REVIEW - NUSSA

6 komentar

Beberapa waktu lalu, ramai tudingan bahwa Nussa menyebarkan doktrin radikal. Saya tidak sepaham dengan ideologi agama beberapa pihak di balik serialnya, namun melempar tuduhan cuma berdasarkan atribut yang dipakai karakternya, bahkan sebelum menonton filmnya, sungguh suatu kebodohan. Terlebih, Nussa ternyata tampil hangat sekaligus manusiawi. 

Manusiawi dalam arti, meski digambarkan cerdas, baik hati, pula taat agama, tokoh-tokohnya jauh dari kesempurnaan. Ada figur ayah yang (terpaksa) melanggar janji hingga mengecewakan anak-anaknya, pun Nussa sendiri (disuarakan Muzakki Ramdhan), hanya bocah biasa yang bisa merasa iri, juga malas beribadah ketika hatinya kesal. Sebagai tontonan yang memiliki identitas agama (khususnya produksi Indonesia), memanusiakan protagonis adalah pencapaian besar.

Naskah buatan Muhammad Nurman Wardi dan Widya Arifianti sebenarnya cenderung seperti versi extended dari satu episode serialnya ketimbang adaptasi khusus layar lebar. Diceritakan, Nussa tengah bersiap mengikuti lomba sains di sekolah, dengan membuat roket berbahan barang bekas, dibantu dua sahabatnya, Abdul (Malka Hayfa) dan Syifa (Widuri Sasono). Nussa selalu memenangkan lomba tersebut, tapi tahun ini muncul saingan. Dia adalah Jonni (Ali Fikry), anak pindahan dari keluarga kaya, yang mampu membuat roket mewah nan canggih. 

Sangat sederhana. Terlalu sederhana malah, sehingga agak keteteran menjaga daya tarik selama 107 menit durasinya. Walau begitu, Nussa mampu membayar lunas kekurangan tersebut, lewat tuturan menyentuh hati. Di balik kesederhanaannya, tersimpan drama hangat soal keluarga, persahabatan, juga pesan bahwa uang bukanlah segalanya. 

Karakter Jonni selaras dengan kesan "drama sederhana tapi bermakna" itu. Dia memang saingan Nussa, dan sekilas tampak kurang ramah, tapi bukan antagonis jahat. Bukan siswa kaya sombong yang memandang rendah orang lain. Dia hanya kesepian karena kedua orang tuanya sibuk bekerja. Sayang, konklusi bagi konflik keluarga Jonni terjadi begitu mudah dan serba mendadak, hingga menghilangkan dampak emosi di dalamnya. 

Bila presentasi soal keluarga Jonni tampil kurang matang, tidak demikian dengan keluarga protagonis kita. Nussa menganggap, Abba (panggilan Nussa dan Rarra untuk ayah mereka) yang bekerja di Amerika, kurang memberi perhatian ketika batal pulang di awal Ramadhan. Saat lomba sains digelar, Bony Wirasmono selaku sutradara, yang juga menggarap serialnya, menampilkan sensitivitas lewat gestur-gestur penuh makna tanpa dramatisasi berlebih dalam momen tersebut.

Melihat puteranya tertatih-tatih menaiki panggung, Abba mendekat, tetapi tidak langsung membantu. Ditepuknya lembut pundak Nussa, yang lalu berkata bahwa ia bisa berjalan sendiri. Begitulah semestinya dinamika orang tua dan anak. Orang tua hadir guna memberi dukungan, mengawasi agar si anak tetap aman, namun tetap membiarkannya mencoba jalannya sendiri semaksimal mungkin. 

Di awal tulisan, saya sempat menyinggung tentang bagaimana filmnya memanusiakan Nussa. Sewaktu Jonni dan roket canggihnya bisa lebih memukau teman-teman di sekolah, Nussa merasa iri, kesal, bahkan putus asa. Saking kesalnya, dia enggan makan sahur dan bolos mengaji. Tapi apakah Umma (Fenita Arie) memarahi puteranya sambil menyebut hal-hal seperti "Jangan bolos mengaji!" atau "Tidak beribadah itu dosa!"? Tidak. Umma mendahulukan perasaan buah hatinya. Dia mendidik lewat kasih sayang. 

