THAPPAD (2020)
Rasyidharry
Mei 05, 2020
Anubhav Sinha
,
Drama
,
Geetika Vidya Ohlyan
,
Hindi Movie
,
Maya Sarao
,
Mrunmayee Lagoo
,
Pavail Gulati
,
Ratna Pathak Shah
,
REVIEW
,
Sangat Bagus
,
Taapsee Pannu
9 komentar
Thappad (artinya “tamparan”) dibuka secara ceria, memperlihatkan
beberapa orang (mayoritas pasangan, entah menikah, berpacaran, atau pelaku
perselingkuhan) tengah berbahagia, bersikap romantis, atau saling bercanda.
Bahkan sampai 25 menit pertama, setelah kita mengunjungi pasangan utamanya, Amrita
(Taapsee Pannu) dan Vikram (Pavail Gulati), keceriaan itu masih ada, layaknya
komedi romantis yang ringan.
Bekerja di sebuah perusahaan,
Vikram berusaha keras menggapai mimpinya menjadi pimpinan cabang di London,
sedangkan Amrita merupakan mantan penari yang menyerah mengejar mimpi demi menjadi
ibu rumah tangga nomor satu di dunia. Mereka bahagia. Apalagi saat ambisi
Vikram soal London terwujud.
Pesta pun digelar. Keluarga, teman,
hingga rekan-rekan kerja Vikram diundang. Bisa dibilang, semua orang dalam
hidup mereka ada di sana. Tapi perayaan besar itu berubah jadi bencana besar.
Vikram menerima telepon bahwa promosinya dibatalkan. Dia tetap bisa ke London,
namun sebagai bawahan. Pertengkaran pecah antara Vikram dengan salah satu
atasannya, Amrita coba melerai, namun sang suami justru menamparnya. Saat
itulah kita sadar, filmnya sengaja dibuat ceria di awal, agar seperti
karakternya, penonton tercengang kala peristiwa itu terjadi.
Tamparan itu merupakan awal
eksplorasi, pembuka kritik sosial yang juga bagai tamparan ke wajah penonton.
Amrita mulai mempertanyakan semuanya. Pernikahannya, cintanya. Vikram juga
bertanya-tanya. Bertanya, mengapa insiden “sepele” itu menghilangkan senyum
sang istri. Sebab bagi banyak pria, wanita harus selalu tersenyum.
Kalimat pertama yang diucapkan
Vikram pada Amrita di pagi berikutnya
bukan “maaf”, melainkan pembenaran, alasan-alasan, serta kekhawatiran mengenai pandangan
orang-orang terhadapnya. Tapi bagaimana dengan Amrita? Bayangkan perasaannya.
Betapa sakit dan malu menerima perlakuan semacam itu di tengah kerumunan
orang-orang yang tidak asing. Vikram berkata ingin keluar dari pekerjaan yang
tak menghargainya, tapi apakah Amrita dihargai?
Thappad adalah tentang banyak hal, yang oleh naskah buatan Anubhav
Sinha (juga selaku sutradara) dan Mrunmayee Lagoo, disatukan dalam tuturan
sepanjang 142 menit dengan baik. Filmnya mengajak kita berpikir dengan
menunjukkan berbagai perspektif melalui beragam situasi, di mana konflik
protagonisnya bertindak sebagai penghubung.Tidak butuh waktu lama hingga
terungkap bahwa orang-orang di sekuen pembuka punya kaitan dengan tokoh
utamanya. Kaitan yang terjadi tanpa terasa dipaksakan, sebagai cara cerdik guna
mengeksplorasi isunya. Seperti sudah saya sebutkan, awalanya mereka semua
tampak bahagia, tapi seiring waktu kita bisa melihat kehadiran seksime di tiap
sudut.
Seksime (dan patriarki) yang kasat
mata bagi karakternya, karena itu terjadi terlalu lama dan sering sampai
menjadi kebiasaan, atau malah budaya. Sunita (Geetika Vidya Ohlyan), pembantu
di rumah protagonis kita, bercerita tentang sang suami yang sering memukulinya
di rumah sambil tertawa, seolah itu keseharian bagi sepasang suami istri. Di
tengah jalan menuju kantor, Vikram mengeluhkan tentang orang-orang yang
membiarkan wanita menyetir mobil, lalu ketika Amrita bertanya apa dia boleh belajar
menyetir, Vikram berkata, “Lebih baik kamu belajar masa dulu!”. Dan masih ada
kasus-kasus lain.
Tamparan itu menjadi pemantik,
bukan cuma bagi Amrita, juga orang-orang di sekitarnya soal ketidakadilan
gender. Mereka mulai bereaksi, berpikir, bahkan coba membayangkan apa jadinya bila
ada di posisi serupa. Dengan demikian, penonton pun bisa memperoleh perspektif
berbeda-beda pula.
Berlatar India di mana patriarki
mengakar kuat, tidak membuat film ini eksklusif diperuntukkan bagi masyarakat
lokal. Thappad cukup universal. Mungkin kalian pernah
mendengar beberapa sudut pandang karakternya di kehidupan sehari-hari. “Wanita
harus belajar toleransi demi mempertahankan keluarga. Wanita harus menahan
perasaannya”. Terdengar familiar?
