REVIEW - OPERATION FORTUNE: RUSE DE GUERRE

4 komentar

Wrath of Man (2021) menandai kembalinya kolaborasi Guy Ritchie dengan Jason Statham. Kita pun diingatkan bahwa Statham berbeda dibanding jajaran jagoan aksi berkepala plontos lain. Sebagaimana kemunculannya dalam karya-karya awal karir Ritchie seperti Lock, Stock and Two Smoking Barrels (1998) dan Snatch (2000), Statham tampil lebih berkarakter. 

Tiga judul di atas memperlihatkan apa jadinya saat Statham mengikuti gaya Ritchie. Operation Fortune: Ruse de Guerre tidak demikian. Menulis naskah bersama duo kolaboratornya sejak The Gentlemen (2018), Ivan Atkinson dan Marn Davies, kali ini seolah giliran Ritchie yang mengikuti Statham, walau hanya "setengah-setengah". Operation Fortune: Ruse de Guerre berdiri di antara suguhan nyeleneh khas sang sutradara dan action flick generik ala sang aktor. 

Statham memerankan Orson Fortune, seorang prajurit bayaran yang kerap disewa jasanya oleh pemerintah Inggris. Hasil kerjanya memuaskan walau sosoknya merepotkan akibat punya banyak fobia. Klaustrofobia membuat Fortune hanya mau menaiki jet pribadi. Itu pun masih harus ditambah alkohol mahal untuk mengobati aerofobia miliknya. Apakah fobia tersebut punya dampak signifikan terhadap penokohan? Tidak. Apakah membantu efektivitas komedi? Juga tidak. 

Misi terbaru Orson adalah mengusut pencurian benda misterius senilai miliaran dollar oleh mafia Ukraina. Benda yang tak diketahui wujudnya itu disebut "The Handle". Selain Fortune, tim turut diisi oleh Sarah Fidel (Aubrey Plaza) si peretas handal, serta J.J. Davies (Bugzy Malone) yang tak pernah jelas spesifikasi kemampuannya. Dia paham teknologi seperti Fidel, pula jago berkelahi layaknya Orson. Daripada "all rounder", ia malah terasa tanpa kekhasan. 

Mengetahui barang curian itu bakal segera dijual melalui Greg Simmonds (Hugh Grant) si miliarder selaku perantara, Orson dan tim pun melakukan penyamaran. Danny Francesco (Josh Hartnett), seorang bintang film yang jadi idola Simmonds pun direkrut guna memuluskan aksi. 

Seiring durasi, termasuk saat kita tahu wujud "The Handle" ternyata hanya satu lagi MacGuffin standar film spionase, alurnya tampil semakin klise. Tapi karya Ritchie memang tak pernah mengunggulkan perihal cerita. Bagaimana keklisean tampil menyenangkan berkat aksi stylish dan humor segar merupakan kunci. Operation Fortune kehilangan keduanya. 

Cara Ritchie mengatur pacing tak se-engerik biasanya (aksi menyusup ke pesta Simmonds begitu membosankan), pun meski Statham tetap memamerkan ketangguhan, gelaran aksinya miskin imajinasi. Generik, tak ubahnya judul-judul medioker kepunyaan Statham. Kekurangan yang makin kentara kala memasuki klimaks, di mana Ritchie seolah ingin cepat-cepat menyelesaikan filmnya. Satu-satunya penyelamat di babak itu adalah penampilan karismatik Hugh Grant 

Humornya tidak jauh beda. Cuma satu komedi gelap yang menggelitik, yakni saat melibatkan kematian salah seorang karakter pendukung. Sisanya hambar. Aubrey Plaza berusaha keras mengangkat filmnya, tapi naskahnya sendiri tak tahu cara membuat karakter yang memaksimalkan potensi sang aktris. Operation Fortune: Ruse de Guerre tetap memuaskan para penyuka "film aksi Jason Statham", namun penyuka gaya unik Guy Ritchie bakal pulang dengan tangan hampa. 

4 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Hanya ada SATU KATA kerja bareng Guy Ritchie dengan Jason Statham dalam film : KEREN‼‼‼

Syaeful Basri mengatakan...

Saking kurang memorablenya ampe hampir lupa sama film Wrath Of Man, baru inget lagi pas bang rasyid mention di awal review ini 😁

Erlanggahari88@gmail.com mengatakan...

Guy Ritchi dan MacGuffin-nya, cuman sayang kok makin kesini makin gak memorable

Anonim mengatakan...

film sampah