REVIEW - TARIAN LENGGER MAUT

14 komentar

Pernahkah kalian merasa kesal, karena saat ulang tahun, pacar/gebetan terus menebar sinyal-sinyal bakal menghadiahkan kejutan luar biasa, namun ujungnya tidak terjadi apa-apa? Begitulah rasanya menonton Tarian Lengger Maut, yang sepanjang durasi menyiratkan "payoff besar", tapi akhirnya tak memberi apa pun. 

Bukankah kalau demikian kesalahan terletak pada ekspektasi penonton, akibat mengharapkan sesuatu yang memang tidak berniat film itu beri? Kasusnya berbeda. Tarian Lengger Maut jelas secara sengaja menggiring ekspektasi penonton ke satu arah, lalu mengkhianatinya. Bahkan bagaimana pun anda memasang ekspektasi, filmnya tetap mengecewakan, sebab tak menawarkan payoff sedikitpun. Padahal tersimpan segunung potensi di sini. Tarian Lengger Maut berpotensi jadi salah satu horor lokal terbaik sekaligus menyegarkan dalam beberapa tahun terakhir, sebelum menghancurkannya sendiri.

Di awal, kita melihat dr. Jati (Refal Hady dengan wig yang kadang meyakinkan, tapi lebih sering menggelikan), yang baru ditugaskan di Desa Pagar Alas, tengah mengoperasi pasien. Bukan operasi biasa, karena dia adalah seorang dokter pembunuh, yang menculik warga desa guna diambil jantungnya hidup-hidup. Sementara itu, kembang desa bernama Sukma (Della Dartyan) sedang dalam proses menjadi penari lengger. Keduanya kerap berpapasan, jantung dr. Jati berdegup kencang, sementara Sukma menatap penuh tanda tanya. Ada apa?

Ya, "Ada apa di antara mereka?" merupakan pertanyaan yang menyelimuti, dipakai oleh naskah buatan Natalia Oetama sebagai pondasi misteri terbesar. Dar situ bibit-bibit potensi mulai tumbuh. Tarian Lengger Maut dapat menjadi banyak hal, sebutlah eksplorasi mistisisme Indonesia, studi psikologis mengenai trauma dan psikopatologi, atau kalau mau mengambil pendekatan lebih ringan, membenturkan elemen slasher dengan horor supernatural pun bisa dilakukan. 

Tidak satu pun (berhasil) dilakukan. 

Lupakan sejenak kesan menipu yang muncul dari judulnya (benar ada "tarian lengger", dan "maut" banyak menimpa karakternya, tapi menyatukannya, sama saja seperti humor "manusia kepala rusa" milik Warkop DKI). Kegagalan Tarian Lengger Maut menyuguhkan kengerian sebagai horor, maupun ketegangan sebagai thriller, jauh lebih meresahkan. 

Durasi yang cuma sekitar 71 menit bukan melahirkan tontonan padat dengan dinamika terjaga, malah mengesankan film ini diproduksi menggunakan naskah draft pertama, yang bahkan belum selesai ditulis. Segelintir flashback ala kadarnya mengenai masa lalu dr. Jati tak memperkaya karakternya, alhasil menyulitkan penonton memahami motivasinya, apalagi bersimpati. Penampilan Refal Hady yang lebih berfokus pada merendahkan suaranya pun tidak membantu, walau memang mustahil bagi aktor mana pun menghidupkan naskah sedangkal ini. 

Bagaimana soal misteri di balik hubungan dua protagonis? Mungkin naskahnya hendak menyampaikan perihal kompleksitas hati sosok pembunuh berdarah dingin, khususnya bagaimana ia menangani perasaan jatuh cinta. Tapi akibat naskah dangkal, ketimbang thought-provoking, kesan konyol justru lebih dominan. Apa pula guna tease mengenai mistis tari lengger, lewat beberapa shot misterius atau obrolan singkat tokoh-tokohnya? Tarian Della Dartyan cukup menghipnotis, yang merupakan salah satu kelebihan filmnya selain beberapa elemen artistik (pemakaian warna merah di adegan tari jelang klimaks punya hawa mistis yang kuat), walau kembali lagi, naskahnya menyia-nyiakan kapasitas sang aktirs.

Teror macam apa yang coba dibangun Yongki Ongestu melalui debutnya di kursi sutradara ini? Sebagai catatan, mustahil membangun horor/thriller psikologis memakai naskah lemah. Deretan pembedahan yang dr. Jati lakukan juga tampil jinak (demi menghindari sensor, sehingga bisa dimaklumi), jadi gore bukanlah pilihan. 

