkus
Riky, yang menyimpan seluruh barang bukti. Situasi semakin kompleks setelah
Riky justru ditangkap pihak al-Minas, yang juga berencana menyandera puluhan
warga pulau fiktif bernama Cherong. Al-Minas menuntut pembebasan ketua mereka,
yang ditahan polisi pasca tertembak di suatu penyergapan berujung baku tembak.
Secara bersamaan, Inspektur Khai
(Shaheizy Sam) dan Inspektur Sani (Zizan Razak) dari Malaysia pun tengah
memimpin penyelidikan sebuah tim kecil di Cherong. Terjebak di situasi
mematikan yang tidak terduga, kedua aparat beda negara itu pun harus bersatu,
bukan hanya untuk melumpuhkan para teroris, pula melindungi nyawa puluhan
manusia, termasuk mereka sendiri.
Timbul masalah penceritaan tatkala naskahnya
kerepotan membagi fokus antar-karakter, yang masing-masing menyimpan potensi
melahirkan konflik kompleks nan menarik. Misalnya Sani, yang sepanjang film
menemui berbagai situasi—yang senantiasa melibatkan “pemakaian pistol” serta “menyelamatkan
warga sipil”—di mana ia dituntut menarik keputusan cepat. Puncaknya adalah
ujian terhadap prinsip sekaligus kondisi psikisnya, walau gejolak yang
dihasilkan kurang dieksplorasi, pun berakhir terlampau gampang. Sedangkan story arc milik Rian yang menghadapi
tuduhan palsu hanya berakhir selaku hiasan yang tak pernah terasa substansial,
tidak peduli semeyakinkan apa pun Raline Shah memerankan jagoan aksi wanita.
Aktor Hasnul Rahmat memerankan Hafsyam,
adik pimpinan al-Minas yang untuk sementara menggantikan peran sang kakak
menggerakkan aksi para anggotanya “mencari surga”. Hasnul tampil apik
memerankan antagonis sinting, seorang teroris seksis yang penuh keyakinan bahwa
ia merupakan prajurit Tuhan. Sosoknya semakin mengerikan berkat kemampuannya
mempermainkan psikis korban. Di tangan Hasnul, orasi-orasi Hafsyam mengingatkan
saya betapa teroris pembawa bendera agama garis keras memang iblis mengerikan.
Andai terdapat lebih banyak eksplorasi untuk ideologi Hafsyam, terlebih melihat
keterlibatan al-Minas dalam bisnis jual-beli narkoba (yang mana diharamkan) demi
membantu tercapainya tujuan mereka.
Jajaran aksi penuh letusan senjata
maupun ledakan bom hadir dalam dosis tinggi, walau di banyak kesempatan, duo
sutradara, Joel Soh dan Andre Chiew, terlalu bergantung pada quick cuts yang melucuti intensitas.
Beruntung kelemahan itu dibayar lunas oleh keseruan babak ketiganya. Menampilkan
musik heart-pumping garapan tim
Maveriq Studios dan momen heroik tokoh-tokohnya, klimaks menegangkan tercipta. Ketiga
tokoh utama digiring menuju pertarungan maha berat yang mampu memancing saya bertanya,
“Bagaimana mereka akan lolos dari semua ini?”. Police Evo juga layak diapresiasi atas kesediaan menghormati
penonton dengan tak menerapkan deus ex
machina sebagai alat penyelesai masalah, meski pilihan itu sejatinya
terbuka lebar.
Di dalam medan perang berbahaya di
Pulau Cherong, sosok Shaheizy Sam paling menonjol. Dikenal sebagai aktor penuh
komitmen yang bersedia mengubah tubuhnya demi peran, Shaheizy bukan cuma
terlihat meyakinkan selaku jagoan aksi lewat otot-otot besarnya, pula
mengerahkan seluruh daya upaya kala menangani luapan-luapan emosi juga
pertarungan hard-hitting.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
3 komentar :
Comment Page:Kalo begitu penjahatnya udah kedeplop bagus ya karena montivasi dan tujuanya jelas ? Ini berarti Pihak film udah berani mendevelop " Teroris " yg sesungguhnya ? Beda dengan film 22 menit yg masih takut mendevelop teroris atau main aman ?
Bisa lebih baik sebenernya. Masih di permukaan
Posting Komentar