REVIEW - KALIAN PANTAS MATI

6 komentar

Kalian Pantas Mati tahu betul sejauh mana kemampuannya, seperti apa sumber materinya, dan siapa target pasarnya. Sebagai sebuah remake, ia tampil setia dengan modifikasi seperlunya. Memang tidak groundbreaking, sebab itu bukanlah keharusan. Alhasil, penonton remaja, pecinta hiburan Korea, maupun penggemar aktris utamanya, mendapatkan persis dengan apa yang mereka harapkan.

Naskah buatan Alim Sudio mengadaptasi Mourning Grave (2014), yang sebagaimana horor Korea Selatan berlatar SMA kebanyakan, mengangkat soal perundungan. Protagonisnya bernama Rakka (Emir Mahira kembali setelah absen 9 tahun), yang memutuskan kembali ke Bogor, karena di Jakarta ia kerap jadi korban perundungan teman-temannya. Kemampuan spesial Rakka adalah penyebabnya. Dia bisa melihat hantu, yang alih-alih berguna, justru membuatnya dicap "aneh". 

Rakka mengenakan gelang yang bakal mengencang tiap ada hantu di sekitarnya. Gelang itu adalah alat deteksi yang lebih efektif dibanding liontin kepunyaan protagonis film aslinya. Tampak saat Rakka tertidur dalam bus, ia terbangun, langsung menyadari kehadiran hantu karena merasakan cengkeraman gelang. Liontin tidak bisa melakukan itu. 

Sejatinya kemampuan itu membuat Rakka berkali-kali membantu arwah penasaran menyelesaikan perkara yang belum usai. Entah mencari mayat mereka, atau membalaskan dendam. Lambat laun "gangguan" itu terasa makin melelahkan baginya, tapi keputusan pindah ke Bogor rupanya tak memperbaiki keadaan.

Pertama, ia masih saja diikuti hantu. Kali ini sesosok hantu gadis remaja yang melupakan identitasnya (Zee JKT48). Kedua, ia kembali jadi korban perundungan. Ketiga, sewaktu Rakka menyadari adanya hantu wanita bermasker, yang dicurigai merupakan dalang di balik hilangnya beberapa murid. 

Salah satu modifikasi yang dilakukan Kalian Pantas Mati adalah menambah kadar perundungan. Mourning Grave mampu memancing kebencian pada para pelaku, tapi Kalian Pantas Mati membuat saya mengamini judulnya. Sayangnya remake ini terkesan kurang berani menyoroti kontribusi guru dalam melanggengkan kultur perundungan. Ya, salah satu guru menerima "hukuman", tapi apa yang ia perbuat, dan bagaimana itu menciptakan efek domino, kurang diberi sorotan. 

Sederet perubahan lain dapat ditemukan, tapi sekali lagi, secara garis besar, Kalian Pantas Mati setia mengikuti formula materi aslinya, yang diisi alur ala kadarnya, dan bergantung pada pengadeganan sutradara serta akting jajaran pemain. 

Seiring waktu, kedekatan Rakka dan si hantu tanpa nama bertambah. Jelas mereka saling jatuh cinta. Cinta beda alam yang mustahil terwujud. Emir dan Zee melahirkan chemistry manis yang menguatkan hubungan tersebut. Emir membuktikan bahwa absen selama nyaris satu dekade tidak melemahkan dinamika emosinya, sementara Zee yang likeable berpotensi jadi idola baru di layar lebar. 

Sedikit kekurangan justru terletak pada cara sang sutradara, Ginanti Rona, menangkap romantisme. Kecuali momen Zee berjalan dalam gerak lambat di bawah guyuran hujan, pilihan shot-nya belum mencerminkan rasa manis khas percintaan Korea. Tapi kekurangan itu Ginanti bayar lunas kala menangani apa yang jadi keunggulannya: horor brutal. 

Sebagai campuran horor supernatural dan slasher, Kalian Pantas Mati tampil superior ketimbang Mourning Grave dengan segala penampakan murahannya. Ginanti (akhirnya) kembali ke mode brutal yang tak ragu menumpahkan darah sebagaimana di Midnight Show (2016) yang dahulu memposisikannya sebagai salah satu sutradara horor paling potensial. Didukung tata rias mumpuni (hantu masker adalah replikasi sempurna, pun hantu lain tampil tak kalah mengerikan), sah sudah status Kalian Pantas Mati sebagai remake yang menandingi (bahkan di beberapa lini melebihi) film aslinya. 

6 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

KALIAN PANTAS MATI diantara film atau sinetron ya....

Anonim mengatakan...

tembus 50 ribuan penonton hari pertama

vian mengatakan...

Pasti ga banyak yg nyangka kalau cowok di poster itu salah satu peraih Piala Citra FFI untuk Pemeran Utama.Pria Terbaik, di usia 13 tahun! Semoga jadi titik tolak kembalinya Emir. Karena sayang loh kalau peraih penghargaan sebergengsi itu "dilupain" gitu aja.

Jangan sampai kayak Salma Paramitha yg sempat jadi nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik di film Rindu Purnama, tapi kemudian kariernya di film malah mandeg.

Anonim mengatakan...

Salma tahun ini juga bakalan comeback melalui film Nariti

Anonim mengatakan...

tembus 100 ribuan penonton hari kedua....

vian mengatakan...

Oh, ga heran ternyata sutradaranya Deden Bagaskara, ayahnya Salma