THE LOVEBIRDS (2020)
Rasyidharry
Mei 23, 2020
Aaron Abrams
,
Brendan Gall
,
Comedy
,
Crime
,
Issa Rae
,
Kumail Nanjiani
,
Kurang
,
Michael Showalter
,
Paul Sparks
,
REVIEW
,
Romance
1 komentar
The Lovebirds jelas dibuat atas kesadaran perihal diversity (baik perspektif humanis
maupun bisnis). Kisahnya mengenai romansa antarras pria Pakistan-Amerika dengan
wanita Afrika-Amerika. Di tengah cerita, keduanya sempat berbagi Lyft dengan
pria kulit putih dan wanita Asia-Amerika, yang kebetulan juga sepasang kekasih.
Pada titik itu diversity-nya terlalu on-the-nose, tapi mau bagaimana lagi?
Fase ini diperlukan agar Hollywood bisa tiba di titik di mana film dengan tokoh
multikultural jadi pemandangan biasa.
Masalahnya bukan tentang hubungan
beda ras protagonisnya, namun untuk film berjudul “The Lovebirds”, kedua protagonis kita tidak tampak seperti...well, the lovebirds. Kumail Nanjiani dan
Issa Rae memikat sebagai pasangan komedik, bukan romantis. Ketimbang kekasih
yang hubungannya retak, mereka lebih seperti sahabat yang selalu bersama, atau
malah tinggal di satu atap meski tanpa perasaan lebih. The Lovebirds memang dipenuhi hal-hal yang menuntut pemakluman
penontonnya agar dapat dinikmati.
Jibran (Kumail Nanjiani) adalah
pembuat dokumenter yang tak menghasilkan uang. Leilani (Issa Rae) terobsesi
mengikuti The Amazing Race. Jibran
menganggap Leilani berpikiran dangkal, Leilani merasa Jibran seorang yang
gagal. Mereka baru saja sepakat mengakhiri hubungan di tengah jalan menuju
pesta saat mobil yang dikendarai tiba-tiba menabrak pria penunggang sepeda.
Pria tersebut bertingkah mencurigakan, buru-buru kabur tanpa bersedia
dipanggilkan ambulans. Lalu datang pria lain (Paul Sparks), yang oleh Jibran
dan Leilani dipanggil “Moustache”.
Moustache mengaku sebagai polisi,
mengambil alih mobil mereka untuk mengejar si penunggang sepeda, kemudian
melindasnya sampai mati. Di tengah kekacauan, datang dua pejalan kaki yang menuduh
Jibran dan Leilani telah melakukan pembunuhan dan menelepon polisi. Keduanya
panik, lalu melarikan diri, setelah meyakini bahwa sebagai minoritas, polisi
takkan berbaik hati memberikan praduga tak bersalah.
Mengingat kerapnya aparat bertindak
tidak adil terhadap minoritas, keputusan mereka bisa diterima. Bodoh, tapi
dapat dimengerti. Sampai datang deretan keputusan-keputusan bodoh lain yang
oleh Aaron Abrams dan Brendan Gall selaku penulis naskah, dipaksakan hadir demi
menggulirkan alur. Salah satu kebodohan paling fatal adalah ketidakmampuan
Jibran, sebagai pembuat dokumenter, menyadari satu hal yang bisa membuktikan ia
dan sang (mantan) kekasih tidak bersalah. Satu hal yang akhirnya juga dipakai
film ini sebagai jalan keluar.
Sejatinya The Lovebirds punya ide dasar yang cukup guna menyokong absurditas
dalam film semacam ini, dengan melibatkan misteri pembunuhan, konspirasi, hingga rahasia "nakal" para penguasa, tapi eksplorasinya
tidak cukup berani (atau kreatif?) untuk melangkah ke jalur yang lebih liar.
Sempat tercipta suasana menegangkan kala protagonis kita menyusup ke sarang
musuh dan nyaris ketahuan. Saya pun antusias menanti bagaimana filmnya bakal
menyelesaikan itu. Antusiasme itu gagal terbayar, saat lagi-lagi rute tidak kreatif
ditempuh, yang berujung pada unsur dipaksakan lain. Kali ini mengenai polisi
yang terlalu bodoh mengambil sikap ketika menyadari ada mata-mata dalam tubuh
mereka.
Humornya mayoritas berasal dari
banter yang seringkali berkembang jadi adu argumen konyol, ditambah beberapa
komedi situasi. Walau tak cukup kuat menjalin chemistry romantis, Nanjiani dan Rae tampil prima perihal memancing
tawa. Keduanya tahu bagaimana harus bereaksi atas banyolan satu sama lain,
berimprovisasi, dan menyelamatkan beberapa materi medioker lewat gaya
histerikal masing-masing.
Komedinya cukup efektif, namun jauh
dari kesan segar, pun sang sutradara, Michael Showalter (The Big Sick) kurang piawai mengolah adegan supaya bertenaga. Sama
seperti keseluruhan filmnya, yang sebatas pengulangan lebih lemah dari
tontonan-tontonan serupa yang telah ada sebelumnya. The Lovebirds diisi deretan keklisean. Bahkan dua tokoh utamanya
menyanyikan lagu klise: Firework.
Tapi berbeda dengan lagu Katy Perry tersebut, film ini tak punya gairah kuat
yang mampu menyemarakkan hari penontonnya.
Available on NETFLIX
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
Comment Page:Terima kasih banyak atas sinopsis dan review film the loverbirds, senang melihat kumail nanjani beraksi.
Posting Komentar