GUNDALA (2019)

184 komentar
Gundala mengawali “Jagat Sinema Bumilangit” yang beberapa waktu lalu mengumumkan jajaran pemain bertabur bintang. Proyek paling ambisius sepanjang sejarah perfilman Indonesa yang wajib disaksikan bagaimanapun hasil akhirnya, mengingat peran pentingnya sebagai gerbang pembuka menuju genre pahlawan super. Ya, karena saya menekankan urgensi menonton bukan pada kualitas, mungkin anda bisa menebak bahwa karya teranyar Joko Anwar ini meninggalkan kekecewaan.

Mengadaptasi komik buatan Hasmi, Joko Anwar selaku penulis naskah, sutradara, sekaligus produser kreatif “Jagat Sinema Bumilangit” jelas tidak berniat menyajikan film keluarga. Latarnya adalah versi alternatif negeri ini, yang sejatinya tak sejauh itu dari realita, di mana ketidakadilan merajalela, si kaya berkuasa atas si miskin, kerusuhan senantiasa pecah, sementara mafia menguasai wakil rakyat yang sibuk menimbun keuntungan pribadi ketimbang mewakili aspirasi.

Bahkan sedari awal, kita langsung berhadapan dengan tragedi tatkala Sancaka kecil (Muzakki Ramdhan) mesti kehilangan ayahnya (Rio Dewanto) yang meregang nyawa akibat menuntuk keadilan bagi buruh. Setahun kemudian giliran sang ibu (Marissa Anita) menghilang entah ke mana. Dihimpit kemiskinan, Sancaka tumbuh dalam dilema antara menegakkan kepedulian atas nama kemanusiaan, atau bersikap tak acuh demi keselamatan diri.

Beberapa tahun berselang, Sancaka dewasa (Abimana Aryasatya) yang berprofesi sebagai penjaga keamanan pabrik masih bergulat dengan sikap apatis, sampai keputusannya membantu Wulan (Tara Basro) mulai menyadarkan Sancaka, mendorongnya bertarung demi kaum tertindas berbekal kekuatan misterius yang ia peroleh melalui sambaran petir.

Seperti biasa, dunia Joko adalah dunia kelam yang dilebihkan tanpa harus kehilangan relevansi. Krisis moral dan kemanusiaan disorot, sehingga pemilihan Pengkor (Bront Palarae) sebagai antagonis merupakan keputusan tepat. Serupa Sancaka, si mafia penguasa ini menyimpan masa lalu tragis. Kehilangan segalanya lalu terbuang, Pengkor akrab dengan aksi bunuh-membunuh sejak kecil, sebagaimana ditampilkan adegan paling menghantui sepanjang film kala ia menginisiasi pembantaian di sebuah panti asuhan.

Pertentangan Sancaka melawan Pengkor menciptakan dinamika menarik walau keduanya baru bertatap muka di babak ketiga. Sama-sama dinaungi tragedi, tatkala Pengkor terdorong untuk “membalas”, Sancaka merasa perlu “membela”. Bukan sekadar menghilangkan kekliesean hitam melawan putih, melalui elemen itu, Joko juga mengingatkan jika manusia selalu punya pilihan: Menjadikan masa lalu suram sebagai justifikasi perbuatan buruk, atau pelecut semangat juang, atau dalam konteks berbangsa, penyulut patriotisme.

Naskah Gundala pun sanggup cukup seimbang menghadirkan drama yang berdiri sendiri dengan proses menanam benih bagi masa depan “Jagat Sinema Bumilangit”. Walau aspek yang disebut terakhir sempat memberi distraksi saat menyoroti intensi terselubung Ghazul (Ario Bayu) plus sebuah kejutan beraroma deus ex machina jelang akhir yang saya tak bisa sebutkan, melaluinya, rasa penasaran serta ketertarikan terhadap masa depan jagat sinema satu ini berhasil dipancing.

Sementara di departemen penyutradaraan, Joko membuktikan pemilihan dirinya adalah keputusan tepat, ketika mulus membaurkan elemen horor ciri khasnya. Gejolak batin Sancaka dibungkus layaknya horor supranatural, sedangkan jajaran lawan Gundala digambarkan bak horror villain, khususnya sosok Pengkor dan Swara Batin (Cecep Arif Rahman). Pendekatan ini sesuai dengan gaya komik pahlawan super lokal yang kerap meleburkan beraneka genre, termasuk horor. Jangan khawatir Gundala terlampau suram, sebab Joko tetap mencurahkan humor-humor segar yang sejak dulu mampu memperkaya warna karyanya.

Tapi hal-hal di atas bukan kekhawatiran saya bagi proyek ini. Bukan pula kualitas CGI, yang untungnya digunakan secara bijak, walau keterbatasan dana turut mengecilkan kesempatan Gundala memamerkan sambaran petirnya. Bagaimana Joko bersama sinematografi garapan Ical Tanjung (Pengabdi Setan, Ave Maryam) menangkap gelaran laga hasil rancangan Cecep Arif Rahman-lah sumber kekhawatiran tersebut, yang sayangnya, jadi kenyataan.

Teknik quick cuts memang tak digunakan. Kamera cenderung setia mengikuti tiap gerakan, namun banyaknya close up kerap melucuti intensitas. Mayoritas baku hantam pun bergulir amat lambat, seolah kita tengah menonton gladi daripada produk final. Teknik itu efektif membungkus perkelahian “kasar” ala jalanan, tapi melemahkan dampak saat gerak bela diri yang lebih tertata dikedepankan, yang mana sering filmnya terapkan. Alhasil, musik megah gubahan trio Aghi Narottama (Pengabdi Setan, Sweet 20), Bemby Gusti (Ini Kisah Tiga Dara, Pengabdi Setan), dan Tony Merle (Pengabdi Setan, Sesat) acap kali terdengar salah tempat sewaktu membungkus adu jotos yang berlangsung canggung.

Gundala turut bermasalah dengan konklusi penuh penyederhanaan (kalau tidak mau disebut penggampangan) juga pertarungan puncak antiklimaks. Perkenalan bagi barisan “anak-anak" badass Pengkor yang memancing antusiasme harus ditutup secara mengecewakan setelah tokoh-tokoh unik ini ditumbangkan begitu mudah. Belum lagi membahas cara sang bos besar ditaklukkan (tentu ini bukan spoiler).

Diisi penampilan mumpuni, biarpun penuh lubang, setidaknya Gundala urung kehilangan nyawa. Abimana bisa diandalkan baik sebagai pahlawan tangguh maupun pria baik hati yang gampang disukai. Menjadi lawannya adalah Bront Palarae melalui tutur kata intimidatif yang lebih dari cukup menambal kekurangan fisik seorang Pengkor. Di jajaran pendukung, Pritt Timothy sebagai Agung si satpam senior mencuri perhatian lewat keluwesan dan kejenakaan, sedangkan kebolehan bela diri Faris Fajar membuat saya tidak sabar menantikan versi dewasa Awang alias Godam.

Apakah Gundala merupakan pembuka yang memadai bagi “Jagat Sinema Bumilangit”? Bisa dibilang demikian. Apakah mencapai potensi maksimal? Tidak.  Apakah Gundala karya terlemah Joko Anwar sejauh ini? Begitulah. Tapi haruskah diberi kesempatan? Jelas! Just go watch it!

184 komentar :

Comment Page:
Ilham Qodri mengatakan...

Takut kelelawar = jadi Batman
Takut petir = jadi Gundala

Furious mengatakan...

The Dark Knight dengan kearifan lokal 9/10

redstorm mengatakan...

karakter Lukman Sardi mirip Comissioner Gordon

redstorm mengatakan...

Influence TDK sangat terasa haha
Ada vibe Spidey juga

Untuk yg bilang terlalu banyak unsur horor karena sutradaranya Joko Anwar, bacalah komiknya, komik Gundala yg asli karya Pak Hasmi emang dark dan penuh unsur horor. Dari "art style"-nya aja udah keliatan creepy.

VXVX mengatakan...

Bruce Wayne melarat = Sancaka

Eko Prasetyo mengatakan...

Abimana mirip sama Christian Bale.

Eko Prasetyo mengatakan...

Lumayan lah menurut gue filmnya, better than Wiro.

