REVIEW - AUTOBIOGRAPHY

10 komentar

Sebelum pemutaran, Makbul Mubarak selaku sutradara sekaligus penulis naskah menyebut Autobiography sebagai perwujudan rasa takutnya semasa kecil. Selepas pemutaran, saya sadar kalau pernah merasakan ketakutan serupa. Film ini bukan autobiografi seorang Makbul semata. Film ini adalah autobiografi Indonesia. 

Rakib (Kevin Ardilova) bertugas menjaga rumah kosong kepunyaan Purnawinata (Arswendy Bening Swara), seorang pensiunan militer yang oleh warga sekitar dipanggil "Jenderal". Secara turun temurun selama empat generasi, keluarga Rakib setia bekerja bagi keluarga Purnawinata. Suatu ketika, Purnawinata memutuskan pulang. Rakib membuatkannya kopi, lalu Purnawinata, dengan tutur kata tenang namun intimidatif, berkata, "Siapa bilang saya minum kopi?". 

Relasi kuasa keduanya langsung kentara. Apa pun perkataan Purnawinata bakal membuat nyali orang ciut. Bukan cuma Rakib. Di satu kesempatan, Rakib tak sengaja menabrakkan mobil ke pagar masjid. Awalnya warga mengamuk, tapi begitu Purnawinata muncul, mereka langsung meminta maaf. Ada jurang kekuatan yang begitu lebar antara sipil dan militer. 

Seiring waktu ketakutan Rakib pada Purnawinata berkembang jadi rasa kagum. Bahkan mungkin sayang. Purnawinata bak sosok ayah yang tak pernah Rakib miliki. Ayahnya, Amir (Rukman Rosadi), selaku pelayan Purnawinata sebelumnya, tengah mendekam di penjara. Sang Jenderal mengajari Rakib menembakkan senjata, bermain catur, bahkan memberi sebuah seragam militer. 

Balutan seragam tersebut membuat Rakib yang tadinya pendiam menjadi penuh percaya diri. Seketika Rakib dihormati, pula dipanggil "Sersan". Dicicipinya setetes rasa manis kekuasaan hanya dengan bermodal atribut ala kadarnya. Tidak heran banyak penipuan berkedok "tentara palsu". Bukannya bodoh atau naif, tapi inilah cerminan ketakutan kolektif warga negara Indonesia. 

Kita takut pada barisan berseragam yang semestinya melindungi. Dari situlah Autobiography menampakkan sebuah kemerdekaan palsu. Serupa Rakib, masyarakat sekilas hidup bebas. Tiada penjajah asing. Tapi saat rakyat jelata dibiarkan makan nasi kotak di aula sedangkan para pemilik kuasa bersantai di ruangan eksklusif menyantap hidangan prasmanan, di situlah kemerdekaan palsu terjadi. Begitu pun sewaktu seorang tokoh sipil ditanya oleh anggota militer, "Kamu orang baik bukan?". Karena "baik" di sini bisa diartikan sebagai "penurut". 

Ketakutan tersebut memantapkan kepulangan Purnawinata. Dia bukan sekadar rindu rumah, tapi hendak mencalonkan diri sebagai bupati. Tentu tujuan utamanya adalah materi. Padahal ia jarang menetap di daerah itu. Jangankan memedulikan kesejahteraan masyarakat, jalan sekitar pun ia sempat lupa. 

Arswendy Bening Swara melahirkan salah satu villain paling mengerikan di sinema Indonesia tahun ini. Penampilannya intimidatif dengan cara yang amat efektif, memaksimalkan tiap gerak maupun tutur kata sekecil apa pun. Sedangkan Kevin Ardilova membawa transformasi psikis natural seorang pemuda, yang terombang-ambing kala dihadapkan pada kuasa, yang rupanya membebani bagi mereka yang masih punya nurani. 

Di ranah penyutradaraan, Autobiography memperlihatkan kematangan seorang debutan. Pengarahan Makbul, baik soal pilihan shot maupun pacing, senantiasa penuh kalkukasi. Walau durasi yang mendekati dua jam mungkin belum sepenuhnya dapat dijustifikasi, Autobiography tak sampai menggelembung terlampau besar hingga melemahkan kekuatan narasi. Film ini memang cerminan kelam sebuah bangsa, namun Makbul enggan menampilkan kepasrahan. Autobiography semacam wujud pembalasan yang sulit (kalau tak mau disebut "mustahil") dilakukan rakyat jelata di dunia nyata. 

(JAFF 2022)

10 komentar :

Comment Page:
Reza mengatakan...

info tayang regulernya kapan bang ini?

Rasyidharry mengatakan...

Januari 2023. Tanggalnya belum dikasih tahu

Irfan mengatakan...

Mana lebih oke bang akting arswendy disini atau slamet raharjo?

barjokondo mengatakan...

Ga kebagian tiket :( , padahal cuma berselang 2 atau 3 hari dari penjualan tiket

Anonim mengatakan...

Sebelumnya ada Witra Asliga, sekarang ada Makbul Mubarak, kapan nih mas Rasyid ngikutin jejak para reviewer itu jadi sutradara film?

Anonim mengatakan...

bagus ini film, sayang nggak di ikut kan ke piala oscar

Anonim mengatakan...

Harusnya Pak Arswemdy yg menang Citra

Anonim mengatakan...

ini baru namanya film horror thriller banget berasa seram secara dampak ke efek psikologi kita

Febi mengatakan...

Beneran #seramtanpasetan
Tegang dan was2 gatau what will happen next. Kaget plus takut juga wkt pak Jendral ngebentak.
Gw anak tentara & memang pernah menyaksikan & mengalami gmna bokap punya privilege sebagai seorang "anggota". Truly it's an Indonesia autobiography.

jefry punya cerita mengatakan...

Coba ini yg dibawa ke oscar