STAR WARS: THE RISE OF SKYWALKER (2019)
Rasyidharry
Desember 18, 2019
Adam Driver
,
Adventure
,
Carrie Fisher
,
Chris Terrio
,
Cukup
,
Daisy Ridley
,
Dan Mindel
,
Fantasy
,
Ian McDiarmid
,
J. J. Abrams
,
John Boyega
,
John Williams
,
Oscar Isaac
,
REVIEW
20 komentar
Terpecahnya penggemar menjadi dua
kubu akibat kontroversi Star Wars: The
Last Jedi (yang saya beri nilai sempurna) berdampak panjang, bahkan hingga
dua tahun kemudian saat sekuelnya, The
Rise of Skywalker. Mengembalikan J. J. Abrams di kursi sutradara, penutup
saga Skywalker yang membentang empat dekade ini terasa bak dibuat hanya sebagai
jembatan antara kedua belah pihak. Hasilnya setengah-setengah. Masing-masing
sisi mungkin bakal terhibur, namun menyisakan ketidakpuasan.
Beberapa tahun pasca The Last Jedi, Rey (Daisy Ridley) melanjutkan
latihan Jedi bersama Jenderal Leia Organa (Carrie Fisher “dihidupkan lagi” secara
halus dengan menerapkan footage tak
terpakai dari The Force Awakens),
sedangkan Kylo Ren (Adam Driver), kini berstatus Supreme Leader, makin gencar
berusaha menghancurkan Resistance, kali ini dengan tambahan kekuatan dari
Palpatine (Ian McDiarmid). Tentu ini bukan spoiler,
mengingat kembalinya mantan Emperor ini telah diumumkan sejak April.
Guna menggagalkan rencana tersebut,
Rey, Finn (John Boyega) dan Poe Dameron (Oscar Isaac) harus melintasi galaksi,
mengunjungi berbagai planet untuk mencari alat penunjuk jalan menuju dunia
Sith. Tapi untuk menemukan lokasi alat itu, mereka harus lebih dulu memiliki
sebuah belati yang mencantumkan informasi dalam Bahasa Sith kuno, dan
seterusnya. Dibuat naskahnya oleh Abrams dan Chris Terrio (Argo, Batman v Superman: Dawn of Justice, Justice League), The Rise of Skywalker punya alur
layaknya video game yang bergerak dari
satu checkpoint ke checkpoint berikutnya.
Ringan cenderung monoton, separuh
lebih durasinya jauh dari kesan sebuah babak pamungkas, meski akhirnya kita
berkesempatan menghabiskan waktu bersama trio protagonisnya. Isaac mulai
menemukan pijakan memerankan sosok ugal-ugalan, pun chemistry-nya dan Boyega melahirkan banyak banter menyenangkan. Sementara Ridley semakin solid menampilkan dilema
batin Rey sembari menyukseskan tujuan trilogy barunya menyampaikan pesan empowerment. Ketangguhan Rey beraksi
mengayunkan lightsaber menjadikannya layak mengemban peran jagoan utama blockbuster aksi sebesar Star Wars.
Sayang kebersamaan ini terlambat
empat tahun. Andai ketiganya disatukan sejak The Force Awakens, mungkin tak sesulit ini bersimpati, dan akhir
perjalanan mereka nantinya bakal memberi dampak emosi signifikan. Tapi para
penggemar space opera, khususnya Star Wars akan tetap dipuaskan oleh visi
Abrams mengeksekusi petualangan lintas planet, yang dibantu sinematografer
langganannya sejak Mission: Impossible
III (2006), Dan Mindel, membangun dunia imajinatif penuh keasingan serta
pemandangan masif nan memukau.
Jika ditanya apakah saya merasakan
haru sepanjang 142 menit filmnya, jawabannya, “Ya”. Apalagi deretan musik ikonik John Williams
selalu ditempatkan dengan timing sempurna.
Tapi daripada suatu dampak yang layak didapat dari penuturan drama memikat, mayoritas
emosi itu dipicu momen-momen fan service pencipta
nostalgia. Bukankah The Force Awakens melakukan
hal serupa, bahkan lebih kental lagi mengandalkan nostalgia? Betul, tapi
sebagaimana The Last Jedi ingin
merevolusi, pembuka trilogi itu mengusung tujuan jelas, lalu secara total melangkah
ke sana. Sedangkan sang penutup trilogi justru seperti kebingungan.
Berusaha memuaskan penggemar
sepenuhnya berpotensi merusak bangunan kisah barunya, tetapi, meneruskan visi
awal bisa semakin mengasingkan penggemar lama. Saya menyebut “visi awal”, sebab
berbagai retcon terhadap poin-poin
kontroversial film sebelumnya tampak jelas, alias ada perubahan di tengah
jalan. Walau bersyukur melihat Rey tetap jadi sentral, penonton yang
mengharapkan arah baru mungkin kecewa atas retcon
tersebut, sebaliknya, penggemar bisa jadi bersuka cita menyaksikan doa
mereka dikabulkan, namun Abrams dan tim
masih menahan diri menggelontorkan fan
service demi mengedepankan para protagonis baru (contohnya di klimaks).