Reza Aditya Putra mengatakan...

btw, Sancaka ditinggal ibunya mirip Shazam
power Gundala juga mirip Shazam

RE-ON mengatakan...

Batman + Shazam + Spider-Man = GUNDALA

Rizky Yudhistira mengatakan...

Waduh, cuma 3 bintang? Padahal keren banget loh, cuma kurang di adegan fighting aja. Kalo dari gue sih 4 bintang.

Anonim mengatakan...

BAGUS BANGET MENURUTKU !!!

KickMeGeek mengatakan...

"cukup" ? really? i think this movie is freakin amazing!!! this is exactly something that DCEU really want to make in the beginning but fails miserably. I hope with this portfolio, WB could call Joko Anwar...

Awang mengatakan...

pecah sih ini, minimal 3 juta penonton

Faisal Fais mengatakan...

Segini sih udah bagus bgt. Ga nyangka hero dengan kekuatan petir yang gue pikir bakal norak dan sulit dibuat realistic apalagi dengan latar indonesia yang biasanya jadi cringe/cheesy tapi bisa dibuat jadi begitu cool dan luar biasa. It's really hard to adapt character like Gundala into movie, but Joko did it. It's higher than my expectation! Joko Anwar emang gilaaa @#$$%#%^$

RP Samudera mengatakan...

Bisalah ngalahin Pengabdi Setan ini mah!!! 6 juta penonton!!!

Gear 2000 mengatakan...

Berasa nonton PARASITE, ada family drama, romance, horror, mystery, crime, comedy, bahkan ditambah fantasy, sci-fi, dan action

RP Samudera mengatakan...

Soal Campur Genre, Gundala lebih kaya daripada Parasite haha~

Eko Prasetyo mengatakan...

Pengkor :
Tampilan Two Face
Pekerjaan Lex Luthor
Pemikiran Joker

redstorm mengatakan...

cuma kurang di adegan action/fighting, selebihnya luar biasa

Gareth Evans ajak balik dong ke Indo, ga ada yg bisa bikin fighting segokil doi

Anonim mengatakan...

Honestly, it's better than anything in the DCEU
better than Man of Steel
better than Batman v Superman
better than Suicide Squad
better than Wonder Woman
better than Justice League
better than Aquaman
better than Shazam
*and I'm DC fanboy

Fandi Hamdani mengatakan...

Memuaskan banget ko, ga mengecewakan sama sekali. Jauh melebihi ekspektasi.

Rizky mengatakan...

Fantastic! cuma lemah di action

Dimas mengatakan...

Gundala lebih layak jadi film terlaris nomor 1 daripada Warkop DKI Reborn

Merinanisa mengatakan...

keren gila sih kalo kata gue, untuk sekelas superhero lokal yg biasanya cheesy, cringe, dan sampah abis tapi gundala bisa sebagus ini udah lebih dari cukup, tinggal actionnya diperbaiki lagi aja

Dikara mengatakan...

Berarti Gundala sama Wiro Sableng bintangnya tinggian Wiro Sableng? Are you serious?

Anonim mengatakan...

BAGUS. KEREN. GOKIL.
harusnya sih bisa 3,5 bintang
lebih menghibur daripada wiro sableng
plot lebih kuat
acting lebih bagus
jokes lebih lucu
soundtrack lebih oke
lemah di fighting aja, which is wiro juga lemah di fighting

Crooked Face mengatakan...

Keren sih, cuma fightingnya terlalu maksa niru The Raid sementara skill Joko Anwar garap fighting belum nyampe ke sana. Coba kalo fightingnya dibikin simplistic kaya film-film Hollywood, bukan silat atau kung fu, tapi lebih ke street fighting/boxing, pasti lebih mudah buat Joko Anwar untuk mengemasnya. Overall keren banget sih, jauh lah di atas Wiro mah.

redstorm mengatakan...

@Dikara: yoi aneh bgt, padahal Wiro Sableng ceritanya kaya tai, acting jelek, jokes garing, bahkan sampe soundtrack nya aja ancur, segala segi jelek, wajar waktu itu penonton pada ga suka. Gundala jauh lebih bagus, pas beres aja (sebelum credit scene) seisi bioskop udah pada tepuk tangan. Apalagi ditambah credit scene, makin riuh seisi bioskop.

Eko Prasetyo mengatakan...

sama, di bioskop ane juga tepuk tangan, padahal belum muncul mid-credit scene tuh, baru muncul sujiwo tejo wkwkwk

Rizky Yudhistira mengatakan...

Anjir, Gundala disamain sama Wiro, Film Paling CRINGE sepanjang masa wkwkwk... Jauh banget lah, Gundala unggul dari segala segi, secara umum aja Gundala jauuuuh lebih menghibur. Wiro itu salah satu film yg gue tonton di bioskop dan gue ga sabar buat cepet keluar lalu bersyukur ketika filmnya akhirnya selesai. Sampah abis itu. Gue berasa beli tiket buat disiksa di dalem studio :v

KickMeGeek mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
KickMeGeek mengatakan...

Wiro Sableng mah super cringe, story medioker, jangan salahkan penonton waktu itu pada bully.. Jauh bgt lah, kalo Gundala ini bener2 gokil pecah abisss !!! Gue yakin bakal viral macam Pengabdi Setan !!!

DE MASA mengatakan...

setuju, Wiro Sableng ceritanya datar bgt, character development si Wironya aja dangkal bgt, ga ada apa2nya dibanding sama Sancaka, banyak karakter ga jelas tiba-tiba muncul juga, joke-joke nya juga yaampun super garing, ditambah actingnya enggak banget, bikin geli, soundtrack bikin rusak gendang telinga, action ga beda jauh sama gundala,,

Sementara Gundala, semuanya dapet dan on point, sempurna, jokes lucu, cerita kece, villain ngeri, fighting oke, acting bagus semua, mantap deh,,

Fariz M Rashid mengatakan...

WHAAAT??? No Way Wiro Sableng better than Gundala. No way. Dari karakternya aja gue udah dibikin peduli bgt sama Sancaka sejak act 1, sementara Wiro, dari act 1 sampe act 3 justru gue pengen nampol wajahnya dah, acting lebay annoying ga jelas candaannya garing, latar belakang karakternya juga lemah, sama sekali ga peduli, malah gue pengen doi mati di tengah2 film 😂😂😂 blum lagi storynya, wiro bener2 datar dan udah ketebak bgt, no way lah, bagusan gundala kemana-mana

Bagas F mengatakan...

Act 1
Gundala >>>>>> Wiro Sableng

Act 2
Gundala > Wiro Sableng

Act 3
Gundala = Wiro Sableng

Overal
Gundala >>> Wiro Sableng

Anonim mengatakan...

GUN DA LA !!!
PUAS BGT !!!
LOVE GUNDALA !!!
❤❤❤❤❤❤❤❤

Anonim mengatakan...

Liat aja respon penonton di bisokop. Abis nonton Gundala pada tepuk tangan semua. Abis nonton Wiro pada muntah, mual, pusing, dan dilarikan ke Puskesmas terdekat. wkwkwk... XD

Rama Pusaka mengatakan...

Bagusan Gundala lah anjeeenk... Wiro mah ga beda jauh sama Foxtrot, malahan karakter utamanya lebih annoying dan gajelas Wiro...

Raihan mengatakan...

Gundala > Wiro Sableng > Foxtrot Six

Ria Poetri mengatakan...

Bagusssss banget sumpah; Keren parah!!!! Film Superhero Non-Hollywood TERBAIK nih kayanya; Ga sabar bgt nunggu film-film selanjutnya

Anonim mengatakan...

Visi : 90/100
Eksekusi : 60/100

Wajib nonton, ini Film Indonesia yang lain daripada yang lain, belum pernah ada film Indonesia yg sekreatif ini. Visi Joko Anwar emang brilian. Tinggal eksekusinya aja perlu ditingkatkan lagi.

Fajar Anthers mengatakan...

SELAMAT DATANG DI ERA BARU PERFILMAN INDONESIA
India dan Korea, siap2 disalip Indonesia

Anonim mengatakan...

(spoiler) Ada yang tau siapa yang bantu Gundala ngeberhentiin mobil sampe jungkir? Yang cewek itu lho? Sama ada credit scene lagi kah selain yang muncul sri asih?

