CRAZY WORLD (2020)
Apa hal terpenting dalam proses moviemaking? Pemahaman ilmu filmis? Penguasaan teknis? Bukan semua
itu. Ada yang lebih mendasar, yakni kecintaan terhadap film itu sendiri.
Kecintaan itulah yang dimiliki Nabwana I.G.G., selaku sutradara, penulis
naskah, produser, sinematografer, editor, dan penata efek spesial dari
judul-judul produksi Wakaliwood (Wakaliga + Hollywood).
Setelah menciptakan kehebohan melalui Who Killed Captain Alex?, kini giliran Crazy World yang menyambangi penonton internasional, setelah pada
pertengahan 2019 diputar dalam segmen Midnight
Madness di Toronto International Film Festival, lalu pada 29 Mei 2020, diputar
di YouTube sebagai bagian We Are One Film Festival.
Secara kualitas, ditinjau dari textbook mana pun, Crazy
World jelas tak memenuhi standar. Tapi sekali lagi, ini perihal cinta, yang
mengalahkan segala tetek bengek teknis. Bagi Nabwana, film adalah passion. Sebuah jalan hidup. Dia
mencintai film jauh sebelum pernah menontonnya (Nabwana rutin mendengar cerita
sang kakak tentang film). Dia mengidolakan Chuck Norris hanya dari menatap
poster di dinding bioskop, yang sebagai anak kecil, tak bisa ia kunjungi. Apa
itu kalau bukan bukti “the magic of
cinema”?
Dan kecintaan itu menular. Tengok saja jajaran pemain yang
mengerahkan seluruh daya upaya, baik saat menghantarkan baris demi baris
kalimat yang tak jarang absurd, maupun ketika saling baku hantam bak hidup
mereka jadi taruhannya meski tanpa koreografi yang ditata sedemikian rupa. “Tak
bertenaga” bukan masalah yang perlu dikhawatirkan.
So what’s the story of
this SUPA ACTION MOVIE? Alkisah sekelompok gangster di bawah pimpinan Mr. Big tengah gencar
melakukan penculikan anak (diperankan aktor-aktor cilik Uganda yang disebut “Waka
Starz”) untuk dijadikan tumbal. Salah satunya puteri Commando, tentara elit
yang baru saja menerima misi dari Presiden Uganda. Tentu saja jagoan kita
sanggup menggagalkan penculikan tersebut bukan? Salah. Ingat, ini Wakaliwood
bung! Istri Commando terbunuh, puterinya diculik, dan enam bulan berselang kita
bertemu lagi dengan si jagoan yang kini menjadi gelandangan sakit jiwa, yang
memakai botol plastik sebagai teropong.
Penculikan terus berlanjut. Tidak ada yang lolos dari
incaran, termasuk si bocah jago kung fu putera “SUPA KUNG FU MASTER” Bruce U,
bahkan keponakan Mr. Big sendiri. Ketika aktor yang memerankan Bruce U diperkenalkan,
mendadak filmnya menampilkan klip-klik dari Who
Killed Captain Alex? hingga The
Return of Uncle Benon, sebagai informasi bahwa sang aktor ambil bagian
dalam judul-judul itu.
Bukan sekali itu saja filmnya tiba-tiba menampilkan klip di
luar adegan. Iklan anti pembajakan pun sempat muncul, di mana kesatuan Piracy
Patrol memburu mereka yang menonton film-film Wakaliwood secara ilegal. Saat
saya menyebut kata “memburu”, artinya adalah menerbangkan helikopter sampai ke
Paris (dan negara-negara lain) untuk meledakkan kepala si pembajak. Pada titik
ini saya sudah menerima kalau segala interupsi di atas merupakan bagian
filmnya.
Crazy World mempunyai subjudul Ani Mulalu?, yang berarti “Siapa yang
gila?”. Jadi siapa yang gila? Commando? Para gangster? Atau polisi yang menolak
mengusut kasus penculikan? Ya, Nabwana tidak ketinggalan menyelipkan kritik
perihal ketidakbecusan aparat. Tapi apabila kritik sosial di film-film
Hollywood kerap jatuh sebagai penambah nilai jual dengan mengambil sikap “politically right”, Crazy World berbeda. Ini bentuk keresahan yang jujur. Begitu pun
terkait penculikan anak sebagai tumbal. Menilik gaya filmnya, mungkin anda
berasumsi itu hanya rekaan demi injeksi kegilaan semata, tapi tidak.
Pengorbanan anak demi kekayaan (baca: pesugihan) merupakan isu yang nyata di
Uganda.
Gelaran aksinya terkesan raw,
sesekali menyertakan CGI untuk darah dan ledakan, yang meski berkualitas
rendah, terasa punya semangat serta passion
tinggi. Baku tembaknya turut diiringi selorohan seorang VJ (Video Joker), yang mengomentari tindakan
karakter, melontarkan pelesetan, menciptakan nama-nama aneh seperti Babymando
bagi puteri sang Commando, dan tak ketinggalan mengiklankan Ramon Film
Productions selaku rumah produksinya. Mengutip kalimat Nabwana I.G.G., ”Life without comedy is not life”. Di
tengah keterbatasan, para penggiat industri Wakaliwood ini tahu betul caranya
hidup. Bravo Wakaliwood! Y’all have my
biggest respect!
Parts of WE ARE ONE
FILM FESTIVAL on YouTube
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
5 komentar :
Comment Page:Kl soal cerita film ini lebih fun lg ngga bang dari who kill captain alex ? Soalnya kl nonton film who kill captain alex harus nonton 2x buat paham ceritanya krn pas nonton pertama sibuk nikmatin visualnya aja
Seru banget nontonnya! 😂 Respect buat Wakaliwood 👏
Mas di review my name is khan, dirimu menyatakan itu film buliwud terbaik yg pernah dirimu tonton. Masih berlaku kah hingga saat ini? Soalnya ane baru nonton tuh pelem, dan mulai nyari huliwud bagus semacam itu lagi. Gimana mas?
Njir sepi blognya :v efek coronna
Nope. Banyak yang lebih bagus :)
Posting Komentar