REVIEW - DC LEAGUE OF SUPER-PETS

1 komentar

Walau ditangani oleh Jared Stern dan John Whittington yang sebelumnya tergabung dalam tim penulis naskah The Lego Batman Movie (2017), kurang bijak mengharapkan DC League of Super-Pets membawa keunikan serupa, mengingat seri The Lego Movie memang punya gayanya sendiri. Tapi premis mengenai hewan peliharan para pahlawan super jelas mengandung lebih banyak potensi ketimbang sebatas "modifikasi The Secret Life of Pets".

Krypto (Dwayne Johnson) adalah anjing peliharaan Superman (John Krasinski) yang mendarat di Bumi bersama sang majikan selepas Krypton binasa. Setelah dewasa, keduanya berduet sebagai pelindung Metropolis. Krypto menganggap Superman tidak butuh sahabat selain dirinya. Sampai datang sebuah ancaman. Bukan ancaman berupa supervillain atau alien jahat, melainkan Lois Lane (Olivia Wilde), kekasih Superman. Krypto khawatir Lois bakal mengambil alih posisinya.

Tapi ancaman dari supervillain juga siap menghadang, kala seekor guinea pig di tempat penampungan hewan bernama Lulu (Kate McKinnon), mendapat kekuatan super karena terpapar batu kryptonite oranye. Lulu mengagumi Lex Luthor (Marc Maron) yang pernah menjadikannya bahan eksperimen, dan kekaguman itu mendorongnya membuktikan diri dengan cara menangkap semua anggota Justice League. Tapi rupanya, hewan-hewan lain di tempat penampungan juga memperoleh kekuatan, lalu bersama Krypto, mereka membentuk tim super guna menolong Superman dan kawan-kawan.

PB (Vanessa Bayer) si babi mampu mengubah ukuran tubuhnya, Merton (Natasha Lyonne) si kura-kura kini bisa berlari secepat kilat, Chip (Diego Luna) si tupai merah dapat menembakkan listrik, sedangkan Ace (Kevin Hart) si anjing boxer punya kekuatan fisik super. Warna tubuh hitam, telinga runcing bak tanduk, bahkan penonton yang tak familiar dengan komiknya pun akan mudah menebak, siapa superhero yang kelak bakal jadi majikan Ace.

Satu yang membuat DC League of Super-Pets terasa serba tanggung adalah cara kedua penulisnya menangani komedi, selaku amunisi hiburan utama filmnya, di sela-sela alur yang bermain di ranah familiar ('The Secret Life of Pets' with superpowers). Stern dan Whittington bak ragu, apakah ingin tampil konyol demi menyenangkan penonton anak, atau memancing tawa para orang tua. Hasilnya tak cukup total bagi bocah, namun cenderung kekanak-kanakan bagi penonton dewasa. Humor yang mengolok-olok Batman (Keanu Reeves) selalu menggelitik, tapi karena sudah terlalu sering mendengarnya, entah di media sosial atau The Lego Batman Movie, dampak yang dihasilkan tidak maksimal. 

Di "film bocah" macam ini saya cenderung mengesampingkan keluhan terkait plot hole, tapi rasanya anak pun bakal bertanya, mengapa Justice League dengan cepat dilumpuhkan oleh pasukan guinea pig, sedangkan Krypto dan timnya menang tanpa perlawanan berarti. Lain cerita bila kemenangan itu terjadi karena adanya sesuatu yang cuma bisa dilakukan para hewan peliharaan. Ada beberapa kejanggalan lain (misal saat Merton dengan kecepatannya tak menolong Krypto yang diancam oleh Lulu), tapi lubang di atas paling fatal, sebab dari situlah pondasi cerita tentang "tim hewan peliharaan super membantu Justice League" berasal. 

Untungnya memasuki paruh akhir, ketika fokus mulai sepenuhnya beralih ke aksi, DC League of Super-Pets sukses menawarkan hiburan. Terdapat deretan ide kreatif (granat berbentuk bola bulu adalah ide brilian), pun di kursi sutradara, Jared Stern melahirkan aksi superhero seru yang biasanya identik dengan format live action. 

Third act-nya tampil megah, bombastis, dinamis, dengan animasi mumpuni, menjadikannya klimaks yang pantas bagi sebuah film bertema pahlawan super. Dua pesan mengenai persahabatan dan berkorban demi sosok tercinta juga terhubung dengan apik di akhir, di mana sensitivitas Stern meramu pengadeganan mampu menciptakan konklusi menyentuh untuk eksplorasi penceritaan yang kurang matang.

1 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

film keluarga yang adult banget