Captain Marvelous mengatakan...

Lah, ya itu Sri Asih yang jungkirin mobil.

Captain Marvelous mengatakan...

1 kata -> AMAZING
satu-satunya film superhero Indonesia yg ga cupu

Captain Marvelous mengatakan...

setuju, gundala jauuuuh bgt di atas wiro sableng, wiro mah pelem ga jelas

LB Wicaksono mengatakan...

Itu kan Sri Asih, superhero yang bakal diperanin Pevita Pearce, nanti bakal dapet filmnya sendiri. Lagian di mid credit scene si Pevita kan juga nongol. Langsung keluar bioskop ya ?

Unknown mengatakan...

Di JCM Jogja, pas sore kemarin kelar film pada tepuk tangan uy. Hal yg ga ditemuin pas Wiro tayang. Saya pribadi puas bngt ama film ini. Udah bisa ngerasain simpati ama Sancaka sejak dia kecil.

Captain Marvelous mengatakan...

satu kata pas beres nonton film ini = "BANGGA"

Anonim mengatakan...

@Captain Marvelous:
Satu kalimat pas beres nonton film Wiro Sableng = "APAAN ANJING GAJELAS"

Ario Bimo mengatakan...

Pas beres nonton Gundala: pada kompak tepuk tangan dengan rasa puas dan bangga, keluar dari studio dengan senyum lebar, berkumpul di lobby bioskop untuk saling berdiskusi soal filmnya dengan penuh semangat

Pas beres nonton Wiro: semua terdiam, saling pandang kiri kanan, beberapa orang berujar "hmmmm" lantas berjalan keluar dari studio dengan muka lesu :v

Unknown mengatakan...

Penjahat2 disini hobi kabur ya. Ga Ada motif juga. Cuman suruhan so pengkor

Anonim mengatakan...

di XXI Ciwalk Bandung juga pada tepuk tangan. saya ga terlalu sering nonton film di bioskop (cuma 2 bulan sekali), pengalaman gue seisi bioskop kompak tepuk tangan (bukan cuma satu dua orang) itu cuma pas film Searching, Endgame, dan Gundala semua penonton kompak tepuk tangan. SALUTE!

SEED mengatakan...

Pengkor memimpin pemberontakan di panti asuhan lalu mendapat warisan dan mengelola banyak panti asuhan untuk jadi ladang anak buahnya itu bener2 gokil, scene pas "Bapak" memanggil itu gila keren abis, para penjahat bersembunyi di berbagai bidang, asli kreatif, entah di komik gitu juga atau engga, tapi itu bener" unik dan engga klise

Janus mengatakan...

Film indo di kritik di negri sendiri itu sangat lumrah. Indo itu selalu bangga dengan karya orng luar. Banyak karya anak bangsa yg bagus. Kita bisa menikmati klw kita bisa menghargai sebuah karya. Kritik boleh. Tapi yang membangun lah. Klw bukan kita yg mau menghargai. Siapa lagi.

Anonim mengatakan...

Pengkor punya pengikut yg banyak dengan konsep Panti Usahan itu gokil sih, bahkan lebih keren, lebih kreatif, dan lebih realistis dibanding Joker atau Hydra yg kurang jelas gimana bisa punya anak buah sebanyak itu

Anonim mengatakan...

Plagiat Shazam & The Dark Knight Rises

Dikara mengatakan...

Movfreak ngasih bintang Wiro Sableng 3.5 sementara Gundala cuman 3. Padahal menurut gue Gundala is better than Wiro Sableng. Bagus banget malah. Aneh dah.

Tamara-X mengatakan...

Gundala sebenernya kurang wow, tapi masih okelah. Sementara Wiro Sableng sih jelas ancur banget. Plot biasa banget, datar, gampang tertebak. Character Development lemah banget. Acting jelek bet dah ditambah jokes murahan jadi makin cringe. Dan yang gue ga tahan itu sound nya Wiro bikin sakit telinga. Mending gue nonton Gundala 10x daripada nonton Wiro Sableng lagi, bener2 tersiksa.

Netizen Baik Hati mengatakan...

Mas, tanggapan mas soal final trailer Joker versi Joaq-Phox gimana bang?

Hilman Sky mengatakan...

Lebih jelek dari Wiro Sableng?
Are you serious?

Wiro sableng malah terlihat seperti film tokusatsu.. 😑

Bagas F mengatakan...

film wiro ga punya nyawa dan ga punya hati, plain bgt

Dikara mengatakan...

Ternyata Wiro Sableng dan Valentine punya jumlah rating bintang yang sama yaitu 3.5 bintang (lumayan). Tapi, kenapa Gundala cuman 3 (cukup) ? Apakah kualitas Gundala di bawah kedua film superhero yang sebelumnya itu?

Yuliasya mengatakan...

Wah.. wahh akhirnya turun juga review Gundala.. penasaran apa mas Rasyid bakal mengkaji ulang dan meralat bintang setelah melihat “serangan” netizen ini? Hhehe

Anonim mengatakan...

Padahal kalo baca isi reviewnya, cuma lemah di action(fighting), tp ratingnya anjlok bgt ya

ihsan nr mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
ihsan nr mengatakan...

sabar ya mas baru keluar film perdana langsung diserang early-die-hard fans nya BumiLangit wkwk. gue gak mempermasalahkan stuntnya sih tapi punya masalah juga terkait penulisan naskah dan pembawaan filmnya yg terlalu dark plus agak kolot. di masa kaya gini gue lebih mencari pembawaan yg lebih realistis dan dialog yg lebih natural. plus banyak sekuen yg entah muncul darimana, transisi antar scene nya jadi gak mulus. gue ngerti kalo pasti banyak banget yg cinta film ini karna cinematic achievementnya tapi secara objektif gue punya beberapa isu sama film ini.

it's all a matter of opinion bro-bro sekalian, gue prefer Wiro Sableng daripada Gundala karna lebih entertaining, pembawaan komiknya gak nanggung. di sini gue ngerasa Gundala sosoan ngambil dark dan sok badass tapi kaga kena. kalo misalkan blog ini gak sesuai dengan apa yg kalian harapkan ya sudah toh kan tiap kritik pandangannya juga berbeda-beda. nilai "cukup" dari mas rasyid juga udah detil dijelasin dan itulah yg jadi isu bagi dia. geli banget sampe ada yg ngomong "Indo itu selalu bangga dengan karya orng luar", cuy mas rasyid sering banget kali muji film indo kaga ada bias luar dalem mecem tu toh juga kan nilainya "cukup" itu bukan ulasan yg negatif toh.

ya pendapat gue film ini overhyped banget sampe sampe fans nya jadi pada garis keras semua. santai aja brow tiap orang punya pandangan berbeda-beda terhadap film.

Crooked Face mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Crooked Face mengatakan...

Menurut gw kurang jelas sih Mas Rasyid deskripsiin kenapa ratingnya cuma segitu. Soalnya di review, kelemahan yg paling menonjol cuma masalah fighting. Sementara aspek lain dipuji2 tapi ujungnya ngasih rating rendah bgt.

Masalah cinematic achievement justru menurut gw lebih unggul Wiro. Landscape dan visual lebih mantep Wiro. Sementara masalah entertaintment lebih unggul Gundala. Dari segi cerita lebih roller coaster Gundala, sementara Wiro datar dan mudah ditebak. Dari segi komedi juga lebih pecah Gundala, jokes2 nya lebih ngena.

Satrio mengatakan...

Yang komen juga rata-rata ga menyalahkan Bang Rasyid ko, mereka cuma berbagi pendapat aja, bisa jadi masukan juga untuk visitor Movfreak, liat komen jadi ada tambahan sudut pandang, dan emang bener respon penonton di bioskop, rata-rata applause dan tampak lebih positif dibanding Wiro

Fariz M Rashid mengatakan...

but honestly, film apapun lebih bagus dari Wiro 😂😂😂

Anonim mengatakan...

Jelek ah, ga beda jauh sama foxtrot, wiro, dan film2 action blockbuster indonesia lainnya, belum ada yg bagus kecuali the raid

Anonim mengatakan...

Film Sampah

SINESTESIA mengatakan...

