BIRDS OF PREY (AND THE FANTABULOUS EMANCIPATION OF ONE HARLEY QUINN) (2020)

20 komentar
Menilik cara bertuturnya, Birds of Prey (and the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn) bukan film tim pahlawan super tradisional. Bukan karena narasi non-linear, pemakaian teknik breaking the fourth wall, atau eksplorasi gaya-gaya unik lain. Faktor pembedanya adalah keterlibatan Harley Quinn (Margot Robbie), karakter yang—meski sempat beberapa kali bersinggungan—sejatinya tidak termasuk anggota tim Birds of Prey. Bukankan itu sebatas alasan finansial mengingat sejak Suicide Squad empat tahun lalu, sosoknya jadi bankable?

Jelas ada unsur tersebut, tapi berbeda dengan Joker di Suicide Squad, Christina Hodson (Bumblebee) selaku penulis naskah mampu membuat keberadaan Harleen Quinzel faktor integral dalam terbentuknya Birds of Prey.  Sebagaimana judulnya, terdapat dua kisah, dengan bersatunya para jagoan wanita berkat “the fantabulous emancipation of one Harley Quinn” sebagai poros utama.

Emansipasi yang dimaksud adalah usaha move on Harley setelah putus dari Joker. Di tengah patah hatinya, Harley merasa sudah waktunya membuktikan jika ia bisa hidup tanpa diperbudak siapa pun (namanya berasal dari “Harlequin” yang merupakan karakter pelayan dari drama Eropa abad pertengahan). Kebetulan, ada wanita-wanita lain yang juga mengejar emansipasi masing-masing: Black Canary (Jurnee Smollett-Bell) si penyanyi dengan teriakan hipersonik, Renee Montoya (Rosie Perez) si detektif yang tak pernah dihargai, Huntress (Mary Elizabeth Winstead) si pembunuh misterius bersenjatakan crossbow, dan pencopet bocah bernama Cassandra Cain (Ella Jay Basco).

Singkatnya, mereka bakal bersinggungan dengan Roman Sionis alias Black Mask (Ewan McGregor) si mafia kejam sebagai benang merah. Tapi prosesnya tidak sesederhana itu, sebab Christina Hodson menerapkan alur non-linear yang membawa penonton berpindah-pindah latar waktu secara liar. Bisa mendadak mundur beberapa jam atau bahkan cuma beberapa menit. Keliaran itu pas, karena sesuai dengan kegilaan Harley, yang tingkahnya selalu dipenuhi letupan-letupan tak terduga.

Tapi bila gaya bertutur tersebut dihilangkan, nampaklah wajah asli Birds of Prey, yang di luar kecerdikannya mempermainkan formula film tim superhero sebagaimana telah disebut sebelumnya, sejatinya tidaklah spesial. Medioker, dan bakal membosankan jika dikemas linear. Di sinilah departemen lain turun tangan. Walau lemah di penceritaan, Birds of Prey tetap menghibur. Daya tariknya tidak terletak di storytelling, melainkan peristiwa-peristiwa yang mengisi cerita tersebut.

Sutradara Cathy Yan memakai visual meriah. Ledakan api dan kepulan asap warna-warni, taburan konfeti, hingga tulisan-tulisan neon yang kerap dipakai memperkenalkan karakter secara playful. Sekilas terdengar seperti Suicide Squad, namun ketika karya David Ayer itu hancur akibat ketidakjelasan tone, Birds of Prey jauh lebih konsisten, di mana komedi hitam  digunakan untuk menangani tema-tema serius cenderung kelam seperti abusive relationship, kriminalitas kejam, pembantaian, atau seksisme.

Adanya figur sentral memudahkan para pembuatnya menentukan jalur film. Dan karena figur itu adalah Harley Quinn, mereka bebas bereksplorasi, termasuk menyelipkan gimmick absurd seperti parodi video klip Diamonds Are a Girl’s Best Friend milik Marilyn Monroe. Tentunya jajaran karakter menarik yang diperankan dengan baik juga menjadi kunci. Harley dan Huntress merupakan tokoh paling menonjol. Khususnya terkait presentasi komedi, keduanya ibarat kutub berlawanan yang saling melengkapi. Kalau Harley anarkis dan penuh energi, maka Crossbow Kil.....maksud saya Huntress, diperkuat oleh gaya deadpan Mary Elizabeth Winstead. Begitulah komedi. Semakin variatif dan berlawanan karakter-karakternya, semakin efektif.

Tapi Birds of Prey memang panggungnya Margot Robbie. Pondasi karakter seperti Harley Quinn adalah “unpredictable”. Monotonitas haram hukumnya. Dan dari gestur tubuh, ekspresi, sampai cara penyampaian kalimat, bahkan hingga ke detail terkecil sekali pun, Robbie selalu dipenuhi kejutan. Harley Quinn adalah Margot Robbie. Identifikasi semacam ini merupakan pencapaian tertinggi seorang pelaku seni peran.

Kembali ke perihal “daya tarik Birds of Prey tidak terletak di storytelling, melainkan peristiwa-peristiwa yang mengisi cerita tersebut”, pengarahan adegan aksi Cathy Yan perlu diberi pujian khusus. Biarpun tanpa pahlawan super kelas dewa seperti Superman, Wonder Woman atau Aquaman, sang sutradara tetap mampu mengkreasi momen laga hard-hitting berbekal dentuman lagu-lagu rock, koreografi solid, serta elemen kekerasan secukupnya. Adegan aksi Birds of Prey ibarat pesta meriah. Bahkan kejar-kejaran klimaksnya terasa seperti sedang menonton roller disco.

