REVIEW - DECISION TO LEAVE

8 komentar

Sebuah noir memadukan misteri dengan romansa (biasanya melibatkan perselingkuhan dan sensualitas) merupakan hal biasa. Serupa judul-judul buatan Alfred Hitchcock hingga Chinatown (1974) milik Roman Polanski, Decision to Leave yang membawa Park Chan-wook menyabet piala Best Director di Festival Film Cannes pun menempuh jalan serupa. Hanya saja, ada perbedaan.

Decision to Leave bukan romansa berbumbu misteri, atau misteri yang dibumbui romansa. Decision to Leave adalah peleburan keduanya. Agar lebih jelas, mari simak salah satu sekuen favorit saya di film ini.

Hae-jun (Park Hae-il) si detektif, menginterogasi Seo-rae (Tang Wei), wanita imigran Cina, yang suaminya baru ditemukan meninggal dunia. Ketika rehat, mereka makan bersama, yang anehnya, nampak seperti dua sejoli sedang melakukan kencan perdana. Canggung, tapi jelas ada magnet yang saling menarik tanpa perlu diucapkan. Pun tiap pertanyaan Hae-jun, selain proses menggali informasi dari tersangka, ada kalanya terdengar bak usaha seorang pria untuk lebih mengenali wanita yang ia suka. 

Peleburan itu terus berlanjut sepanjang film. Walau bukti mengarah pada bunuh diri, Hae-jun tetap menyelidiki Seo-rae, termasuk mengintainya di rumah. Dilihatnya si janda beraktivitas, makan malam, lalu merokok sembari menangis. Tanpa sadar abu rokoknya menumpuk, dan Hae-jun berimajinasi, membayangkan menampung abu dengan tangan, layaknya pria bucin yang mau jadi tempat wanita pujaannya membuang segala keresahan. 

Hae-jun sudah menikah, tapi tinggal terpisah dengan istrinya, Jung-an (Lee Jung-hyun) karena tuntutan pekerjaan. Jung-an cantik, lucu, dan perhatian pada kesehatan sang suami. Apa alasan Hae-jun berpaling? Dia selalu nampak lesu menjalani rutinitas, dan baru bersemangat begitu muncul kasus yang melibatkan kematian. Seolah hasratnya tersulut oleh bahaya. Apakah caranya menyikapi percintaan pun begitu? Apakah perselingkuhan dengan tersangka pembunuhan memantik hatinya?

Di luar dugaan, naskah buatan Park Chan-wook bersama kolaboratornya, Jeong Seo-kyeong, cukup ringan dalam presentasi romansa, meski melibatkan alur kelam serta penuturan bertempo lambat. Beberapa tawa hadir, yang kadang membuat saya merasa sedang menonton komedi romantis. Misal saat balasan pesan Hae-jun berkali-kali tertunda karena Seo-rae terus mengetik. 

Romansanya sensual, tanpa harus menjadi seksual. Cuma satu adegan seks, itu pun tidak seksi, juga bukan melibatkan Hae-jun dan Seo-rae. Sensualitasnya tersirat namun amat menyengat, mayoritas berasal dari obrolan, atau sebatas hembusan napas. Kuncinya terletak di penataan kamera Kim Ji-yong (A Bittersweet Life, Silenced, Miss Granny, The Age of Shadows) yang menciptakan ruang intim dua karakter. 

Seperti biasa, bukan karya Park Chan-wook bila tidak tampil stylish, dan sinematografinya, didukung penyuntingan Kim Sang-beom (menggarap Oldboy dan The Handmaiden sehingga tahu persis visi sang sutradara), membantu tersajinya penuturan penuh gaya. Berkatnya, Decision to Leave kadang tampil seperti gambaran sureal fantasi orang yang sedang terobesis oleh asmara. 

Park Chan-wook piawai membungkus romansa, sampai ada kalanya penyampaian misteri bagai anak tiri. Babak akhirnya tampil lebih rumit dari kebutuhan, sedangkan beberapa revelation berjalan kurang mulus untuk ukuran karya sineas yang melahirkan tontonan penuh liku macam Oldboy dan The Handmaiden. Sebuah pengungkapan fakta seputar angka 138 memancing pertanyaan lebih lanjut. Durasi film ini juga 138 menit. Kebetulan? Suatu easter egg usil? Atau simbolisme dari "perjalanan"?