Sudah menduga sih bakal agak lemah di eksekusi action atau setidaknya technical. Kalau soal directing dan plot, benar kata Mas Rasyid, selemah apapun, setidaknya masih bernyawa dan jelas karya Joko Anwar patut disimak. Menurut saya ini adalah awal yang bagus bagi pembuka BCU, bahkan bisa saya katakan lebih menarik daripada film DCEU.

Akbar Pradhana mengatakan...

Setuju. Takutnya ntar semua film Bumilangit bakal kek gini semua. Si reviewer kurang puas, malah diserang sama fandom garis keras supaya sepakat sama mereka.

Reksa mengatakan...

aspek terkuat film ini adalah world building dimana setting indonesia bisa dibuat jadi tampak keren bgt, biasanya masalah film superhero non-hollywood (bukan cuma indonesia, tapi juga rusia, india, china, malaysia) itu adalah world building yg jatohnya malah jadi norak atau cupu karena berusaha menyerupai dunia marvel

tapi di film ini Jokan bener-bener bisa mengemas setting Indonesia jadi setting yg believable utk kehadiran manusia2 super, mengemas Jakarta menjadi serupa Gotham City (dan bukan New York) adalah sebuah keputusan yg krusial. kalo misalkan jadi Hanung yg garap ini film, diliat dari poster versi dia, kayanya Jakarta bakal dikemas serupa New York, macam film Garuda Superhero yg jatuhnya uh ga banget

Anonim mengatakan...

Sabar ya mas Rasyid

Fariz M Rashid mengatakan...

@Akbar Pradhana: Bukan cuma masalah rating, tapi antara review dan rating agak kurang sinkron juga, isi review bagus/lumayan tapi rating cukup, di bawah wiro dan valentine pula (really?), agak ambigu aja, ga jelas apa argumennya, bisa jadi pas nulis review ada yg kelupaan dibahas kekurangannya atau pas ngasih rating tanpa standar/pakem yg jelas jadi timpang sama film lain yg lebih jelek.

Anonim mengatakan...

justru kalo review2 pada negatif ntar penonton potensial ga jadi nonton, bukannya film Bumilangit membaik, ntar malah bubar karena kurang laku, macam Wiro Sableng Series dan Skylar Cinematic Universe yang tak kunjung ada kejelasannya wkwkwk

Seno Adi Wiguna mengatakan...

emang pelemnya jelek kok, superhero kok kekuatannya harus dicharge, aneh, tidak layak tonton, jelek, mending jangan pada nonton, not recommended, batalkan aja, overhyped nih, bubarin aja, ga usah bikin cinematic universe, biar marvel aja yg bikin ..

Anonim mengatakan...

Ya jelas, cuma Marvel yg bisa bikin film superhero bagus. DC pun harus ke-Marvel-Marvel-an dulu baru bisa dibilang bagus. Kalo tidak sama dengan Marvel, artinya itu film superhero gagal.

Anonim mengatakan...

NOT RECOMMENDED

Anonim mengatakan...

kurang 👎

Anonim mengatakan...

Jelek. Bagusan Endgame.

Eldwin Muhammad mengatakan...

Kemarin saya nonton di Botani Bogor, pas Sri Asih (Pevita) muncul satu studio pada tepuk tangan semua. Jadi gak sabar nungguin filmnya Sri Asih tahun depan.

Jackman mengatakan...

Namanya pendapat itu beda2.
Mau protes ke yang punya blog tapi itu hak dia juga kan kasih nilai berapa
Selera orang kan ga sama
Sering kali film yang dikasih score jelek sama Rasyid
Tapi menurut gue malah bagus
Atau sebaliknya
Baca review itu sekedar referensi
Jangan terpengaruh 100% sama yang bikin review

Wiro Sableng menurut gue lumayan kok. Gw sih puas2 aja nontonnya.
Malah End Game yang banyak dipuja-puji, gue malah biasa aja
Ga berkesan
Masih memuaskan film solo Marvel Guardians Of Galaxy Vol 2

Unknown mengatakan...

Joko Anwar berhasil lagi, masih ingat dulu pas review Pengabdi Setan keluar kolom komentar jd kayak forum.

pasti ada kekurangan lah krna Jokan terlalu idealis kalo buat film, dia bikin yg ssuai banget bagi dia tp gk bagi tiap orang dan ini juga film superhero pertama dia (dia juga bilang ini bukan film superhero/ apalagi kayak marvel) yg pnting nikmati dan tinggal tunggu Perempuan Tanah Jahanam yg bikin Jokan kembali ke habitatnya :)

Ulik mengatakan...

Film ini masuk toronto international film festival udah itu aja

Ilham Qodri mengatakan...

Spider-Man lemah kalo di Indonesia, karena sedikit gedung pencakar langit.
Gundala lemah kalo di Amerika, karena jarang ujan haha...

aan mengatakan...

Mas Seno...kadang ada batasan buat unjuk kekuatan biar ga gitu super.green lantern kudu cas juga cincinnya...the flash suka laper abis lari2an...iron man juga kudu cas tembakannya ada yg cuma 1x...

oktabor mengatakan...

Overall saya suka film ini. Walaupun sedikit banget ada momen jawdropping ( yang seharusnya banyak banget ada tapi eksekusinya yang kurang ). Jawdropping cuma ada di babak ke-3 dan post credit.



SPOILER ALERT!!!

Kritik untuk film ini :
1. Setuju sama mas rasyid soal fight scene yang lambat. Mengingatkan kaya fight scene di john wick. Ditmbah masih banyak kelihatan adegan mental / terbang yang ketauan banget kalo ini pake sling/ tali. Semoga Si buta karya Timo bisa menebus kekecewaan soal fight scene ini. Sebetulnya kelemahan di fight scene ini udah kelihatan di trailer sih. Malah menurut saya fight scene di trailer Gatot kaca ( Satria Dewa Universe ) lebih menarik dan seru.

2.Perkenalan anak-anak pengkor adalah Momen mengasyikkan. Namun ibarat mau bercinta tapi tiba-tiba anak bangun. Langsung drop begitu tau mereka ternyata terlihat tidak bisa berkelahi dengan baik. Padahal konsep beragamnya pekerjaan anak-anak pengkor adalah konsep yang seru banget!Lebih baik jadikan stuntman sebagai anak pengkor ketimbang pake artis ternama namun keliatan ga bisa kelahi. hehe..

3.Momen Sancaka tahu soal kekuatan dan bagaimana dia beradaptasi dengan kekuatan itu tidak digambarkan secara rapi. Konsep cara kerja petir dan antena membuat saya harus mencerna baik baik penjelasan sancaka. Hal ini membuat saya seringkali jadi ga punya kepedulian soal gundala. Saya jauh lebih peduli dengan Pengkor dan Ghazul.

4. Karena kita sudah tahu kalau Wulan adalah Merpati, membuat saya jadi suka berharap dia melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar marah2 dan panik. Satu momen pas di rumah Wulan sempat membuat saya sempet antusias tentang keahlian Wulan. Tapi habis itu ga muncul lagi. Atau memang karakter Wulan dibikin misterius ya sama Joko Anwar.

5. Pose heroic Gundala. Abimana jauh terlihat heroik saat berantem tanpa kostum Gundala hehe.. dan pose Sancaka pas kesamber petir itu kurang keren menurut saya.

6. Wujud ki wilawuk kurang creepy. Lebih creepy sudjiwo tedjo pas di film kafir.

7. Pas opening logo Bumilangit ada gambar gundala digabung sama si buta. Berarti dua tokoh ini bakal kaya Iron man - Capt. america kali ya.

8. Gundala itu punya healing power kaya deadpool gitu ya?

Tapi lepas dari segala kritiknya, saya suka pemilihan aktor/aktrisnya. Semua pas. Film ini terasa suasana sinematik universenya. Tinggal ramein film ini, maka budget film lanjutannya akan makin banyak.

Ilham Qodri mengatakan...

@oktabor: nomor 7 engga, Gundala dan Si Buta beda timeline.. Gundala itu sohibnya Godam..

Joe Flow X mengatakan...

Baru beres nonton, BAGUS kok! Lebih lucu dan lebih seru daripada Wiro Sableng. Jauh. Wiro mah modal visual kinclong doang.

Tio mengatakan...

mending justice league atau gundala bang???

Rasyidharry mengatakan...

