JACK THE GIANT SLAYER (2013)
Sebelum kembali menahkodai franchise X-men dalam X-Men: Days of Future Past yang akan dirilis pada tahun 2014, Bryan Singer terlebih dahulu membuat sebuah adaptasi live action dari dongeng klasik Jack and the Beanstalk dan Jack the Giant Killer. Dengan bujet raksasa yang mencapai $200 juta, jelas proyek ini menjadi sebuah proyek yang menjanjikan, apalagi ditangani oleh sutradara sekelas Bryan Singer yang sudah membuktikan bahwa ia mampu menangani berbagai macam jenis film mulai dari superhero (X-Men & Superman) thriller kriminal (The Usual Suspects) hingga film bertemakan Nazi (Valkyrie). Kisahnya sendiri bercerita mengenai Jack (Nicholas Hoult), seorang anak petani yang sedari kecil terobsesi dengan dongeng mengenai pohon kacang raksasa yang akan menyambungkan dunia manusia dengan dunia para raksasa yang terletak jauh diatas langit. Pertemuannya secara tidak sengaja dengan seorang biarawan tanpa ia sadari akan membawanya pada petualangan seperti dongeng masa kecilnya tersebut. Sang biarawan ternyata baru saja mencuri biji kacang yang disimpan oleh Lord Roderick (Stanley Tucci) di dalam istana. Sebelum tertangkap, biarawan tersebut menitipkan kacang itu pada Jack untuk dikirimkan pada biarawan lainnya dengan syarat jangan sampai biji tersebut basah.
Bukannya langsung mengirimkan biji tersebut, Jack malah menyimpannya terlebih dahulu tanpa sadar bahwa salah satu biji terjatuh di bawah lantai kayu rumahnya. Lalu di sebuah malam saat hujan deras, Jack dikejutkan oleh kemunculan seorang wanita di depan pintu rumahnya. Wanita itu tidak lain adalah Puteri Isabelle (Eleanor Tomlinson) yang selalu keluar dari istana untuk mencari petualangan. Sama dengan Jack, Isabelle di masa kecilnya juga begitu menyukai dongeng mengenai kacang ajaib dan raksasa tersebut. Yang tidak mereka ketahui adalah petualangan tersebut akan segera mereka alami setelah kacang yang jatuh tersebut terkena air hujan dan mulai tumbuh ke angkasa membawa rumah Jack beserta Isabelle di dalamnya. Jack yang terjatuh dari rumah bersama para pengawal kerajaan termasuk Lord Roderick memanjat pohon kacang raksasa tersebut untuk menyelamatkan Isabelle. Tentu saja sepasukan raksasa ganas pemakan manusia sudah menyambut mereka diatas sana. Saya sebenarnya sedikit berharap Singer akan melakukan lebih banyak twist entah itu pada alur cerita ataupun pada tone kisahnya, namun ternyata Singer membuat Jack The Giant Slayer hanya sebagai film hiburan keluarga yang punya alur sangat sederhana, karakterisasi biasa serta tone yang cerah.
Jangan salah, meskipun ada banyak raksasa jahat pemakan manusia lengkap dengan ciri fisik yang menyeramkan (baca: buruk rupa) film ini tetap tampil ringan. Jangan salah, saya tetap menyukai film-film ringan seperti ini asalkan mampu dieksekusi dengan baik sehingga menampilkan sajian hiburan yang menyenangkan. Namun tetap saja saya masih menyayangkan fakta bahwa sosok para raksasa yang bisa digunakan sebagai sosok kejam nan menyeramkan yang intimidatif. Bahkan momen-momen dimana para raksasa memakan beberapa karakter tidak ditunjukkan untuk menjaga supaya film ini tetap ringan dan bisa dinikmati oleh anak-anak. Padahal jika momen tersebut ditampilkan secara lebih terang-terangan lagi, hal itu bisa berpengaruh pada kedalaman ceritanya. Melihat salah satu karakter yang dibunuh secara brutaloleh raksasa tentunya akan membuat kita semakin berharap karakter utamanya segera bisa mengalahkan para raksasa tersebut. Tapi itu juga dengan catatan bahwa karakter yang dimatikan adalah karakter yang likeable. Tapi toh hal tersebut juga tidak kita jumpai pada film ini. Semua karakter protagonist-nya tidak ada yang sanggup mengambil simpati saya. Jadi disaat ada salah satu tokoh yang tewas oleh raksasa saya pun tidak merasakan apapun.
Bicara soal efek CGI yang ditampilkan sebenarny sudah cukup baik, tapi saya mengharapkan yang lebih spektakuler dari ini jika melihat bujetnya yang mencapai $195 juta. Mulai dari bagaimana pohon kacang raksasa muncul sampai sosok raksasanya saya rasa bukanlah sebuah tampilan dari film yang punya dana produksi sebesar itu. Tapi toh pada akhirnya Singer mampu memberikan momen yang cukup seru pada adegan klimaks yang menampilkan pertarungan antara manusia melawan raksasa. Bukan sebuah epic war seperti Lord of the Rings tentunya tapi masihlah merupakan momen yang menghibur khususnya jika melihat momen-momen membosankan yang sebelumnya rutin ditampilkan oleh film ini. Ya, sebelum momen klimaks, Jack the Giant Slayer adalah tontonan yang cukup membosankan. Fakta juga menunjukkan bahwa film ini flop di pasaran dengan hanya berhasil meraup total pendapatan $197 juta di seluruh dunia? Kenapa hal itu bisa terjadi? Padahal sudah ada nama besar Singer, bujet raksasa, basis cerita dongeng klasik serta diisi oleh nama-nama yang lumayan tenar? Bagi saya ini disebabkan oleh tanggungnya eksekusi film ini. Tanggung disini dalam artian film ini terlalu menakutkan bagi anak-anak tapi terlalu kekanakan bagi remaja dan orang dewasa.
Dari materi promosi dan trailer-nya, sosok raksasa yang ada jelas terlihat menakutkan bagi anak-anak dengan muka jelek dan seram serta hobi mereka memakan manusia. Tentu saja para orang tua akan sedikit berhati-hati membawa anak mereka menonton film ini di bioskop. Sedangkan bagi yang seumuran saya, penceritaan film ini jelas terlalu kekanakan dan membosankan. Pada akhirnya jadilah Jack the Giant Slayer menjadi sebuah kekecewaan, khususnya melihat fakta dari besarnya bujet dan keterlibatan Bryan Singer sebagai sutradara. Film terburuk Bryan Singer? Sejauh ini saya bilang ya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
2 komentar :
Comment Page:Salah satu film 2013 yang nampaknya akan jatuh ke 10 film terburuk tahun 2013. Sepertinya...Kalo ga ada film-film lain.
Ga spesial. Dan seharusnya adegan menegangkan2 seperti kejar-kejaran raksasa lebih menegangkan lagi. It feels bland. Idk if it's just me or not, The movie have no feeling
Buat ukuran filmnya Bryan Singer eman mengecewaka banget
Posting Komentar