REVIEW - SHAYDA

21 komentar

Setelah bertutur kurang lebih selama 110 menit, Shayda yang jadi wakil Australia di Academy Awards 2024 mengakhiri penceritaannya. Sebelum kredit bergulir, rekaman home video milik sang sutradara, Noora Niasari, muncul dan memperlihatkan interaksi ibu-anak yang mirip dengan dinamika dua karakter utama filmnya. Seketika saya sadar, Niasari melahirkan film ini berdasarkan kehidupan masa kecilnya.

Di situ filmnya berevolusi menjadi surat cinta yang lebih personal. Apa yang penonton saksikan bukan sekadar buah imajinasi sang sineas, melainkan curahan perasaan, baik luka maupun kekaguman, yang telah lama menunggu waktu untuk dituangkan. 

Mona (Selina Zahednia) adalah perwakilan Niasari di film ini. Seorang bocah yang terjebak di tengah prahara rumah tangga orang tuanya. Ibu Mona, Shayda (Zar Amir Ebrahimi), berharap bisa segera bercerai akibat kekerasan yang dilakukan sang suami, Hossein (Osamah Sami). Keduanya tinggal di rumah milik Joyce (Leah Purcell), yang memang dikhususkan bagi para perempuan pencari suaka. 

Shayda menampilkan perjuangan seorang ibu melindungi puterinya, seorang perempuan mengejar kemerdekaan dari kekangan sistem patriarki serta prasangka masyarakat, dan tidak kalah penting, sakit hati warga negara yang dibuang oleh tanah airnya. 

Shayda adalah imigran asal Iran yang tinggal di Australia untuk berkuliah. Kabar mengenai tuntutan cerainya telah tersebar luas, tidak hanya di kalangan imigran, tapi juga di Iran. Banyak orang mencela keputusan Shayda. Ibunya pun meminta Shayda bertahan dengan alasan, "Minimal Hossein adalah ayah yang baik". Jika gagal bercerai, Shayda mesti ikut kembali ke Iran bersama Hossein, di mana hukuman telah menantinya. 

Ketika negara gagal memberi tempat bernaung, siapa yang dapat melindungi para perempuan? Sesama perempuan tentu saja. Shayda beruntung mengenal Joyce beserta penghuni rumah penampungan, juga sahabat bernama Elly (Rina Mousavi) yang berdiri di sampingnya. Shayda bukan cuma surat cinta Niasari kepada ibunya, juga untuk seluruh perempuan. 

Terlihat betul filmnya dibuat dengan penuh sensitivitas. Tatkala alurnya tak menawarkan hal baru terkait isu empowerment, cara sang sutradara membungkus kisah formulaik itulah yang terasa spesial. Dibantahnya anggapan bahwa supaya penonton terikat secara emosional, kekerasan dan pemerkosaan terhadap perempuan perlu digambarkan secara gamblang. Niasari menggunakan narasi verbal yang diucapkan oleh protagonisnya, dan mendapatkan hasil maksimal berkat kepekaan pengadeganan serta kekuatan akting. 

Zar Amir Ebrahimi, yang sebagaimana Shayda juga terasing dari tanah air akibat penghakiman moral, begitu lihai mengolah perasaan. Walau begitu, pelakon paling mencuri perhatian di sini adalah si aktris cilik, Selina Zahednia, yang sama sekali tidak kagok mengutarakan luka di hati karakternya. 

Akting keduanya termaksimalkan oleh pemakaian rasio 1.33:1 yang turut berfungsi menyimbolkan sesaknya hidup Shayda. Saya termasuk penyuka film-film dengan "rasio kotak" tersebut. Dimensi yang sempit mengurangi potensi adanya ruang yang terbuang sia-sia di layar. Alhasil framing-nya memiliki fokus yang lebih jelas. 

Nantinya Shayda bakal memperlihatkan bagaimana jajaran karakter perempuannya berusaha menikmati hidup. Mereka datang ke klub malam, pula menghadiri pesta dan perayaan adat. Shayda dan kawan-kawan sadar bahwa pergi ke luar berpotensi mendatangkan risiko (letak rumah penampungan dirahasiakan rapat-rapat). 

Apakah itu berarti para perempuan ini gagal mengontrol dorongan bersenang-senang? Apakah mereka lalai? Jika pemikiran-pemikiran itu sempat terlintas di benak kalian, jangan lupa bahwa idealnya, para perempuan ini tidak perlu was-was menikmati hidup. Jangan lupa bahwa semua berawal dari penderitaan yang disebabkan oleh laki-laki dalam hidup mereka. Orang-orang itulah yang seharusnya disalahkan. 

21 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

gender alahhhhh

Anonim mengatakan...

mana yang buruk, lihat dulu kasusnya

Anonim mengatakan...

surga jika bisa bertahan

Anonim mengatakan...

ketika cowok lebih benar

Anonim mengatakan...

istri itu ikut suami

Anonim mengatakan...

nggak usah nikah jika bisa mampu bisa berdiri sendiri

Anonim mengatakan...

sebaiknya perempuan mandiri aja, nggak usah ribet too much drama

Anonim mengatakan...

kelakuan mirip artis ono tea

Anonim mengatakan...

selingkuh tetap terbaik

Anonim mengatakan...

skor film ini terbaik, 6/10

Anonim mengatakan...

nggak menarik

Anonim mengatakan...

biasa aja

Anonim mengatakan...

serem banget ini film

Anonim mengatakan...

hanya untuk komunitas film aja

Anonim mengatakan...

rugi banget film di tonton, washing time

Anonim mengatakan...

cape nonton nya

Anonim mengatakan...

drama metalurgi

Anonim mengatakan...

ketika burger di campur siomay

Anonim mengatakan...

film drama terbaik 2024

Anonim mengatakan...

kisah mengharubirukan

Anonim mengatakan...

ketika harus memilih