Buat yang mempermasalahkan soal rating, here:
1. Rating 3 disebut "rendah banget" itu jelas kesalahan besar. Itu positif.
2. Kenapa lebih banyak positif daripada negatif cuma dapet 3? Tengok dulu bobot yang negatif itu seberapa. Lemah di action itu jelas porsi besar. Untuk narasi, lemah di konklusi juga bobotnya besar.
3. Jangan samakan film apple to apple. Wiro 3.5 & Gundala 3, biar sama-sama blockbuster, jelas punya tujuan berbeda.

Terakhir, pesan saya, kalau memang sesuka itu sama sebuah film, mending luangkan energi buat buzzing positifnya, jangan sampai karena meluangkan kekesalan sama yang berbeda pendapat jadi bikin yang belum nonton ilfil (sudah sering terjadi). Walau kurang puas sama Gundala, I really really hope this movie will be a super hit. Jadi silahkan, be wise :)

Irwan Fajaruddin mengatakan...

Ratingnya di bawah DILAN? Oke. Semoga lebih banyak film seperti DILAN. 🤣

Anonim mengatakan...

sampai siang ini belum banyak blog review film yg ngebahas gundala. mungkin takut kalo jujur bakal diserang fans die hard nya jokar :)

btw selain movfreak sy jg suka blog niken bicara film, dan dia bahkan 'cuma' ngasih 2,5 and i agree with her...

Farhan Hanif mengatakan...

GUNDALA
pengembangan karakter: 85
plot/storyline: 75
fighting: 60
sound: 85
visual effects: 70

Overall, sesuai ekspektasi sih. Masalah kekurangan di fighting itu ga terlalu parah kok dan porsinya juga kecil dibanding kesuksesan besar yang udah dicapai film ini dalam "world and character building" yg bener-bener keren, bisa dibilang yang paling keren untuk ukuran superhero non-Amerika, label "terobosan" rasanya tak berlebihan untuk disematkan pada film ini, menutupi kekurangannya di aspek fighting.

Anonim mengatakan...

filmnya emang jelek, ga jelas, kostumnya norak, ceritanya bertele-tele

Fariz M Rashid mengatakan...

Yang bilang filmnya jelek cuma akun-akun anonim haha syedih...

nystk mengatakan...

Bang rasyid tidak salah, Gundala-nya yang sampah
Tapi sampah bukan sembarang sampah
Asal diolah, bisa berbuah
Kecil hati, itu tak usah
Namanya belajar pasti berdarah
Yang penting sabar, pantang menyerah

Zhee TheInnocentBoy mengatakan...

Maaf salpok sama absnya Abimana bertebaran dimana-mana 😁🤭😱😍

My eyes are blessed 😍😍😍😘😘😘

Cinemania mengatakan...

Bagus sih menurutku
nonton tanpa ekspetasi apa2
dan keluar bener2 speechless
keren gila

setuju fighting'a kurang greget dibanding The Raid
tapi ya lumayanlah, masih oke
lagian fighting mana sih yg lebih baik dari The Raid? haha
apalagi ceritanya seru bgt
dan karakter2nya semua sukses bikin tertarik
villainnya lebih oke dari rata2 film DC/Marvel

ending bener2 perfect untuk ngebangun rasa penasaran akan kelanjutan BCU
kalo mau dibilang konklusi lemah, sebenernya lebih lemah konklusinya Dr.Strange sih, anti-klimaks bgt itu

Raditya mengatakan...

Masih banyak kekurangan? Betul. Tapi tidak seburuk Wiro atau Justice League juga, apalagi Dilan. Secara keseluruhan sangat menghibur dan cukup memuaskan. Kelemahannya cuma terletak pada Joko Anwar yg terlalu ambisius jadi terasa keteteran di beberapa bagian. XXI Pondok Gede juga standing applause. 👍

Anonim mengatakan...

apa yang mau diharapkan dari sutradara yang muja-muja BvS ??? haha
hasilnya ga beda jauh toh, sok dalem, sok rumit, jadinya ambyar

Naufal Pratama mengatakan...

pertama kali nonton emang agak kurang jelas, bingung, narasinya terkesan berantakan, plot hole dimana-mana, banyak scene ga nyambung, dialog kurang jelas, dsb... tapi pas nonton kedua kali gue baru ngeh pola narasinya, hubungan antar scene nya, terutama rencana si Ghazul, dan konsep keseluruhannya yang bener-bener WOW! harus nonton berkali-kali supaya paham... (ya tipikal film Jokan emang gitu kan) bisa dibilang terlalu rumit dan ambisius sih, muluk-muluk, tapi kalo ngeh itu rasanya WOW! WOW! WOW!

Muhammad Faisal Aulia mengatakan...

gw ga peduli gundala, gw lebih peduli Spiderman kembali ke Sony, daripada harus join sama Disney miki mouseeee

Fazrol mengatakan...

Ntar Sony Pictures dibeli sama AT&T biar Spidey gabung DC haha

oktabor mengatakan...

Numpang Komen lagi ah hehe..

Kostum buat saya ini keren banget lho. Kenapa?
1. Ide dasar kostum mark 1 ini hanyalah sekedar sarana supaya orang di sekitar sancaka engga kesetrum. Helm - google - jaket harian - celana security. Sederhana saja. Soal sancaka ngerakit kostum ini sebenernya bisa menarik asal dikasih porsi cukup untuk dijelaskan.

2. Kostum awal ini sangat2 merchandise-able. Dari sekedar wallpaper hape sampe statue semuanya keren.

3. Kostum upgrade di post credit juga keren. Apalagi pas penutup mulut dipasang. Buat suit nilainya 9/10 deh.

Unknown mengatakan...

Kalo nggak peduli sama gundala kenapa komen disini panjul!!! padahal disini jelas2 lagi pada bahas review gundala, dasar geblek

Rnur mengatakan...

Boleh share reviewnya ke grup fb gak bang?

Unknown mengatakan...

Overall bagus banget .ama capt marvel wiro jauh. Fightscene nya juga lumayan kok natural. Aroma nolan kuat banget disini.Nggak pake ngantuk dari awal sampai akhir dibanding endgame yang pertengahan bikin ngantuk.

Billy R mengatakan...

hahahha.. menurut gua sih parah... Fighting Scene medioker.. script nya average.. yg ga bakal gua lupain tuh beberapa scene di Pintu Rel Kereta ama dandanan si Pengkorr... Ya ampunnnnnnn..


5/10 lah...

Rafli mengatakan...

Rasyid anjing sok ngreview gundala kasih bintang 3, lo kalo ngereview otak dipake, blog memek aja gaya setinggi langit otak masih cetek aja belagu mau ngereview, dasar blog sampah

oranye mengatakan...

Yang setuju fight scene terbaik waktu awang nemuin sancaka siapa ???

susan mengatakan...

Kalo gw malah sering skali spendapat ama blog ini soal rating film, trmasuk Gundala. Menurutku alurnya g bisa santai, lompatan2 nya kurang mulus dan konklusinya aduh banget. Soal fight scene udah aku maafkan kok

Veeth mengatakan...

Waaa bang Rasyid diserang hayoloo....padahal masih kasih 3 bintang loh, artinya masih 6/10. Di mydirtysheet 5/10 dan montesafilm juga 2,5/5 tapi ga diserang kolom komennya. Poor bang Rasyid.

Veeth mengatakan...

Fans gundala : ah gw ga ngaruh review blogger mah, gw mah nunggu review dari channel cine crib yg paling keren mah...

Besoknya yg review di cine crib Lu lagi bang Rasyid!

Fhyt mengatakan...

Teman-teman, menangkap kekurangan dari suatu film bukan berarti gk mendukung kok, itu justru salah satu bentuk kepedulian untuk filmnya supaya bisa berkembang, i get it kalau kalian niatnya baik ingin supaya filmnya sukses (banyak yg nnton), supaya bisa berlanjut, tapi gk perlu nge-hate org lain yg beda pendapat, kita hanya berbeda bentuk kepedulian aja.

Fhyt mengatakan...

