UNCUT GEMS (2019)
Rasyidharry
Februari 05, 2020
Adam Sandler
,
Crime
,
Daniel Lopatin
,
Darius Khondji
,
Eric Bogosian
,
Idina Menzel
,
Julia Fox
,
Kevin Garnett
,
REVIEW
,
Ronald Bronstein
,
Safdie Brothers
,
Sangat Bagus
,
Thriller
16 komentar
Sebelumnya, dalam ulasan Temen Kondangan, saya sempat menyinggung
soal kesengajaan membangun kekacauan. Melalui Uncut Gems, duo sutradara Josh dan Benny Safdie alias Safdie
Brothers (Heaven Knows What, Good Time),
menerapkan teknik serupa, hanya saja dalam tingkatan yang mungkin tidak berani
(atau tidak mampu) dilakukan sineas lain. Pernah dihantam kecemasan akibat diserang
setumpuk masalah pelik secara bersamaan, di hari yang sama, jam yang sama,
menit yang sama, bahkan detik yang sama? Begitu rasanya menonton film ini.
Howard Ratner (Adam Sandler),
seorang pemilik toko berlian, sedang dihimpit banyak hutang, termasuk sebesar
$100 ribu kepada Arno (Eric Bogosian), rentenir sekaligus saudara iparnya. Demi
melunasi hutang tersebut, Howard memilih cara tidak biasa. Dia membeli opal
hitam langka dari Ethiopia, yang rencananya akan dia lelang dengan harga
tinggi. Tapi kedatangan pebasket veteran, Kevin Garnett (Kevin Garnett), yang
percaya dirinya mempunyai ikatan spiritual dengan opal itu.
Safdie Brothers bersama penulis
naskah langganan mereka, Ronald Bronstein, menarik pangkal konflik itu menuju
kemelut dan nasib buruk Howard yang seolah tiada berujung. Peribahasa “Gali
lubang tutup lubang” tepat menggambarkan protagonisnya, yang menyelesaikan satu
masalah dengan membuat masalah lain. Bukan cuma urusan uang dan hutang, kondisi
rumah tangga turut memperkeruh kondisi Howard. Dia dan sang istri, Dinah (Idina
Menzel) telah sepakat bercerai, setelah Howard berselingkuh dengan Julia Fox
(Julia), gadis muda yang juga karyawannya.
Pelik, kacau, berantakan. Demikian
situasi Howard, dan naskah serta pengadeganannya berhasil menyalurkan perasaan
serupa ke penonton. Sebab bukan cuma kisah penuh problematika yang terus
bermunculan tiap beberapa menit sekali, pengarahan Safdie Brothers juga mampu membuat
kita merasakan apa yang Howard rasakan, dengan memaksimalkan semua sumber kecemasan.
Apa saja yang membuat individu
cemas? Konflik-konflik beruntun? Suasana ricuh dan bising? Ketidakpastian?
Ketergesa-gesaan? Ketidaksabaran menanti sesuatu yang tak kunjung terlaksana? Ancaman
bahaya? Rahasia yang hendak terkuak? Semuanya ada, bahkan tidak jarang, terjadi
secara simultan. Safdie Brothers menggunakan teriakan aktor-aktornya, permainan
alur tempo tinggi yang dibantu penyuntingan taktis, kamera sinematografer
Darius Khondji (Se7en, Evita, Okja)
yang bergerak cekatan, hingga musik suasana garapan Daniel Lopatin.
Hebatnya, semua tersusun rapi
sebagai kekacauan yang direncanakan. Sekilas berantakan, namun sejatinya
terstruktur berkat naskah yang telah memposisikan poin-poin tujuan secara
seksama biarpun sekilas tak teratur, juga penyutradaraan presisi yang tidak
asal menginjak pedal gas. Jelas teknik ini bukan untuk semua orang. Beberapa
penonton mungkin jengah dan lelah. Pun pengulangan pola “semua tindakan Howard
pasti berujung kehancuran”, meski meningkatkan dramatisasi, turut pula
mengurangi elemen kejutan.
