UNCUT GEMS (2019)

16 komentar
Sebelumnya, dalam ulasan Temen Kondangan, saya sempat menyinggung soal kesengajaan membangun kekacauan. Melalui Uncut Gems, duo sutradara Josh dan Benny Safdie alias Safdie Brothers (Heaven Knows What, Good Time), menerapkan teknik serupa, hanya saja dalam tingkatan yang mungkin tidak berani (atau tidak mampu) dilakukan sineas lain. Pernah dihantam kecemasan akibat diserang setumpuk masalah pelik secara bersamaan, di hari yang sama, jam yang sama, menit yang sama, bahkan detik yang sama? Begitu rasanya menonton film ini.

Howard Ratner (Adam Sandler), seorang pemilik toko berlian, sedang dihimpit banyak hutang, termasuk sebesar $100 ribu kepada Arno (Eric Bogosian), rentenir sekaligus saudara iparnya. Demi melunasi hutang tersebut, Howard memilih cara tidak biasa. Dia membeli opal hitam langka dari Ethiopia, yang rencananya akan dia lelang dengan harga tinggi. Tapi kedatangan pebasket veteran, Kevin Garnett (Kevin Garnett), yang percaya dirinya mempunyai ikatan spiritual dengan opal itu.

Safdie Brothers bersama penulis naskah langganan mereka, Ronald Bronstein, menarik pangkal konflik itu menuju kemelut dan nasib buruk Howard yang seolah tiada berujung. Peribahasa “Gali lubang tutup lubang” tepat menggambarkan protagonisnya, yang menyelesaikan satu masalah dengan membuat masalah lain. Bukan cuma urusan uang dan hutang, kondisi rumah tangga turut memperkeruh kondisi Howard. Dia dan sang istri, Dinah (Idina Menzel) telah sepakat bercerai, setelah Howard berselingkuh dengan Julia Fox (Julia), gadis muda yang juga karyawannya.

Pelik, kacau, berantakan. Demikian situasi Howard, dan naskah serta pengadeganannya berhasil menyalurkan perasaan serupa ke penonton. Sebab bukan cuma kisah penuh problematika yang terus bermunculan tiap beberapa menit sekali, pengarahan Safdie Brothers juga mampu membuat kita merasakan apa yang Howard rasakan, dengan memaksimalkan semua sumber kecemasan.

Apa saja yang membuat individu cemas? Konflik-konflik beruntun? Suasana ricuh dan bising? Ketidakpastian? Ketergesa-gesaan? Ketidaksabaran menanti sesuatu yang tak kunjung terlaksana? Ancaman bahaya? Rahasia yang hendak terkuak? Semuanya ada, bahkan tidak jarang, terjadi secara simultan. Safdie Brothers menggunakan teriakan aktor-aktornya, permainan alur tempo tinggi yang dibantu penyuntingan taktis, kamera sinematografer Darius Khondji (Se7en, Evita, Okja) yang bergerak cekatan, hingga musik suasana garapan Daniel Lopatin.

Hebatnya, semua tersusun rapi sebagai kekacauan yang direncanakan. Sekilas berantakan, namun sejatinya terstruktur berkat naskah yang telah memposisikan poin-poin tujuan secara seksama biarpun sekilas tak teratur, juga penyutradaraan presisi yang tidak asal menginjak pedal gas. Jelas teknik ini bukan untuk semua orang. Beberapa penonton mungkin jengah dan lelah. Pun pengulangan pola “semua tindakan Howard pasti berujung kehancuran”, meski meningkatkan dramatisasi, turut pula mengurangi elemen kejutan.

Tapi jika semua itu bukan masalah, bersiaplah dibawa menaiki wahana gila, yang semakin lama semakin menegangkan hingga membuat durasi 135 menit bak berlalu cepat. Third act-nya merupakan puncak intensitas, yang sebenarnya takkan berhasil bila penonton gagal dibuat mendukung Howard. Di atas kertas, pencapaian itu mustahil. Howard adalah pria kasar, egois, penjudi yang terlilit hutang, pembohong, pengambil keputusan buruk, sekaligus pelaku perselingkuhan. Di sinilah kecerdikan trio penulisnya berperan penting.