Btw soal gundala, hampir semua poin sependapat sama bang rasyid, nambahin dikit, salah satu nilai plus dari film ini adalah kostumnya yg bahkan saya berani bilang development setara film superhero hollywood, karna bisa menyeimbangkan estetika dengan fungsionalnya dengan sangat baik, fashionable tapi tetap realistik.
Sebenernya hal agak menganggu menurutku yg langsung kerasa itu si deus ex machina ituh, meskipun itu hal yg seru untuk bangun jagad sinema, but it feel lazy. Sama satu lagi arcnya ghazul itu menurut saya lebih pas jika dijadikan credit scene, ketimbang credit scene yg sebenernya. Harusnya dituker tuh urutanya.
Emang yg kurang dari film ini sih mostly karna bebanya sebagai gerbang pembuka semesta, yg mengharuskanya memberi fondasi untuk jagad ini tapi dengan tetap menceritakan origin dari gundala itu sendiri, yang tentu bisa dipahami, karna shared universe adalah hal baru di sinema indonesia. Tapi effortnya patut di apresiasi karna terbukti bisa bikin excited untuk proyek kedepanya.

Rivaldi K mengatakan...

Pada bicara fighting Gundala kurang, coba lu tonton The Dark Knight Rises lebih parah fightingnya loyo abis, keliatan settingan bgt, apalagi pas Batman lawan banyak musuh di depan terowongan bener2 keliatan kaya gladi, musuhnya belum kena pukulan aja udah menjatuhkan diri sendiri, belum lagi pergerakan kamera Nolan yg monoton, ga ada intensitasnya sama sekali.. pas lawan Bane di akhir juga keliatan macam gladi, ga ada seru-serunya.. Bane dan Talia mati dgn anti-klimaks, final battle paling cupu yg pernah ada.. AYO FAIR LAH DALAM MENILAI.. Jangan jadi Roger Ebert utk film luar, tapi jadi CinemaSins utk film lokal..

Rivaldi K mengatakan...

Secara keseluruhan, sangat bisa dinikmati dan sangat menghibur, bagian lucunya dapet, bagian sedihnya dapet, bagian seremnya dapet, dari menit pertama sampai detik terakhir ga ada kendornya. Soal fighting atau final battle lemah, pake komparasi aja TDKR lebih ancur tapi kita toleransi. Soal narasi, masih bisa diikuti dan mudah dipahami, tidak se-chaotic Endgame.

Erwin Nusa mengatakan...

Rasyid Harry di CineCrib (pas bahas BCU):
Kita ini selalu mudah mengkritisi film lokal, ada kekurangan dikit aja dicecar habis-habisan. Sementara film luar banyak kekurangan aja kita toleransi.

Rasyid Harry di Movfreak (review Gundala):
Gundala fighting kurang, final battle lemah. Overall rating bagusan Justice League. 🤣🤣🤣🤣🤣

Baskara Pandu mengatakan...

What an Irony...

Joe Flow X mengatakan...

Mungkin itu beda orang, cuma kebetulan namanya aja sama wkwkwk

Cinemania mengatakan...

itulah hebatnya Rasyid, dia orangnya visioner, sebelum orang lain mengkritisi dirinya, dia duluan yg mengkritisi dirinya sendiri di masa depan 😅

Arif Prasetyo mengatakan...

ga masalah mengkritik film, tapi lebih baik kalo standarnya jelas, ga standar ganda

Anonim mengatakan...

konsep rating film emang abstrak dan ambigu karena tiap film itu ga bisa dibandingkan apple-to-apple, sehingga rating ga bisa dijadikan perbandingan, tapi kalo rating ga bisa jadi alat pembanding, lalu apa gunanya rating? Percuma kan jadinya, mending ga usah ada rating, cukup review aja. Contoh WATCHMEN ID. ��

Anonim mengatakan...

Salut akh ma people +62, gundala narasi nya lebih rapih dari endgame dan final battle nya lebih baik dari tdkr.

KIRIK!!!

Anonim mengatakan...

Kesian endgame, cuma bentaran doank di pucuk nya. Salut ma gundala yg berhasil merebutnya... bruakakakakakakbruakakakakakakakak!!!!!!

Bagas F mengatakan...

fight scenes di TDKR emang awkward tingkat dewa sih, coba tonton aja lagi, perihal narasi, jelas Endgame lebih convoluted

Faisal Fais mengatakan...

Kemarin abis nonton untuk kedua kalinya utk meyakinkan diri setelah membaca review" negatif. Menurut gw narasi film ini ga jelek, cuma ga biasa aja, ga ada aturan baku juga pola narasi film harus seperti apa, bisa dibilang ini overstuffed tapi faktanya ini film ga menjemukan sama sekali dr awal sampe akhir, justru ngalir dgn enak dan highly entertaining, ga heran klo dimana" penonton tepuk tangan. Minusnya cuma beberapa dialog intonasinya kurang jelas, agak bergumam, mungkin itu yg menyebabkan sebagian orang lost dan kurang paham sama ceritanya. Gw juga harus nonton 2x untuk bener-bener nangkep maksudnya apa karena dialog yg kurang jelas itu. Tapi setelah paham, barulah film ini ngena. Agak mirip film-filmnya Nolan. Beberapa detail pun baru gw tangkep setelah nonton 2x, salah satunya soal para suami yg nyogok supaya istrinya disuntik duluan dan ternyata zonk, berpotensi utk memicu konflik di film-film selanjutnya. Itu bener" kritik sosial yg keren, mengingatkan kita sama film Train to Busan yg penuh kritik sosial. Fight scene nya juga ga jelek-jelek amat ko, it's actually pretty good.

Fariz M Rashid mengatakan...

masih ada orang Indon yg silau sama Amerika, mungkin masih ada bawaan mental terjajah

Fariz M Rashid mengatakan...

Babak 1 = Gila, heart-breaking bgt 😭
Babak 2 = Anjir lucu banget 😆
Babak 3 = WOW! Penuh kejutan! 🤯
Asli dah kurangnya di mana sih???
Kalo mau dikorek-korek mah film sekelas The Dark Knight pun banyak flaw-nya, boleh diadu. Apalagi dibandingin ama Jastislig buset dah...

Anonim mengatakan...

Jastislig wkwkwk

oktabor mengatakan...

perihal dialo yang kurang terdengar kayaknya faktor si aktor / aktris juga ga sih?

Aktor aktor yang terkenal baik dalam berintonasi dan melafalkan dialog antara lain :
- reza rahadian
- nicholas saputra
- ario bayu

jazzeldiyast mengatakan...

-jalan cerita bagus
-pertarungan nya real gak lebay
-cocok jadi pembuka BCU

Overall
GUNDALA 8/10

Geronimo mengatakan...

Kritikus Indo: "Fighting Gundala terlalu lambat dan keliatan dibuat-buat"
The Dark Knight Rises: "Hold My Batarang"

Raditya mengatakan...

Ya emang Final Battle-nya mirip sinetron2 di SCTV, rada absurd. Tapi semua terbayar lunas sama twist si Ghazul yg berhasil nipu Pengkor, DPR, dan Gundala untuk memecahkan kaca yg membelenggu Ki Wilawuk. Mantep bgt itu. Apalagi Act 1 dan 2 juga udah solid bgt. Overall bagus lah, di atas ekspetasi.

alex jr mengatakan...

takut laba laba = Spiderman

Findya mengatakan...

bagus bgt menurutku, dr awal mulai sampe selesai bner2 menghibur, banyak adegan lucu yg bneran lucu, lebih lucu dari rata2 film komedi indonesia, wajib bgt nonton deh, btw adegan tarungnya juga bagus ko ��

Janus mengatakan...

Blog ini sangat membantu gw klw mau nonton.. selalu setuju. Review boleh beda. Tapi kan membangun juga.

Anonim mengatakan...

Takut pacar = bucin

Anonim mengatakan...

@anonim:
Satu kalimat pas gw baca komen lu = APAAN SIH LU GAK JELAS ANJING

Anonim mengatakan...

Film gak jelas anjing ,mending gak usah d tonton ,sok sokan mw ngikutin dcu sma mcu ,mending dripada bikin bumi langit bikin aja azab universe
Jauuuuuuuuh masih bagusan aquaman

wah1dkurniawan mengatakan...

Bagus semuanya.. yang kurang SATU kemampuan Gundal yang ngga nongol. Dalam komik aslinya Gundala itu punya kemampuan kaya FLASH, makanya agak lucu waktu lihat Gundala ngejar mobil sampai harus naik motor..