Semakin meriah pesta itu sewaktu akhirnya para wanita-wanita tangguh film ini bersatu di klimaks, walau susah menghilangkan harapan untuk melihat lebih banyak kebersamaan mereka. Birds of Prey (and the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn) adalah tontonan jujur terkait pemenuhan ekspektasi. Judul serta materi-materi promosinya nyeleneh, demikian pula filmnya.

20 komentar :

Comment Page:
Netizen Baik Hati mengatakan...

Mary Elizabeth Winstead :3
Sejak doi main di Final Destination 3 udah sukaaaa...

Betewe, MEW main sama Ewan MCegor yang notabennya pacara barunya yah, atau doi cinlok? Hahaha

Crooked Face mengatakan...

Dari Aquaman yg fantastis, ke Shazam yg sederhana, ke Joker yg berkelas, ke Birds of Prey yg nyeleneh. DC menolak mengulangi formula kesuksesan dan konsisten melakukan eksperimen-eksperimen berisiko. 👍

FCTT mengatakan...

DC cuma harus bikin lebih banyak film setiap tahunnya supaya mempercepat jalan mereka menuju mega crossover, apalagi mereka dibantu sama banyak rumah produksi (legendary, new line, stone quarry, ratpac, village roadshow, dll...) Harusnya setahun bisa bikin 5 film. Marvel yg cuma 1 rumah produksi (Marvel Studios) aja bisa bikin 3-4 film pertahun, belum ditambah filmnya Sony dan 20th Century.

Unknown mengatakan...

Udah dari 2017 gan sejak main tv series fargo

Anonim mengatakan...

Bad Robot, rumah produksinya Abrams, juga udah join WB. Semoga ke depan bisa lebih banyak bikin film lah tiap tahun, jangan cuma 2.

RR mengatakan...

Justru dalam setahun DC cukup 2 aja, jgn nambah lagi, takut boring dan terlalu banyak pilihan jadi ga fun contoh sesama Film Marvel di 2018, yg kena Venom sama Ant-Man and the Wasp, kan

agoesinema mengatakan...

Spoiler :
Gak ush nunggu kredit selesai,
Karena post creditnya sumpah ngeselin bgt

Ferasa mengatakan...

Venom laku banget cuy, walau jelek karena Sony. Ant-Man and the Wasp emang dibuat sebagai filler aja supaya MCU tetap hype. Lagian film DC itu beda-beda, ga kaya MCU yg tone dan temanya seragam. Kalo DC kan dari Aquaman bisa ke Joker lalu ke BoP lalu WW84 lalu The Batman, beda-beda semua, ga berasa kaya dari 1 universe, dan emang ga 1 universe. Pertahun bisa bikin 1 yg horor, 2 yg fun, 2 yg dark. Itu bakal bikin DC lebih sering jadi obrolan dan top of mind di social media, naikin hype juga.

Nouvaleka mengatakan...

Berharap bgt pdhl dia pake kostum dia waktu di Suicide Squad, terutama sepatunya. Wuih itu badass parah pdhl. Tp yasudahlah.

Ilham Qodri mengatakan...

Iya tapi kayanya WB ga punya modal utk bikin film sebanyak itu, kecuali budget film lain semuanya utk film DC hehe, ane berharap juga DC bikin lebih banyak film setiap tahun

Chan hadinata mengatakan...

Tone yg jelas super fun dan kualitas karakter akting margot/MEW jelas kekuatan utamanya.. yg jadi detektif jadi jomplang banget gak ada badass2nya
Plus endingnya Meh.. 7/10

Rizky Yudhistira mengatakan...

Filmnya kurang relatable untuk cowok, tapi wajib tonton utk cewek

Erik Flower mengatakan...

4 momen paling bikin merinding di DCEU :

(SPOILER ALERT)

1. Wonder Woman maju seorang diri di No Man's Land dan menghalau peluru dengan gelangnya

2- Aquaman menguasai trisula raja Atlan, lalu datang di medan perang dan meluluh-lantakkan pasukan Ocean Master

3- Billy lari setelah ditolak ibu kandungnya, lalu lompat dari atas gedung dan berubah jadi Shazam

4- Black Canary mengeluarkan suara mautnya dan meluluh-lantakkan pasukan Black Mask

SUPERB!!!!!

Faisal Fais mengatakan...

dibanding MEW sebagai Huntress, menurut gua justru Black Canary lebih menonjol perannya dan actingnya juga paling manteppp

Jepi Hardian mengatakan...

Setuju, Jurnee Smollett-Bell sebagai Black Cannary lebih patut diapresiasi daripada Mary Elizabeth Winstead. Satu-satunya karakter yg berhasil memainkan emosi ane di film ini ya cuma Black Cannary. Feelnya dapet banget.

Dimas mengatakan...

@erik: tinggal nunggu mereka semua crossover :)

Anonim mengatakan...

Kasian nih pelem sepi banget haha
Tapi gapapa, kemungkinan nyumbang Oscar 2021 utk DC walaupun ga nyumbang duit banyak

Unknown mengatakan...

Eh raysid kapan bikin video panas Ama Razak

rifantzpangkalanbun@gmail.com mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
rifantzpangkalanbun@gmail.com mengatakan...

Melihat huntress sekilas mirip dengan the operator dalam film the night come for US, masih sepupuan kali ya 😄