TIGERTAIL (2020)

Tidak ada komentar
(Review mengandung SPOILER)
Tigertail, yang menandai debut penyutradaraan Alan Yang setelah selama ini dikenal sebagai penulis serial-serial seperti Parks and Recreation hingga Master of None, membagi kisahnya dalam dua latar waktu. Pada latar masa lalu, sinematografer Nigel Bluck mengemas gambarnya dengan tekstur grainy demi menambahkan kesan “film lama”. Sedangkan latar modern tampak jernih, walau isi hati dan pikiran protagonisnya, saya yakin tak sejernih itu.

Pin-Jui (Tzi Ma) adalah nama protagonis kita. Seorang pria tua yang tinggal sendirian di Amerika, selepas bercerai dengan istrinya, Zhenzhen (Fiona Fu), sementara hubungan dengan sang puteri, Angela (Christine Ko), kurang harmonis. Pin-Jui lebih banyak diam di depan Angela. Sekalinya bicara, pernyataan ketus bernada menentanglah yang keluar dari mulutnya, termasuk kala menentang pernikahan puterinya dengan seorang pria, yang menurut Pin-Jui, kurang mampu secara finansial.

Ketika Zhenzhen mengutarakan niat cerai, Pin-Jui berargumen, bahwa semestinya ia bahagia sudah dibelikan banyak pakaian serta mobil bagus selama pernikahan mereka. Tapi Tigertail bukan (cuma) bicara soal “uang bukan segalanya”. Melalui flashback, Alan Yang (juga menulis naskahnya) membawa penonton mengunjungi kehidupan Pin-Jui muda (Hong Chi-Lee) saat masih hidup miskin di Taiwan bersama ibunya, Minghua (Yang Kuei-mei).

Kemiskinan melahirkan cita-cita, kemudian ambisi untuk memperoleh penghidupan yang lebih baik. Pin-Jui ingin pindah ke Amerika. Sebuah tanah penuh mimpi, kemakmuran, dan kebebasan. Setidaknya begitu pikirnya. Ambisi itu lalu membentuk kesaklekan cara hidup yang didasari dorongan memperbaiki nasib serta nasihat-nasihat, khususnya dari sang nenek yang sempat merawat Pin-Jui saat ia kecil.

Kesaklekan tadi menghasilkan egoisme. Tanpa sadar Pin-Jui menentukan apa yang diinginkan orang-orang di sekitarnya. Pin-Jui kesal sewaktu sang ibu menolak dibawa ke Amerika. “Bukannya itu yang ibu inginkan?!”, ungkapnya. Padahal tidak. Itu adalah keinginan Pin-Jui. Sama seperti baju-baju bagus dan mobil untuk Zhenzhen tadi. Setelah puluhan tahun, akhirnya Pin-Jui meraih cita-citanya, yang ironisnya, malah menjauhkannya dari orang-orang tercinta, termasuk cinta pertama dan sejatinya, Yuan (Yo-Hsing Fang).

Entah kapan awal kerenggangan hubungan Pin-Jui dan Angela, tapi salah satu benihnya pastilah kala Angela kecil melakukan kesalahan di suatu resital piano. Melihat puteri kecilnya menangis, Pin-Jui justru bersikap keras. “Jangan menangis!”, bentaknya, meniru ucapan sang nenek kepadanya puluhan tahun lalu.

Keterasingan, kesendirian, realita yang mengkhianati mimpi. Unsur-unsur tersebut dimunculkan Alan Yang selaku penggambaran nasib para imigran di Amerika Serikat. Nyatanya, kehidupan di tanah impian itu tidaklah mudah. Tentu saja akan ada obligatory montage berupa repetisi keseharian Pin-Jui sebagai penjaga toko, yang bakal membuat kita mengasosiasikan Tigertail dengan film-film lain bertema “kerasnya hidup”. Memang tidak ada yang baru di film ini.

Terkait hubungan Pin-Jui dan Angela, Tigertail juga membahas mengenai usaha membuka diri. Tapi filmnya sendiri tak terlalu ahli urusan membuka diri. Di paruh awal, narasi non-linearnya terkesan melompat-lompat, pun di satu titik, mendadak muncul narasi Pin-Jui sebagai orang pertama yang tengah bercerita kepada sang puteri, yang setelahnya tak terdengar lagi, sehingga timbul ambiguitas, apakah alur Tigertail merupakan proses bercerita Pin-Jui pada Angela atau bukan.

Karena keegoisannya, Pin-Jui bukan sosok yang terlalu likeable, namun perlahan tumbuh simpati, begitu saya mulai membayangkan betapa sakit dan sepinya kemungkinan menghabiskan tahun-tahun terakhir hidup dalam kesendirian, sembari dikuasai penyesalan akibat kesalahan mengambil keputusan. Kata “andai” pasti selalu menghantui. Saya pun berharap Pin-Jui dan Angela berdamai. Tentu saja tidak mudah, meski demi nuansa heartwarming, konklusinya mengesankan demikian. Tapi tidak sepenuhnya keliru, sebab keterbukaan diri memang turut membuka pintu perdamaian tersebut.


Available on NETFLIX

Tidak ada komentar :

Comment Page: