REVIEW - THE POWER OF THE DOG

11 komentar

The Power of the Dog sangat kompleks. Bukan disebabkan alur rumit, tapi karena Jane Campion menekankan, bahwa setiap permasalahan, apalagi saat menyangkut gejolak batin manusia, tidak hitam-putih. Mengadaptasi novel berjudul sama karya Thomas Savage, Campion memang melempar isu, namun tokoh-tokohnya bukan alat penghantar pesan. Mereka adalah manusia, yang dengan segala kompleksitasnya berdinamika. 

Berlatar Montana tahun 1925, wild west tengah bertransisi menuju dunia modern. Di bidang teknologi, mobil mulai menggantikan kuda sebagai alat transportasi. Sedangkan manusianya makin meninggalkan kekolotan pikir. Tapi semaju apa pun peradaban, selalu ada kontradiksi, dari pihak yang menyambut dengan tangan terbuka, dan pihak yang kukuh bertahan di perspektif konservatif.

George (Jesse Plemons) dan Phil (Benedict Cumberbatch) adalah kakak-beradik yang mewakili dua sisi berlawanan tadi. George berpakaian rapi serta tahu sopan santun, sedangkan Phil cenderung semaunya. George memperkenalkan budaya "mandi dalam rumah", ketika Phil untuk mandi saja masih malas. 

Phil bak dinosaurus yang menolak punah, terus mengejar masa lalu sambil menganut paham machismo kuno, yang mengindentikkan "kejantanan" dengan tubuh kotor atau kulit gelap hasil sengatan sinar matahari. Ya, hal-hal yang hingga kini tetap dipegang teguh banyak pria Indonesia, selaku bukti bahwa negeri ini tertinggal 100 tahun.

Sejatinya Phil bergulat dengan kesepian. Menghina George yang dianggap "kurang jantan" jadi hiburannya, dan cuma cerita mengenai Bronco Henry, mentornya dalam berkuda, yang bisa Phil banggakan. Dia punya banyak anak buah yang patuh, tapi satu-satunya teman Phil adalah kejantanan. Maka, ketika George menikahi janda bernama Rose (Kirsten Dunst), timbul perselisihan.

Phil menganggap Rose cuma mengincar harta saudaranya. Pun ia begitu membenci putera Rose, Peter (Kodi Smit-MchPhee), yang pendiam dan cenderung feminin dibanding citra koboi yang amat Phil agungkan. Phil terus melempar intimidasi layaknya alpha male yang ingin dipuja serta diakui kuasanya. Tapi semakin ia melakukan itu, semakin ia tampak menyedihkan, terjerumus dalam kesepian, yang nampak dalam performa subtil Cumberbatch.

Cumberbatch menyampaikan kegundahan karakternya melalui mata. Seiring memburuknya perangai Phil, tatapannya justru makin kosong. Mulutnya mengeluarkan ujaran kebencian bagi orang lain, namun matanya seperti menatap ke arah cermin, seolah tengah meratapi diri sendiri. Apakah The Power of the Dog tengah mengutuk pria-pria seperti Phil? Bisa jadi, tapi seperti sudah saya sebutkan, filmnya tak sesederhana itu. 

Phil bukan semata perwujudan pria dengan "little dick energy" yang eksis hanya untuk kita benci. Dia adalah manusia yang kompleks. Titik balik di pertengahan film menegaskan itu, kala arah cerita bergeser, sembari memperluas perspektifnya. Caranya tidak baru. Sudah berkali-kali elemen serupa dipakai oleh film yang membicarakan seksualitas. Tapi bagaimana ia menyentil maskulinitas, menghembuskan napas homoerotisme ke dalam kultur yang memuja kejantanan secara berlebih (mengingatkan pada salah satu rilisan terbaik tahun 2005), menjadikannya spesial. 

Walau demikian, jangan berkonsentrasi pada pesan. Sekali lagi, The Power of the Dog bukan (sebatas) medium penyampai pesan, melainkan kisah berisi sekumpulan individu yang "kebetulan" mewakili wajah beberapa isu. Ending-nya, yang tersusun rapi atas detail-detail yang tersebar sepanjang 126 menit durasi lalu diam-diam menusuk, tak berpusat pada isu, namun dampak dari gesekan manusia-manusia tertentu, yang bertemu di sebuah zaman tertentu.  

The Power of the Dog cenderung mencengkeram penontonnya secara perlahan. Pengarahan Jane Campion (yang kembali ke performa terbaik layaknya The Piano 28 tahun lalu), bagaikan sesosok tetua bijak, yang bercerita dengan lembut, penuh kesabaran, tetapi tahu kapan mesti memberi penekanan, tanpa memaksa kita agar terus memperhatikan. Kitalah yang pasrah membiarkan diri terserap ke dalam ceritanya. 

(Netflix)

11 komentar :

Comment Page:
huya mengatakan...

benedict cumberbatch tuh pernah menang oscar gak bang,kayaknya peluang doi buat menang di film ini gede karena gak ada lawan kayaknya

Rasyidharry mengatakan...

Baru nominasi sekali di The Imitation Game. Peluangnya mayan gede. Frontrunner masih Will Smith, belakangan Andrew Garfield mulai dapet buzz, tapi Cumberbatch emang masuk unggulan

ihsan nr mengatakan...

udah nonton beberapa film yg bakal bersaing di oscar, so far masih berharap film ini yg menang. campion sebagai sutradara berhasil bgt ngegarap character film yg kompleks macem TPotD dengan sentimental value yg tinggi, shot shot "simbolis" yg bercerita tanpa kata juga menurutku keunggulan dia sebagai director. dibanding spielberg dan villeneuve yg grandiose sangat dan branagh yg lebih ingin showy, campion harusnya banyak digemari sama academy members sih. naskahnya juga bukan naskah biasa, belum pernah baca novelnya tapi penceritaannya udah terasa utuh bgt, dan naskahnya juga menurutku lebih bagus dibandung west side story. kalo campion bisa menang 2 ini, apa iya tetep belfast yg ngeraih penghargaan tertingginya😅.

dan btw 4 aktor yg memainkan jalan cerita ini semua maksimal bgt, plemmons yg karakternya gak se-juicy co-starsnya pun ngasih performa optimal, not much and not less. masih berharap benedict bisa jadi oscar winnernya, will smith buzznya paling gede tapi setelah nonton king richard um... jauh prefer benedict dibanding sour-mouthnya will wkwkw. kalo berhasil, bisa nyamain nasib pemenang yg kemarin nih, nomadland (best picture, best director, best lead, sama kalo untung screenplay xixixi)

Rasyidharry mengatakan...

Satu kategori yang paling mungkin menang: Best Adapted Screenplay

Belakangan selera juri Oscar emang mulai geser, tapi masih sulit bayangin ini menang Best Picture. Masih lebih mungkin menang di Best Director

Anonim mengatakan...

Menurut saya Cumberbatch ini emang pintar memilih peran. Kebanyakan karakter yang dia peranin emang orang2 unik semua. Hehe.

Anonim mengatakan...

Jadi menurut lu bang kandidat Best Picture apa? Mungkinkah Belfast?Campion kayanya agak susah dah bang, kans nya memang gede tapi sepengetahuan Oscar pasti bumbu-bumbu "kepentingan" apalagi dia udah ngasih taun lalu buat Chloe Zhao. Villenuve, Spielberg tapi mengingat itu film adaptasi jadi agak jadi kaya pemanis sih. Maybe PTA kayanya bakal gencar Oscar buat taun depan dah kayanya. Tapi Campion yg paling bagus bgt sih taun ini. Cumberbatch kayanya bakal tektokan sama Garfield sama Will Smith.

Jonathan Wenanta mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Rasyidharry mengatakan...

Nomor satu masih Belfast, tapi beberapa hari terakhir buzz The Power of Dog mulai naik. 3 bulan ke depan semua masih bisa terjadi

Anonim mengatakan...

Belfast gak se wah itu sih bang kalo dibandingkan Power of the Dog. Dan satu kategori yg paling mungkin Kodi Smit Mcphee di Supporting actor belakang buzz dia gede nih dan dia udah kmrn menang terus dr award krtikus film. Kirsten Dunst sayangnya hanya jd pemanis kayanya bakal kalo ga Aunjane Ellis di King Richard, (ataukah mungkin kejadian repetitif kedua kali terjadi lagi buat West Side Story si Ariana Debose, setelah Rita Moreno menang 61 taun yg lalu sebagai Anita, gatau jg sih.

Andrew mengatakan...

"Mengingatkan pada salah satu rilisan terbaik 2005." Brokeback Mountain?

Umar mengatakan...

Up.
Saya juga penasaran ini apa.