Sebenarnya terdapat peluang membangun teror berdasarkan histeria massa. Sesekali kita mengunjungi warung kopi, mendengarkan keresahan warga akibat meningkatnya kasus orang hilang. Sayangnya momen ini sebatas numpang lewat. Belum lagi timbul pertanyaan. Jika sudah begitu banyak warga hilang, kenapa para polisi tidak mengusutnya? Menulis naskah yang solid memang sulit, kawan. 

14 komentar :

Comment Page:
Rengga mengatakan...

Endingnya bener2 mengernyitkan dahi banget.
Berharap lebih karena film ini garapan ph visinema yg biasanya ngasih film2 berkualiti (meskipun ini film non-drama pertama ph tsb), tapi apa daya filmnya lebih memilih mengkhianati penontonnya dengan ending sebegitu-adanya yg membuat sebagian penonton di tempat saya menonton berkata "hah, segitu doang" atau "beneran nih udah selesai" (ini true story ya tadi malam ketika saya menonton film ini dengan total penonton yg kurleb-nya ngga nyampe 20 orang-an, sebagian banyak saya denger mereka ngomong begitu selepas film-nya berakhir)
Selepas itu kurang dapet juga esensi dari pemilihan judul "tarian lengger maut" ketika justru unsur mistisme tarian tsb justru dino.2kan (hanya sesekali diperlihatkan, itupun gga punya impact lebih ke-cerita) dan lebih mengarah ke kisah-nya Dr Jati dalam "memangsa" korbannya. Mungkin kalo seandainya filmnya masih pake judul awalnya dulu yg kalo ngga salah berjudul "Detak" (cmiiw), penonton mungkin ngga akan salah ekspektasi dan ngga berharap lebih dari film ini.

Anonim mengatakan...

review inj mematahkan tuduhan saya yang selama ini ngira bang rasyid antek-antek visinema 😂

maya mengatakan...

visinema emang bagus-bagus kok filmnya tapi kalau yang ini sayangnya gak.kayaknya faktor sutradaranya yang baru debut ya bang jadinya filmnya kaya gini

Rasyidharry mengatakan...

Oh, kalo soal Visinema, ini felem bukan produksi mereka, tapi Aenigma. Visinema beli. Cuma emang ada beberapa modifikasi yang mereka lakuin. Konon, dasarnya emang udah jelek

Reza mengatakan...

Gambling bgt berarti bang visinema beli pelem ini dari ph lain, jadi kyk semacam ada borok gitu dah bang di filmografinya visinema

Chan hadinata mengatakan...

mas rasyid kok antek2nya visinema.. wong kasus "gak bisa bedain muka" aja masi blum selesai yah mas??🤣😂 #menolaklupa

Anon mengatakan...

Yukk review film "The Djinn" aja yuukk mas rasyid wkwkwk #HidupWebStreaming

Rasyidharry mengatakan...

Nanti, baru lupa kalo beliau udah bikin drakor

Rasyidharry mengatakan...

Bukan gambling juga sih. Emang di sini mereka cari duit. Dari awal udah tahu filmnya jelek, dan nggak peduli, karena toh penonton kasual juga nggak ngeh Visinema itu siapa & filmnya apa. Sayangnya gitu

Masban mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Masban mengatakan...

memangnya visinema kalo beli film dari studio lain gk ditonton dulu ya ? jadinya kayak beli kucing dalem karung. gua yakin orang2 Visinema tau film bagus dan yg bukan.

tapi saya juga penasaran, apa untungnya film maker kaya visinema beli film dari studio lain ? memang bisa ya ?

Rasyidharry mengatakan...

Treatment-nya beda. Film ini dibeli karena butuh suntikan dana. Makanya horor yang dipilih. Pasti mereka juga tahu film ini jelek. Cuma ya butuh duit. Kalo yg produksi sendiri, khususnya yg disutradarai Angga sendiri, baru sesuai idealisme

Semua PH gede ngelakuin itu kok. Ada yg film udah kelar, jadi tinggal ngurusin slot tanggal tayang, distribusi, & marketing (kekuatan PH besar), ada juga yg baru mau masuk post-pro (biasanya ada deal buat pembiayaan post-pro). Keuntungannya ya dapet revenue, tanpa keluar duit & effort sebanyak produksi sendiri

Vian mengatakan...

Aktor2 langganan film bagus ga menjamin filmnya bakal jadi bagus, ya.... Diriku sudah jadi korban Keluarga Tak Kasat Mata, btw

iiosomnia mengatakan...

wah, yang terlalu tampan yah?