REVIEW - MISSION: IMPOSSIBLE - THE FINAL RECKONING

3 komentar

Entah berapa orang bisa secara menyeluruh memahami konflik milik Mission: Impossible - The Final Reckoning, yang notabene kelanjutan langsung dari Dead Reckoning (2023). Para pembuatnya sendiri menyadari keruwetan yang mereka ciptakan, sehingga menyelipkan rekap sebanyak mungkin di paruh awal. Tapi saya pikir tidak banyak penonton akan ambil pusing, karena filmnya mampu membangun kecemasan berbasis rasa percaya, bahwa jika sang protagonis gagal mengatasi kemustahilan dalam misinya, umat manusia bakal punah.

Ethan Hunt (Tom Cruise) bersama krunya yang kini diisi oleh Grace (Hayley Atwell), Benji (Simon Pegg), Luther (Ving Rhames), Paris (Pom Klementieff), dan Theo (Greg Tarzan Davis), masih berjuang memburu Gabriel (Esai Morales), dengan tujuan final menghentikan upaya kecerdasan buatan bernama Entity untuk menciptakan kiamat nuklir guna melenyapkan umat manusia. Masa depan coba diselamatkan, sambil sesekali mengunjungi masa lalu (baca: melempar rujukan terkait film-film sebelumnya) selaku cara memberi penghormatan bagi perjalanan panjang serinya. 

Terdengar sederhana, namun praktiknya tentu sama sekali tidak. Tahap demi tahap berliku mesti dilalui Ethan dan tim, di mana dalam tiap titik, naskah hasil tulisan sang sutradara, Christopher McQuarrie, bersama Erik Jendresen, selalu menyediakan rintangan. Ethan tak dibiarkan bergerak barang sedikit saja tanpa ada usaha semesta untuk menghalanginya. 

Maut setia mengintai, baik di darat, dasar samudera, hingga udara, tapi nyawa Ethan selalu selamat. Untunglah, sebab tiada yang dapat menyelamatkan dunia selain dia, setidaknya menurut para karakter film ini yang memposisikan Ethan bak mesiah. Berkali-kali pula mereka mengingatkan penonton betapa terancamnya dunia, saat satu demi satu hulu ledak nuklir jatuh ke tangan Entity. 

Film ini tampil serius. The Final Reckoning bukanlah Ghost Protocol atau Rogue Nation yang masih punya banyak celah untuk penyegaran suasana. Di satu sisi, keseriusan tersebut mampu menyulut "sense of impending doom" yang membuat penonton harap-harap cemas menyaksikan aksi Ethan menghalangi kiamat. Tapi ada kalanya ia terlampau serius, bahkan di momen yang sejatinya konyol. 

Salah satu yang paling sering terjadi adalah saat karakternya dibuat meneruskan kalimat eksposisi satu sama lain, yang menunjukkan ambisi McQuarrie membuat filmnya selalu terasa dramatis, termasuk dalam obrolan sederhana. Penanganan Fraser Taggart terhadap sinematografinya yang enggan membiarkan satu pun shot nampak generik turut mendukung ambisi sang sutradara. 

Apakah dramatisasi hingga ke detail terkecil memang diperlukan? The Final Reckoning membuat protagonisnya terkurung di dalam kapal selam yang karam di dasar laut, pula bergelantungan di atas pesawat. Rasanya semua aksi menantang maut itu sudah cukup dramatis. 

Membicarakan adegan aksi, di luar dugaan The Final Reckoning benar-benar menekan kuantitas untuk sepenuhnya fokus pada kualitas. Set piece besarnya cenderung minim, dan sebagai gantinya, McQuarrie memberi ruang bagi momen intens berskala kecil yang lebih kreatif, termasuk caranya mengakhiri ancaman Entity, yang meskipun jauh dari kesan masif, tetap mampu memaksa penonton menahan napas. 

Sekalinya set piece besar itu datang, dia bukan hanya eksis untuk memenuhi durasi, tapi melahirkan pemandangan memukau yang akan terus diingat hingga bertahun-tahun lamanya. Ada kalanya rangkaian aksi tersebut berlangsung terlalu lama, namun menyaksikan usaha yang dicurahkan, keengganan McQuarrie untuk memangkas durasi sejatinya bisa dipahami.

Tengok saja saat Ethan memasuki kapal selam Sevastopol yang bersemayam di dasar samudera. Set piece itu seolah menolak untuk berakhir, sembari terus melemparkan batu sandungan bagi si jagoan. Apakah membosankan? Jelas tidak. Atmosfer mencekam yang dibangun, pencapaian teknis dalam detik demi detiknya, pula keputusan untuk (hampir) meniadakan tuturan verbal agar menguatkan nuansa imersif, semuanya mengagumkan. 

Menyaksikan Tom Cruise bergelantungan di atas pesawat dwisayap yang melayang tinggi, kekaguman terhadap filmnya sekaligus sang aktor pun mencapai titik tertinggi. Apakah The Final Reckoning merupakan salam perpisahan? Entahlah. Filmnya nampak ragu-ragu menegaskan status tersebut. Tapi pada era di mana kepalsuan digital dalam bentuk AI semakin meresahkan, Tom Cruise lewat aksi gilanya yang "serba nyata" merupakan wujud perlawanan yang kehadirannya bakal selalu diterima.

3 komentar :

Comment Page:
Omsanto mengatakan...

Turunkan ekspektasi cerita yang lebih seru dibanding seri pertama, biar bisa menikmati filmnya.

Selama 2 jam 49 menit telinga disuguhi skoring rauwisuwis. Kalau kebelet pipis, gak usah ditahan, keluar aja ke toilet. Ditinggal 30 menit tetep akan tetap paham alur ceritanya.

6/10

Dianza Channel mengatakan...

filmnya ringan dan lumayan seru,.. cm epic battle dengan entitasny ga ada..

Nugroho Suhartanto mengatakan...

Seru banget film ini. Berkali-kali membuat saya menahan nafas. Yang pasti bakal rewatch kalau sudah turun ke layanan streaming. Two thumbs up!!