LOLO mengatakan...

Beda sama komik, Gundala versi Joko Anwar ini sengaja mau dibuat realistis seperti Batman tapi dengan kemampuan listrik seperti Shazam, itu pun hanya terjadi kalo dia menyerap energi dari petir, kalo ga ada petir, dia cuma orang biasa macam Batman. Keren sih konsepnya. Lebih realistis.

Unknown mengatakan...

Inget ga percakapan Ghazul ama Ki Wilawuk itu yg bilang "Gundala sudah bangkit tapi masih belum tahu jati dirinya", saya menangkapnya disini mksdnya Sancaka blm bnr2 bisa eksplore powernya dan emg bnr2 awal bngt dan real sih, jd ada proses sampai dia tau kekuatan aslinya. Mungkin akan di eksplore di film berikutnya lagi kekuatan2 dia yg lain.

Anonim mengatakan...

Bacot lu anak haram

Fajar mengatakan...

Itu kenapa harus hancurin botol vaksin pakai resonansi. Padahal cukup telpon petugas vaksin atau bikin berita online aja. Kan internet gak diblokir.

Billy R mengatakan...

Luar Biasa comment tembus 150... Terbukti!! Blog ini pedoman untuk nonton Film ... dan Jelas... Gundala.. Sangattttt Medioker..

Billy R mengatakan...

oh iya... titip Pesen...

Tolong ntar film yg kedua adegannya difokuskan dgn kekuatan2 supernya dan musuhnya juga punya kekuatan super. Baru seru dan benar2 film superhero namanya. Jangan adegan berkelahi2nya spt orang biasa. Semoga gundala kedua ntar tambah sukses.

Houtreki mengatakan...

Bang perasaan waktu awal rilis review ngasih bintang 3.5 (di letterboxd juga gt) sekarang knp diturunin bang?

Joe Danger mengatakan...

Petugas vaksin kan ada banyak bgt itu udah disebar di seluruh kota, masa mau ditelepon satu-satu? Keburu terlambat dong... Dan udah dijelasin demi alasan keamanan dan menghindari misinformasi, cuma direktur perusahaan farmasi itu yg bisa hubungin para petugas vaksin.

Rivaldi K mengatakan...

Nothing personal bro rasyid, bukan mau nyerang, cuma mau berbeda pendapat aja, menurut saya ini film cukup perfect sebagai pembuka BCU, dari struktur cerita emang terasa agak tidak biasa karena banyak bgt point (atau gimik cerita) yg dipaksa dimasukan Jokan demi menarik excitement penonton (terbukti penonton pada tepuk tangan setelah film abis)

mungkin sebagian kritikus lebih mengharapkan sebuah film yg sederhana macam Iron Man 1 yg "bagus standar" walau kurang laris. Tapi itu terlalu berisiko untuk Bumilangit yg membutuhkan film awal yg langsung nendang dan laris. Mungkin Marvel bisa build-up universe secara slow selama 4 tahun karena mereka punya sumber daya lumayan gede untuk survive di masa-masa awal itu. Tapi Bumilangit dengan keterbatasan dana, ga bisa slow start seperti itu, kalo bikin film awal yg "bagus standar" macam Iron Man 1 atau Batman Begins, yg cuma bakal bikin orang bilang "oke, bagus", antusiasme penonton kurang meledak dan kelanjutan universe ini bisa terancam

film awal ini jadi pertaruhan, mereka butuh film awal yang langsung tancap gas dan jadi gong untuk film-film selanjutnya, makanya Jokan terpaksa membuat film yg seolah memadatkan cerita Batman Begins, The Dark Knight, dan The Dark Knight Rises ke dalam 1 film berdurasi 120 menit, banyak gimik dan plot point yg dipaksa dimasukkan ke dalam film Gundala ini demi membuatnya tampak keren dari segi plot point, ragam setting, dan segudang karakter keren yang memancing penasaran walau memang membuat struktur ceritanya "tidak biasa", bukan berarti jelek, karena sebenarnya tidak ada pakem wajib dalam struktur cerita, hanya masalah selera. Dan tujuan film ini pun tercapai dengan pecahnya tepuk tangan penonton di mana2.

Untuk yang terbiasa dengan struktur cerita standar ala MCU mungkin akan terasa janggal mengikuti alur Gundala, tapi untuk yg lebih open-minded, tak ada masalah, toh ceritanya mudah dipahami dan mudah juga memancing kepedulian penonton. Hanya saja fighting di babak ketiga yg memang sangat perlu diperbaiki. Tapi itu tidak melemahkan konklusinya sama sekali, karena konklusi film Gundala kan ada pada keberhasilan rencana Ghazul untuk mengelabui Pengkor dan Gundala supaya memecahkan kaca yang membelenggu Ki Wilawuk, bukan pada keberhasilan Gundala mengalahkan Pengkor (itu cuma kemenangan palsu). AKhirnya Gundala dan Pengkor sama-sama kalah, si Ghazul yang menang. It's kind of a brilliant twist. So, overall. This film is weirdly good and extremely entertaining from start to finish.

Joe Danger mengatakan...

dan direktur perusahaan farmasi itu kan anak buah pengkor (udah dijelaskan itu anak perusahaan pengkor)

Fajar mengatakan...

Oh iya ya, petugas vaksinnya banyak. Thanks infonya.

jazzeldiyast mengatakan...

Mari kita dukung Pak Joko Anwar agar lebih sering membuat film Indonesia yang berkualitas, biar bioskop kita tidak diisi film2 macam FTV cinta cintaan Mulu hahaha

RP Samudera mengatakan...

yang jelas ini film ga bikin ngantuk dari awal sampai habis. sebagai sebuah hiburan, ini recommended bgt 👍👍👍

Rizky Yudhistira mengatakan...

Better than anything in the DCEU
even better than some of MCU movies like Homecoming or Ant-Man and the Wasp
terbukti film bagus ada pada kekuatan cerita, bukan budget atau CGI
salut perfilman Indonesia, semoga tembus 3 juta penonton

MCU mengatakan...

@RIKI matamu iku kurang jeli.. jelas2 adegan fightnya kacau masih dipuji2. jelas lebih bagus BVS lah fight nya. apalagi sok banding2in narasinya ama endgame. jauh bgt. jauh lebih bagus endgame daripada film ini.. makanya jgn sok banding2in ama film2 bagus. film medioker kyk gini gk pantes dibanding2in ama endgame...

redstorm mengatakan...

Berasa nonton Parasite, kombinasi berbagai macam Genre. Keren bgt lah. 5/5. Atmosfer ala Jokan dicampur tema superhero, sangat dapet feelnya.

KickMeGeek mengatakan...

Di awal dark -> di tengah comedy -> di akhir twist! dan endingnya cliffhanger bgt, sangat bikin penasaran

ga sabar nunggu Sri Asih dan Godam-Tira, semoga ga kalah bagus sama ini 😁

Dimas mengatakan...

cuma kurang di beberapa aspek teknis, tapi secara keseluruhan film ini cocok sebagai pembuka jagat sinema bumi langit, memenuhi fungsi dan tujuannya

Fajar mengatakan...

Yg keren itu ciri khas Gundala yakni telinga bersayap bisa dijelaskan secara logis. Yaitu supaya tidak merasa sakit ketika disambar petir.

KEVIN mengatakan...

Jujur ini pertama kali gue puas nonton film lokal di bioskop, ya ya gue emang jarang nonton film lokal, tapi film2 lokal yg hype (di atas 1 juta penonton) selalu gue tonton, dan ini satu-satunya yg worth the hype, asli keren

oktabor mengatakan...

Wah, iya ya..saya baru paham soal detail kotak kaca ki wilawuk dan botol kaca vaksin itu satu material yg sama. Makanya ghazul bilang cuma satu orang yang bisa memecahkannya. Emang semuanya udah disetting ghazul yak. Kelemahan dari plot yang terlalu padat adalah berisiko membuat penonton tidak menangkap masalah utama di cerita. hehe..

langitmerah mengatakan...

Wajar kalau banyak plot hole karena masih bakalan disambungkan ke film2 berikutnya. Tapi secara penggarapan udah rapi. Setuju kalau action berantemnya masih kayak gladi resik, masih kayak latihan. Tapi di Wiro Sableng, Kang Yayan juga gak bagus2 amat ngarahin adegan fighting. Kalau bukan fighter asli emang agak susah nyajiin adegan fighting yang proper.

