THE PEANUT BUTTER FALCON (2019)
Rasyidharry
Oktober 10, 2019
Bagus
,
Bruce Dern
,
Comedy
,
Dakota Johnson
,
Drama
,
John Hawkes
,
Jon Bernthal
,
Michael Schwartz
,
REVIEW
,
Shia LaBeouf
,
Thomas Haden Church
,
Tyler Nilson
,
Zack Gottsagen
9 komentar
Dua individu saling mengisi guna menyembuhkan
luka batin masing-masing. Terdengar familiar? Faktanya tema serupa memang telah
dipakai berulang kali, jumlahnya tak terhitung lagi. Tapi The Peanut Butter Falcon, selaku debut film panjang duet sutradara
sekaligus penulis naskah Tyler Nilson dan Michael Schwartz, membuktikan kisah
lama tersebut belum, atau bahkan takkan usang, dalam sebuah perjalanan intim yang
mendekap hangat hati penontonnya.
Zak (Zack Gottsagen) adalah
pengidap down syndrome berusia 22
tahun yang terpaksa tinggal di panti jompo akibat ditinggalkan oleh
keluarganya. Di sana, Zak selalu melakukan dua hal: menonton rekaman aksi
pegulat idolanya, Salt Water Redneck (Thomas Haden Church), dan berusaha
melarikan diri. Sang penjaga, Eleanor (Dakota Johnson) pun dibuat pusing
karenanya. Sampai suatu malam, dibantu teman sekamarnya, Carl (Bruce Dern), Zak
kabur. Tujuannya satu: menemui Salt Water Redneck untuk meminta diajari
bergulat.
Zak bertemu Tyler (Shia LaBeouf),
nelayan yang selepas kematian kakaknya, Mark (Jon Bernthnal), kerap menyulut
masalah. Tidak terima disalahkan setelah mencuri kepiting di umpan milik Duncan
(John Hawkes), Tyler diburu pasca membakar peralatan menangkap ikan seharga $12
ribu. Sama-sama berstatus buron, Zak dan Tyler berjalan bersama demi mencari
Salt Water Redneck. Perlahan, ikatan persaudaraan di antara mereka pun tumbuh.
Mengambil beberapa elemen cerita
dari karakter Huckleberry Finn ditambah pengalaman personal Zack Gottsagen yang
bermimpi tampil sebagai aktor di layar lebar, Nilson dan Schwartz mengisi
naskahnya dengan hati, juga kreativitas. Hanya bermodal $6 juta, keduanya mesti
memutar otak bagaimana merangkai petualangan unik nan menarik. Hasilnya, timbul
ide-ide kreatif berupa rangkaian peristiwa quirky
khas drama-komedi indie yang
menyeimbangkan bobot hiburan dengan drama.
Tidak nihil tujuan, sebab tiap
peristiwa berkontribusi menguatkan hubungan Zak dan Tyler sedikit demi sedikit.
Mungkin kehangatan urung terjalin bila dua pemeran utama tampil tak sebaik ini.
Natural dan spontan dalam berinteraksi, begitulah Gottsagen dan Shia LaBeouf di
sini. Memerankan versi alternatif dirinya, Gottsagen memperlihatkan jika memilih
aktor dengan down syndrome untuk
memerankan karakter down syndrome bisa
menguatkan realisme. Kesan serupa dimunculkan LaBeouf lewat performa raw, baik kala menghidupkan sisi Tyler
yang terluka, maupun Tyler yang sarat perhatian melalui caranya sendiri.
Serupa karakter peranan
masing-masing, kedua aktor saling mengisi, menjalin hubungan hangat supaya
penonton merasa terundang turut serta dalam petualangan mereka. Dibarengi
alunan scoring bernuansa country—yang
efektif menggambarkan kejujuran ungkapan rasa lewat alunan nada penuh jiwa—The Peanut Butter Falcon bak membawa
saya menuju perjalanan damai nan hangat. Rasanya seperti berada di rumah
bersama orang-orang terkasih.
Pun filmnya cermat menentukan timing kapan mesti melibatkan Eleanor
secara signifikan. Tatkala alur mulai melangkah jauh dan risiko amunisi menipis
mulai tercium, kehadiran Dakota Johnson kembali memperkaya dinamika. Demikian
pula saat nama-nama macam Bruce Dern, John Hawkes, sampai Thomas Haden Church
melakukan kemunculan kecil berdampak besar. Nilson dan Schwartz tahu, kapan
filmnya butuh suntikkan nyawa baru.
The Peanut Butter Falcon juga punya pencapaian spesial, yang
sekilas mudah, padahal merupakan perkara rumit, yakni melahirkan tawa melalui
karakter pengidap down syndrome.
Tanpa kepekaan, humornya berpotensi mengandung stereotip ofensif. Beruntung, The Peanut Butter Falcon adalah tontonan
yang suportif.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
9 komentar :
Comment Page:Pengen nonton ini dari kapan tau. Tapi di bioskop2 sini (Jambi) posternya nangkring di "coming soon" melulu... Ntah sampai kapan. Kayaknya bakalan abadi sampai kemudian hilang sendiri tanpa sempat ditayangkan �� #sedih
Min minta masukan, kalo disuruh milih nnton di bioskop, ini apa abominable?
Joker aja haha
Peanut Butter 😁
Dua2nya aja ^^ Marathon nontonnya. Atau hari ini nonton abominable, besoknya nonton ini.
Aku belum nonton film ini sih,tapi kayaknya worth to watch. Abominable udah nonton, dan menurutku sih bagus.
Pokoknya mah kalau Rasyid kasih nilai bintang 4 ke atas nonton aja. Hehe
Ah... Kan jadi makin pengen nonton Peanut Butter :(
Naaah kalo bisa urutan kayak gini lebih baik 😁
Dtayngkan kok d cinemax lippo plaza jambi
Iyakah? Udah tayang ya?
Soalnya waktu aku ke cinemax lippo tepat pas tgl 9 itu masih coming soon.
Padahal rencananya mau marathon nonton sama abominable, biar sekalian aja. Akhirnya cuma nonton abominable.
Dan memang belum ngecek2 lagi, karena udah kayak berhenti berharap... yakin gak bakal tayang gitu.
Alhamdulillah kalau ternyata tayang.
Makasih banyak ya info nya :)
Posting Komentar