Simpati kepadanya perlahan timbul sewaktu orang-orang di sekitarnya melakukan ketidakadilan yang lebih parah. Howard pantas menerima balasan, namun tidak seekstrim itu. Howard akhirnya juga menjadi korban tanpa menghilangkan statusnya sebagai pelaku (baca: pembuat masalah). Uncut Gems bersikap adil, membuat Howard pantas didukung, tapi menolak menjustifikasi kesalahan-kesalahannya. Maka dari itu, pilihan konklusinya—yang bersama opening-nya menciptakan lingkaran sempurna mengenai hukum semesta di mana “hal yang diawali oleh keburukan pasti berakhir dengan keburukan juga—tepat.

Simpati terhadap Howard pun bisa lahir karena performa Adam Sandler. Bukan rahasia lagi bahwa di luar komedi-komedi murahan yang belakangan rajin ia buat, sang aktor punya kapasitas melakoni peran “berbobot”, yang kembali dibuktikan dalam film ini. Sandler menampilkan dua wajah. Pertama, sisi “chill” ciri khasnya yang bak penawar di tengah segala kemelut, dan kedua, letupan-letupan amarah yang menguatkan kemelut. Howard selalu (berusaha) tersenyum, ingin menyiratkan semua baik-baik saja, bahwa ia memegang kendali. Padahal sejatinya tidak. Dan seiring waktu, senyuman sarat kepercayaan diri itu berubah jadi kegetiran.


Available on NETFLIX

16 komentar :

Comment Page:
adnanman mengatakan...

Salah satu penampilan luar biasa dari adam sandler menurut aku. Penampilan terbaik sesudah punch drunk love. Sayang ngga masuk oscar

Unknown mengatakan...

Mirip Once upon a time in Venice kayaknya ya?

Chan hadinata mengatakan...

1. Julia fox is f*ckin hot.. baru liat artis itu
2. Gak nyangka adam sandler sebagus ini.. syg gak dpt nomine
3. Spoiler


Seperti kata mas rasyid
"Apa saja yang membuat individu cemas? Konflik-konflik beruntun? Suasana ricuh dan bising? Ketidakpastian? Ketergesa-gesaan? Ketidaksabaran menanti sesuatu yang tak kunjung terlaksana? Ancaman bahaya? Rahasia yang hendak terkuak? Semuanya ada, bahkan tidak jarang, terjadi secara simultan"
Pas ditembak entah knapa sy langsung lega.. krn roller coasternya berakhir bukan krn howard pantas mendapatkannya

Hima mengatakan...

Ini nntn dimana ya mass

Rasyidharry mengatakan...

Bukan felem eksyen ini

Rasyidharry mengatakan...

Yeah, emang debutan Julia Fox itu. Her lips somehow reminds me of Megan Fox's

Stevano gerald mengatakan...

Dibawah bintangnya udah diinfo kok..😁

Chan hadinata mengatakan...

Dan coba stalking ig-nya.. Just WOW😂

Crooked Face mengatakan...

"Howard pantas menerima balasan, namun tidak seekstrim itu"

Nah itu quote yg cocok ditujukan bagi orang2 yg suka menghujat profesi pengacara tanpa memahami konsep pengadilan 😁😁😁

Omsanto mengatakan...

Utang bukan hutang, Mas.

Meuthia Nabila Pratiwi mengatakan...

Memang apa balasan dr orang yg ga setimpal ke howard? Aku kok ngeliatnya emang dia nya pantes digituin yah wkwk

Rasyidharry mengatakan...

Paling gampang ya urusan batu yang nggak dibalikin itu. Jelas salah, walau nggak menjustifikasi semua kesalahan Howard juga

febzajjah mengatakan...

Apakah alternatif ending yang sedikit "happy" 😅😅

Fajar mengatakan...

Intinya sih jangan suka mempermainkan orang. Karena kita gak tahu dimana batas kesabaran dari seseorang itu.

Fajar mengatakan...

Iya tuh pas batunya dipinjem trus gak dibalikin tepat waktu, rasanya bikin sebel.

Garin mengatakan...

Intensitasnya mirip sama Training Day-nya Denzel Washington ga sih mas..?