Yang agak membingungkan itu pemeran tokoh ibunya Sancaka tau-tau nongol lagi sebagai tokoh istri seorang legislator muda. Sempet kepikir si ibu ninggalin Sancaka terus kawin sama si legislator muda ini. Tapi ternayta itu beda peran, tapi diperankan orang yang sama.

Fajar mengatakan...

Betul itu, ceritanya padat. Adikku yg SMP aja bingung dengan inti ceritanya. Sejauh yg saya tangkap inti ceritanya sebagai berikut:
Masa lalu kelam bisa menghasilkan jagoan dan penjahat. Masa lalu kelam tidak bisa dijadikan pembenaran untuk berbuat jahat. Isu serum amoral adalah cara agar semua ibu hamil disuntik vaksin pembuat janin cacat.
Satu-satunya cara mencegah pemberian vaksin adalah dengan memecahkan botol kaca vaksin di seluruh negeri dengan resonansi dari petir Gundala. Ternyata botol kaca vaksin dibuat dari kaca yg sama dengan kaca yg mengurung Ki Wilawuk. Botol kaca vaksin pecah berarti vaksin janin cacat gagal tersebar, namun kaca yg mengurung Ki Wilawuk juga pecah.
Huh....benar2 padat dan banyak twist.

Erfan mengatakan...

@Fajar: Vaksin cacat berhasil menyerang ibu-ibu yg nyogok supaya disuntik duluan (kritik sosial juga itu) orang nyogok kena karmanya

Erfan mengatakan...

Whaaaaat the fuck? Beda aktor woy itu, Ibu Sancaka dengan Istri Legislator muda itu beda aktor, jauh banget wajahnya juga, sama apanya?? Yang jadi Ibu Sancaka mah si Marissa Anita yg di NET, yang jadi Istri Legislator mah figuran artis ga terkenal

Erfan mengatakan...

@langitmerah

Fajar mengatakan...

Betul itu kritik sosial. Makanya antri dong yg tertib. Walaupun ada yg kena vaksin cacat tapi tidak sampai skala nasional. Cuma sayangnya adegan vaksin pecah kurang besar. Cuma diperlihatkan di satu pos aja. Kurang berasa skala nasionalnya.

langitmerah mengatakan...

@erfan nonton lagi gih. Terus pelototin yang bener yak. Mau taruhan?

Ryan mengatakan...

@langitmerah yg jadi ibu sancaka itu marissa anita. yg jadi istri legislatif muda itu putri ayudya yg main dikafir . beda memang

Faisal Fais mengatakan...

@langitmerah: Lu nonton jangan sambil merem makanya. Jelas beda aktor, wajahnya pun beda jauh. Mata lu minus berapa sih??? Yang jadi Ibu Sancaka itu Marissa Anita yg main di film Mother's Love. Yang jadi Indira Rahayu (Istri Politikus Muda) itu Putri Ayudya yg main jadi Ibu di film Kafir. Kaga ada mirip-miripnya dah!

NIH LINK NYA :

https://www.medcom.id/hiburan/film/yNL73Z2K-marissa-anita-tak-sadar-dipersiapkan-sejak-lama-sebagai-ibu-sancaka-di-film

https://www.suara.com/entertainment/2019/08/25/200000/putri-ayudya-penasaran-lihat-hasil-aktingnya-di-film-gundala

https://www.republika.co.id/berita/senggang/film/19/08/29/pwyyv5328-joko-anwar-persiapkan-semua-karakter-gundala-dengan-detail

Raditya mengatakan...

@langitmerah
Woy beda aktris begook!! Itu Marissa Anita yang jadi Ibu Sancaka, sementara itu Putri Ayudya yang jadi Indira Rahayu!! Ga mirip sama sekali. Lupa bawa kacamata lu ya????

redstorm mengatakan...

it's surprisingly good! i like it
not a regular superhero flick tho'
maybe too complicated for some people
but it's actually good
if you watch it multiple times, you'll get something new everytime

agoesinema mengatakan...

Baru kelar nonton, udh nurunin ekspektasi, gak berharap semegah MCU atau DCEU... tp gw harus jujur ini karya terlemah dari Jokan.

Pertama Fight scenenya lemah, bahkan tidak selevel dgn fight scenenya Headshot-nya Mo Brother, padahal film tsb jg dikritisi dibagian ini.

Kedua terlalu banyak Karakter yg dijejalkan di film ini, kasusnya mirip dgn Wiro Sableng. Sehingga pengembangan karakternya kurang, padahal karakternya nyentrik. Setuju dgn salah satu komen di atas, anak2 Pengkor bisa diisi oleh para stunt atau fighter daripada aktor terkenal yg gak bisa fight.

Ketiga tone nya dark ala DCEU tp mencoba menyelipkan humor ala MCU, sy jadi kurang sreg, entah selera humor sy yg aneh atau gimana, sepanjang film sy gak pernah tertawa bahkan senyum. Mungkin sy terbawa tone dark di awal film.

Keempat sy agak terganggu dgn skoring filmnya, entah kenapa kadang2 gak blend dgn filmnya.

Terakhir, sekalipun blm puas sy masih berharap universe Bumi Langit ini tetap lanjut. Jujur sy lebih antusias nungguin jagoan2 dari timeline Jawara seperti Si Buta dan Mandala krn lebih Indonesia bgt, gak bakal ada yg banding2in dgn superhero DC atau Marvel

faizarhabdg mengatakan...

Visi Joko Anwar dalam film ini itu udah keren banget cuman sayangnya eksekusinya masih kurang kayak adegan berantem yang nanggung dan kebanyakan, plot yang terlalu padat jadinya malah ga nangkep dan kurang rapi (gw baru ngeuh twist Ghazul itu pas baca review bukan pas nonton hahaha), dan terlalu banyak karakter yang dikenalin. Kalau adegan berantemnya dikurangi dan filmnya lebih fokus ke arah perkembangan Gundala dan intrik politik Pengkor dan Ghazul, film ini bakal keren banget sih.

Yang paling gw suka di film ini sih beberapa isu yang Indonesia banget dibawa ke film ini mulai dari sesimpel nyogok petugas buat motong antrian sampe intrik-intrik politik wakil rakyat. Hal yg bikin film Gundala kerasa banget Indonesianya.

Untuk post-credit scene harusnya dituker sm adegan Ghazul di akhir baru kerasa pas hahaha.

Overall score: 8/10

Buat Gundala, selamat telah membuat gw penasaran sama film-film BCU selanjutnya. Semoga makin mantep dan makin epic ceritanya

Alvin Maulana mengatakan...

Wah bahasanya mantap sekali ya. Joss deh kelakuan fanboynya yang seperti ini :')

redstorm mengatakan...

Dari segi review, gue setuju sama semua yg dipaparkan Bang Rasyid. Tapi dari segi rating (di bawah Wiro Sableng dan Justice League) gue ga setuju... no offense, just an opinion... chills

redstorm mengatakan...

@faizarhabdg:

Adegan Ghazul itu inti dari keseluruhan filmnya. Pengkor dan Gundala itu semua ditipu oleh Ghazul. Ga nyambung kalo ditaro di post-credit.

Coba tonton lagi deh. Kemenangan Gundala atas Pengkor itu cuma kemenangan palsu, klimaks filmnya justru ketika Gundala memecahkan botol sekaligus kaca yg membelenggu Ki Wilawuk sehingga rencana Ghazul berhasil.

Jadi sepanjang film ini dari awal sampe akhir itu semua intinya tentang rencana Ghazul.

Mirip sama The Dark Knight, Batman mengalahkan Joker di atas gedung itu cuma kemenangan palsu, inti ceritanya ada di adegan Harvey Dent yg berubah jadi Two-face dan mau membunuh keluarga Gordon. Joker sebenarnya berhasil... Kalau adegan Two-Face itu ditaro di post-credit, aneh dong. Kan itu klimaks puncaknya.

Angin Timur mengatakan...

Jelaskan jeleknya ada dimana. Jangan cuman bisa ngejelek-jelekin film tanpa kejelasan. Ditambah sering ngespam lagi. Aneh