Hebatnya, Thappad adil dalam melempar kritik. Kita melihat beberapa pria “bersatu”,
menyatakan bahwa perbuatan Vikram bukan hal besar, tapi di sisi lain, banyak
juga wanita yang terlanjur terperangkap jebakan pola pikir patriarkis. Ibu
Amrita (Ratna Pathak Shah) menganggap, sebagai seorang wanita, kepergian
puterinya dari rumah saat tengah gamang akibat tamparan sang suami, bukanlah
keputusan baik. Sedangkan Netra (Maya Sarao), pengacara yang kerap
memperjuangkan hak wanita, menganggap kemarahan Amrita kurang beralasan. Kenapa
itu dapat terjadi? Thappad punya
jawaannya. Pola asuh jelas bertanggung jawab.
Menyimpan begitu banyak pokok
pembicaraan, mampukah filmnya bertutur secara solid? Rupanya mampu. Isunya
terkesplorasi menyeluruh, biarpun sempat jalan di tempat begitu mencapai
pertengahan durasi. Beberapa bagian bisa dipotong sehingga tak perlu berjalan
selama hampir dua setengah jam, pacing bisa
lebih dimainkan, dan semua itu takkan mengurangi dampaknya.
Setiap dinamika penceritaan mulai
menurun, departemen akting datang menolong. Jajaran cast-nya melakoni porsi masing-masing dengan baik, tapi secara
alamiah, tentu saja Taapsee Pannu paling menonjol. Transisinya, dari sosok
wanita bercahaya menjadi seseorang yang kehilangan semua cahaya, meyakinkan. Selepas
transisi, meski sekilas tak banyak mengubah ekspresi, tatapan dan kata-kata
singkatnya justru semakin tajam. Kita bisa merasakan apakah ia sedang sedih,
terkejut, jijik, marah, atau semuanya sekaligus.
Selain keberhasilan eksplorasi isu,
pencapaian lain dari kedua penulisnya adalah soal penulisan kalimat yang
diucapkan karakternya. Anubhav Sinha dan Mrunmayee Lagoo piawai mengolah
kata-kata, dari yang menyadarkan kita, memberi informasi, memprovokasi, atau
menyentuh hati, seperti kalimat terakhir yang diucapkan Vikram kepada Amrita,
yang memantapkan status Thappad bukan
sebagai tontonan sarat amarah atau dendam, melainkan kisah humanis yang
didasari cinta dan kepedulian. Tidak semestinya kita melakukan hal yang salah,
namun jika terlanjur, hal terbaik dan pertama yang harus dilakukan adalah
meminta maaf, sebelum kemudian berusaha menjadi lebih baik, demi diri sendiri
dan orang-orang tercinta.
Available on PRIME VIDEO
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
9 komentar :
Comment Page:Good review, mas bro.
Ini salah satu filem India yang saya tunggu untuk ditonton.
Bollywood kian tumbuh pesat kemajuan perfilemannya.
Dulu aku paling anti nonton filem india, tapi sejak nonton beberapa filemnya amir khan yang box office - walaupun filemnya yang terakhir mengecewakan, aku jadi salah satu loyalitas filem2 india yang bermutu baik dan bagus spt yg dilakoni alm irrfan khan terakhir, angrezi medium, dll.
Mudah2an insan perfileman di indonesia bisa mencontoh banyak perfileman india, gk hanya mentok di muka mengerikan, banjir darah, sensualitas murahan.
Agar review juga beberapa filem bollywood bagus lainnya, bro.
True, makin ke sini makin mantap Bollywood emang 👍
Tahun lalu sering sih review Bollywood pas masih tinggal Jakarta
Emang keren yah perfilm an bollywood sekarang makin banyak genre nya
Btw sekarang tinggal dimana mas?
Dari pertengahan 2019 pindah ke Jogja
p
isu yg diangkat ngenah ya,,, gak terhitung berapa kali menetes kan air mata kala menonton film ini,,, puncak nya sih adegan syukuran itu asli gak kebendung lagi ☺️
Film ini menggambarkan awal dalam sebuah pernikahan yang hanya mengutamakan perasaannya yaitu cinta yg menggebu gebu, karena kita akan merasa tersakiti hanya oleh orang yg kita cintai,
Akan tetapi jika saja bisa melewati itu semua, pernikahan akan membawa kita ke dalam sebuah hubungan yg bukan hanya tentang cinta,tetapi tentang kebutuhn/ketergantungan dan rasa memiliki terhadap pasangan sehingga bisa menekan rasa ego, dan akan mentoleransi setiap hal buruk yg terjadi dlm pernikahan yg d sebabkan oleh pasangan kita.
Qotd : pernikahan itu bukan tentang seberapa dalam mencintai dan menunjukan kemesraan dengan pasangan,tetapi seberapa lama mampu bertahan dan mempertahankan pernikahan itu
#imho
Btw jd inget film on your wedding day
Mas choky, ternyata kita sama, berawal geli (gak suka) dgn film bollywood skrg malah doyan nonton film india, bukan hanya bollywood, film2 non hindi (tollywood, kollywood dll) gw lahap. Dan semua itu berawal dari film 3 Idiots nya Aamir Khan.
Endingnya gimana yaa ?
Posting Komentar