Tapi jika semua itu bukan masalah,
bersiaplah dibawa menaiki wahana gila, yang semakin lama semakin menegangkan
hingga membuat durasi 135 menit bak berlalu cepat. Third act-nya merupakan puncak intensitas, yang sebenarnya takkan
berhasil bila penonton gagal dibuat mendukung Howard. Di atas kertas,
pencapaian itu mustahil. Howard adalah pria kasar, egois, penjudi yang terlilit
hutang, pembohong, pengambil keputusan buruk, sekaligus pelaku perselingkuhan.
Di sinilah kecerdikan trio penulisnya berperan penting.
Simpati kepadanya perlahan timbul sewaktu
orang-orang di sekitarnya melakukan ketidakadilan yang lebih parah. Howard
pantas menerima balasan, namun tidak seekstrim itu. Howard akhirnya juga menjadi
korban tanpa menghilangkan statusnya sebagai pelaku (baca: pembuat masalah). Uncut Gems bersikap adil, membuat Howard
pantas didukung, tapi menolak menjustifikasi kesalahan-kesalahannya. Maka dari
itu, pilihan konklusinya—yang bersama opening-nya
menciptakan lingkaran sempurna mengenai hukum semesta di mana “hal yang diawali
oleh keburukan pasti berakhir dengan keburukan juga—tepat.
Simpati terhadap Howard pun bisa
lahir karena performa Adam Sandler. Bukan rahasia lagi bahwa di luar
komedi-komedi murahan yang belakangan rajin ia buat, sang aktor punya kapasitas
melakoni peran “berbobot”, yang kembali dibuktikan dalam film ini. Sandler
menampilkan dua wajah. Pertama, sisi “chill”
ciri khasnya yang bak penawar di tengah segala kemelut, dan kedua,
letupan-letupan amarah yang menguatkan kemelut. Howard selalu (berusaha) tersenyum,
ingin menyiratkan semua baik-baik saja, bahwa ia memegang kendali. Padahal
sejatinya tidak. Dan seiring waktu, senyuman sarat kepercayaan diri itu berubah
jadi kegetiran.
Available on NETFLIX
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
16 komentar :
Comment Page:Salah satu penampilan luar biasa dari adam sandler menurut aku. Penampilan terbaik sesudah punch drunk love. Sayang ngga masuk oscar
Mirip Once upon a time in Venice kayaknya ya?
1. Julia fox is f*ckin hot.. baru liat artis itu
2. Gak nyangka adam sandler sebagus ini.. syg gak dpt nomine
3. Spoiler
Seperti kata mas rasyid
"Apa saja yang membuat individu cemas? Konflik-konflik beruntun? Suasana ricuh dan bising? Ketidakpastian? Ketergesa-gesaan? Ketidaksabaran menanti sesuatu yang tak kunjung terlaksana? Ancaman bahaya? Rahasia yang hendak terkuak? Semuanya ada, bahkan tidak jarang, terjadi secara simultan"
Pas ditembak entah knapa sy langsung lega.. krn roller coasternya berakhir bukan krn howard pantas mendapatkannya
Ini nntn dimana ya mass
Bukan felem eksyen ini
Yeah, emang debutan Julia Fox itu. Her lips somehow reminds me of Megan Fox's
Dibawah bintangnya udah diinfo kok..😁
Dan coba stalking ig-nya.. Just WOW😂
"Howard pantas menerima balasan, namun tidak seekstrim itu"
Nah itu quote yg cocok ditujukan bagi orang2 yg suka menghujat profesi pengacara tanpa memahami konsep pengadilan 😁😁😁
Utang bukan hutang, Mas.
Memang apa balasan dr orang yg ga setimpal ke howard? Aku kok ngeliatnya emang dia nya pantes digituin yah wkwk
Paling gampang ya urusan batu yang nggak dibalikin itu. Jelas salah, walau nggak menjustifikasi semua kesalahan Howard juga
Apakah alternatif ending yang sedikit "happy" 😅😅
Intinya sih jangan suka mempermainkan orang. Karena kita gak tahu dimana batas kesabaran dari seseorang itu.
Iya tuh pas batunya dipinjem trus gak dibalikin tepat waktu, rasanya bikin sebel.
Intensitasnya mirip sama Training Day-nya Denzel Washington ga sih mas..?
Posting Komentar