Ada satu lagi detail kecil yang sangat saya sukai, yakni ketika Abba pulang membawa oleh-oleh. Nussa mendapat peci, sedangkan Rarra dibelikan mobil-mobilan. Tatkala film-film lain yang tidak direcoki tudingan ini-itu kerap bersikap lebih konservatif dengan memberi boneka pada anak perempuan, Nussa justru tidak terjebak dalam kekolotan tersebut.

Pencapaian di ranah emosi turut ditunjang oleh karakternya yang begitu hidup berkat penampilan memikat jajaran pengisi suara. Muzakki yang membuat sosok Nussa begitu bernyawa dan terdengar "kaya" secara rasa, Ocean Fajar sebagai Rarra yang menggemaskan, Fenita Arie sebagai figur ibu yang lembut, bahkan Opie Kumis sebagai Babe Jaelani si penjaga sekolah, yang sekali lagi jadi comic relief menggelitik. Semua menyatu. 

Visualnya, seperti yang sudah nampak di berbagai materi promosi, punya kualitas terbaik di antara semua animasi layar lebar Indonesia. Tengok saja detail-detail seperti serat baju, bulu kucing, sampai refleksi di mata karakternya. Melihat pencapaian Nussa, tidak sabar rasanya menunggu proyek-proyek animasi Visinema lain seperti Kancil (sci-fi action), Jumbo (looks like a Pixar-esque magical tale), dan Rarra selaku spin-off Nussa. 


(Tayang Reguler 14 Oktober 2021)

6 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Wew. Indo ternyata. Liat posternya berasa feel hollywood bgt. Udah ada kemajuan pesat nih kayaknya animasi indo.

Mukhlis mengatakan...

Bang, berasa nggak tepat nggak sih, rilis film ini di masa pandemi? Apa lagi di bawa 12 tahun nggak boleh masuk bioskop, sedangkan, sasaran Nusa kebanyakan itu anak-anak.
Saya Takutnya film ini kurang laris, dan animasi Nusa. Entah serial atau movie nya, nggak lanjut gegara kekurangan dana.
Padahal animasi Indo, nggak perna sebagus ini animasinya. Sayang aja kalau berhenti gegara kekurangan dana.

Rasyidharry mengatakan...

Awalnya ngerasa gitu, tapi setelah dipikir lagi, model bisnis Visinema itu bagus (makanya walau nggak banyak filmnya tembus sejuta, tapi rutin produksi dengan bujet nggak dikit). Pasti udah dipikirin puteran duitnya, dari potensial income theatrical & streaming

Dari special screening kemaren, hasilnya fine. Penonton dewasa rame. Mungkin malah banyak dari mereka karena suka, jadinya bakal nontonin itu ke anak/adik pas tayang di streaming. Bioskop incer dewasa, streaming incer anak. Film ini juga dapet dukungan komunitas yang selama ini selalu berhasil bikin film produksi kalangan mereka rame

Dan terpenting, jaringan bioskop dukung banget. Udah sejak lama mereka bargain ke PH buat ngerilis filmnya, tapi pada nolak. Visinema jadi yang pertama berani lempar judul besar, pasti di-boost banget

Mukhlis mengatakan...

Ah, sayang banget. Padahal ada rencana mau bawa ponakan di bioskop umur 6tahun, mau liat reaksi dia nonton Nusa di layar lebar.
Kalau streaming fill-nya beda soalnya.
OTW nonton hari pertama.
Mau ikutan scrining kemaren, kelupaan kalau hari sabtu :d.

Anonim mengatakan...

James bond lu dapet jatah screening mas?

Chan hadinata mengatakan...

Bagus dan membanggakan 9/10
Alhamdulillah dikota sy anak2 boleh nonton di salah satu bioskop😁