Tapi tetap, di belakang kamera, pengarahan Park Chan-wook mampu menghipnotis, menggaet atensi lewat perjalanan intim yang pelan-pelan menghanyutkan. Sementara di depan kamera, Tang Wei sama-sama menghipnotis. Seducing, mysterious, enigmatic. Karena sang aktris pula ending-nya makin menusuk, membawa makna baru yang jauh lebih menyakitkan untuk istilah "mengubur masa lalu". Memori masa lalu yang misterius bak selimut kabut, sebagaimana disampaikan Jung Hoon-hee melalui lagunya, Mist, yang jadi salah satu inspirasi pembuatan Decision to Leave, dan diputar beberapa kali dalam filmnya.

Update (20/07) Setelah menonton untuk kali kedua, saya makin kagum pada semua aspeknya. Penyuntinganunik, gestur-gestur canggung Tang Wei, hingga paralel misteri-romansa yang makin kentara di tiap detail. Pun perihal presentasi misteri, rupanya tak sekacau di pengalaman pertama, karena kali ini sudah tahu mesti "melihat ke mana". Saya memutuskan mengubah rating. Decision to Leave adalah tragedi menusuk hati tentang seorang wanita yang menghabiskan hidupnya mencari kebahagiaan. 

8 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

jadi endingnya yang melakukan pembunuhan tuh siapa ? masih belum paham

umario at de movie goers mengatakan...

Sama masih blom paham

Rasyidharry mengatakan...

Tiap kasus pembunuhnya beda

Anonim mengatakan...

bang ott nih tapi punya prediksi gak kira-kira korea selatan bakal milih antara broker atau decision to leave buat jadi wakil mereka di oscar.broker tuh menang di isu ditambah broker tuh film yang "oscar"sekali,tapi sayang sutradaranya orang jepang (kita tahu orang korea tuh sensitif banget tentang "tetangganya"apalagi jepang)bayangin kalau film yang mereka kirim ke oscar sutradaranya orang jepang,kayaknya mereka pada ngamuk sih.decision to leave tuh kayaknya gak punya isu apapun yang bisa dijual.ada sih tentang imigran tapi cuma seupil.titane tahun kemarin dapat palme dor, ditambah punya isu feminisme yang disajikan unik saja gagal.benar ada tang wei (artis china) tapi kayaknya gak masalah sih karena cuma main film, bukannya "yang bikin".gak tahu juga apa park chan wook filmnya ada yang pernah di kirim oscar soalnya para ateur korea semacem lee sama bong udah sering dikirim.
atau kira-kira ada film korea lain yang jadi kandidat ke oscar tahun depan.

Rasyidharry mengatakan...

Kandidat nomor 1 tetep Decision to Leave. Karena ya itu, Broker mentok di sutradaranya. Mustahil ngirim film buatan sutradara Jepang

Ada satu lagi yang berpeluang, Emergency Declaration, soalnya tahun lalu Korea juga ngirim Escape from Mogadishu. Tapi tetep nama Park Chan-wook jadi opsi utama

wayang79 mengatakan...

padahal awalnya kata tmn ku kurang menarik deh, tapi kenapa jadi makin penasaran ya wkwk, tmn ku soalnya baca di sini Cek Disini Deh

Anonim mengatakan...

JUDI ITU DOSA GAN! INGAT ALLAH TIDAK SUKA PERBUATAN AGAN YANG SEPERTI ITU!!!

Anyway ini film emang bagus dah, gak ada adegan ng3we nya tapi tetep serasa sensual. Di direct langsung sama Park Ji Sung, eh Park Chan Momok maksud saya.

Anonim mengatakan...

Akhirnya. Ada yang nyadar bahwa ini film tentang pasangan sejoli kesepian yang mencari kebahagiaan. Udah dari 1 inti itu dijabar bagaimana mendapat kan kebahagian itum pengorbanan apa yg harus dilakulam 2 sejoli tersebut, dengan deni park chan wook