Paling tidak standar keseruan Star Wars dalam aksi saling kejar di
angkasa dan saling tebas memakai lightsaber
berhasil dipenuhi oleh Abrams. Selain di elemen dramatis terkait kegamangan
hati Kylo/Ben, Driver (bersama Ridley) merupakan figure yang terlihat
meyakinkan melakoni adegan laga, membantu menjaga intensitas Star Wars: The Rise of Skywalker, yang
meski secara keseluruhan tampil memadai, kualitasnya ada di jajaran menengah ke
bawah dibanding installment lain.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
20 komentar :
Comment Page:(spoiler)
Gw binggung. Kenapa Rey gak jadi evil pas palpatine dibunuh. Palpatine bilang kalo dia mati dibunuh Rey doi bakal ngerasukin Rey. Plot hole?
Golden lightsaber punya siapa tuh?
Bakal ada episode 10-12 gak ya ����
Setuju, terlalu banyak fan service, sehingga mengesampingkan core film. Meskipun beberapa kali nangis karena merasa ber nostalgia, tapi kecewa setelah nonton terlebih title film yg agak gak pas dengan isi film
Saya ga sepenuhnya setuju sih
Memang iya paruh awal berjalan membosankan, tapi mendekati tengah sampai akhir - seru dan emosional campur aduk menjadi satu
"masing-masing pihak akan terhibur"
Oh oh oh.. you have no idea ..
"...namun menyisakan ketidakpuasan"
menurut saya ini seri terlemah dari sekuel star wars semenjak dipegang disney
tapi untuk penutup saga star wars rasanya cukup puas lah walaupun saya awalnya berharap bisa seepik endgame
judul yang tepat The Rise Of Palpatine
Atau, the rise of "new sykwalker"
blog ga guna
Rey who? Rey Skywalker
Naah benar sekali!
Njir baru satu hari tayang dah ada 4 spoiler di komentar
Ngeliat di film sebelom nya han meninggal..luke nyusul...leia malah real meninggal..nonton episode ix jadinya cuma pengen tau silsilah rey...syukur terjawab...dan akhirnya bisa tidur nyenyak...😅😅😅
Kalo sepahaman saya sih karna gak dibunuh dgn kemarahan, salah satu ciri yg membedakan Dark Side of The Force.
Kalo saya pribadi sudah merasa cukup, karena memang seri pamungkas dari original star wars pun juga dibawah standar. Jadi saya sudah mengantisipasi hal seperti ini. Kecewa pada filmnya ? Tidak, tapi ketika trailer RoS muncul saya pernah berpikir “Tolong jangan biarkan perpecahan The Last Jedi memengaruhi film ini” dan benar ketakutan saya terjadi, saya kecewa pada visi yang dibawa sejak awal yaitu breaking old star wars tradition. dan benar babak ini seperti kebingungan untuk berpijak pada visi yang mana, saya yakin kalau The Last Jedi tidak dibenci separah itu, saya merasa mereka akan membawa cerita ke arah yang berbeda. Palpatine muncul seakan terasa seperti plan B mereka untuk mengatasi amarah fans yang tak sepaham dengan The Last Jedi. I feel like Abrams in the meeting room said “screw it, let’s give what those angered fans wants”, padahal sama seperti anda, saya tergolong pemuji The Last Jedi.
SPOILER WARNING
Menurutku the worst part dari Rise of Skywalker ini ketika Rey kissing Ben Solo. Menurutku itu too soon and exaggerated, dan seharusnya pelukan erat bakal lebih mengharukan dan cocok. I mean berarti Rey selama ini diam-dian nge-crush gitu ke Ben? That dude literally killed his own father and luke skywalker, which was two important people in Rey’s journey? I have no problem if Rey loved him, I lowkey shipped them but I think a kiss is way too soon and destroyed all the interesting love-hate relationship previously. Dan juga gw bingung sama bagaimana cara kerja “The Force Heals”, kalo emang force bisa healing, apakah itu sudah ada dari dulu? atau spesial cuman punya “Force Bond” antara Rey dan Ben aja? kalo emang udah ada dari dulu, harusnya Jedi selevel Master Yoda ataupun Sith selevel Palpatine udah pasti menggunakanya dong? Terus waktu Rey “meninggal” dan Ben ngetransfer forcenya untuk menghidupkan Rey kembali dan Ben disappeared just like another Jedi, kenapa badanya Rey gak hilang duluan? dengan begitu Ben gabisa healing Rey. Plot hole? CMIIW. But anyway gw sih nganggep film ini cukuplahh, dan gak sampe buruk amat, tapi jelas dibanding dua pendahulunya ini paling lemah sih. Macam return of the jedi
Ok boomer
Terus, si Finn mau ngomong apa sm Rey???
"I love you"
Posting Komentar