REVIEW - PANDUAN MEMPERSIAPKAN PERPISAHAN

8 komentar

Panduan Mempersiapkan Perpisahan adalah perkara gimmick marketing yang meleset. Dijualnya ia sebagai romantisasi terhadap romantisme Jogja yang penuh cinta sekaligus patah hati. Tapi bagaimana filmnya dipresentasikan sama sekali tak menampakkan itu. Jogja di sini bak Jogja yang dilihat sambil lalu oleh pelancong ibukota yang singgah sejenak, terkagum-kagum oleh wajah berbudaya miliknya, lalu tak lama kemudian ia kembali pulang menuju kemegahan metropolitan. 

Keliru? Tentu saja tidak. Siapa pun boleh mengutarakan ikatan rasanya dengan Jogja sesingkat apa pun ia singgah. Pendekatan hiperbolis dalam menjual film pun sah-sah saja. Tapi kalau bukan soal romantisasi Jogja, adakah hal lain yang hendak dibicarakan oleh adaptasi buku Eminus Dolore ini? 

Protagonisnya bernama Bara (Daffa Wardhana), seorang penulis yang menuangkan patah hatinya lewat buku. Selama 69 menit kita melihat hubungan tanpa status antara Bara yang menetap di Jogja, dengan Demi (Lutesha) si gadis Jakarta, yang terus datang dan pergi sesuka hati, meninggalkan Bara dalam ketidakpastian serta harapan. 

Kalian takkan menemukan "panduan" secara literal dalam alurnya. Saya sendiri melihat judulnya sebagai upaya mengutarakan sarkasme, yang kalau diterjemahkan menjadi, "Kalau bersikap seperti Bara, hubungan percintaan kalian akan hancur, jadi bersiaplah mengalami perpisahan". 

Bagaimana tidak? Kepribadian dua karakternya berlawanan. Demi serba impulsif, sedangkan Bara mengharapkan kepastian, termasuk dalam hal percintaan. Tapi alih-alih berusaha mengubah harapan jadi kepastian, Bara langsung menagihnya. Bara terjangkit tendensi para lelaki yang berambisi memiliki dan menguasai, tanpa mau bersabar sembari coba memahami. 

Sayangnya naskah yang ditulis oleh sang sutradara, Adriyanto Dewo, bersama Nara Nugroho, gagal menghadirkan eksplorasi mendalam atas persoalan di atas. Sebelumnya saya melempar pertanyaan soal adakah yang film ini hendak bicarakan selain romantisasi Jogja? Jawabannya "ada". Tapi pembicaraannya berhenti di tataran permukaan. Ibarat suatu gagasan yang cuma dilempar tanpa ditindaklanjuti. 

Alhasil, selain hambar, kisahnya pun memunculkan kesan berlawanan dengan poin yang ingin disampaikan. Terutama di konklusi, di mana isu gender miliknya justru terasa rancu, saat tetap menyoroti kegamangan Demi. Apakah penonton mesti mengamini kesalahan Bara, atau malah berpihak pada patah hatinya?  

Adriyanto Dewo bukannya tidak berusaha membuat filmnya punya dampak emosi. Berbagai daya upaya telah dikerahkan. Mempercantik visual misalnya. Beberapa shot hasil tangkapan kamera Tri Adi Prasetyo nampak cantik, tapi penggunaan dua gaya visual (warna dan hitam putih) sebatas gimmick tanpa rasa. 

Bait-bait puisi pun ditampilkan. Baik tertulis di layar, maupun dibacakan oleh voice over Bara. Kesan yang muncul masih sama. Gimmick belaka. Apalagi bentuk voice over-nya campur aduk. Ada puisi, ada deskripsi atas peristiwa serta isi hati (yang sebenarnya sudah tersampaikan oleh visualnya), seolah tanpa substansi.

Secara tidak mengejutkan, hal terkuat di Panduan Mempersiapkan Perpisahan adalah penampilan Lutesha. Sang aktris jago melakukan dua hal: memberi bobot di tiap kata yang terucap, lalu menambahkan warna berbeda bagi tiap kata tersebut. Sebaliknya, Daffa Wardhana jadi salah satu poin terlemah. Di debut akting filmnya ini, Daffa gagal memilah mana "gloomy", mana "puasa tujuh hari tujuh malam tanpa sahur dan berbuka". Sewaktu dituntut menangani emosi besar, kekakuannya bertutur, berekspresi, dan bergestur nampak begitu jelas. Aktingnya dingin, hampa, tak mampu membuat penonton terikat secara emosional. Kurang lebih sama seperti keseluruhan filmnya sendiri. 

(Bioskop Online)

8 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

film bagus wajib di tonton, kemesraan yang total absurd, keren ini film

Anonim mengatakan...

sutradara adriyanto dewo dulu yg tabula rasa bkn sih mas ?? kok makin ke sini jd makin aneh karya”nya, malah bikin film “straight-to-dvd” yg kualitasnya jelek drpd bikin film bioskop… munkin bayaran dr bioskop online besar kali ya…

Kol Medan mengatakan...

Daffa gagal memilah mana "gloomy", mana "puasa tujuh hari tujuh malam tanpa sahur dan berbuka". Udah cukup mewakili haha

Kol Medan mengatakan...

Review film baru Mia Goth dong bg, Infinity Pool

Anonim mengatakan...

cinta itu pilihan, film ini pun pilihan yang bagus untuk di tonton

nadiasetiyabudi.blogspot.com mengatakan...

daffa kayak ngga mangap :(

Anonim mengatakan...

Pingin nonton film romantis tentang cinta beda agama tapi gak lebay

Anonim mengatakan...

good movie, skor : 8/10