JOGJA ASIAN FILM FESTIVAL - SELAMAT PAGI, MALAM (2014)

Tidak ada komentar
Kepalsuan sudah mendarah daging di masyarakat kita saat ini. Sebuah kepalsuan yang membuat banyak orang menjalani hidup dengan topeng melekat di wajah mereka. Kepalsuan yang mengaburkan makna dari kata-kata seperti "teman" dan "komunikasi". Kepalsuan demi kepalsuan itu juga yang pada akhirnya menggiring kita semua pada krisis identitas, menggiring negeri penuh jutaan kebudayaan ini menjadi latah akan tren, atau dalam konteks Selamat Pagi, Malam Jakarta dan segala isinya yang menjadi korban dari semua itu. Kenapa film yang disutradarai sekaligus ditulis naskahnya oleh Lucky Kuswandi ini memiliki judul yang unik dan mengandung kontadiksi di dalamnya? (Pagi & Malam) Karena memang hampir semua aspek dalam film ini mengandung kontradiksi, ambil contoh wajah kota Jakarta di pagi/siang dan malam hari, si kaya dan si miskin, dunia maya dan dunia nyata, serta masih banyak lagi. Lokasi ceritanya mayoritas ada di Jakarta malam hari, dan penggerak ceritanya adalah empat orang karakter wanita yang memiliki krisis masing-masing dan berusaha menemukan "obat" dari masalah mereka di Jakarta kala malam.

Gia (Adinia Wirasti) adalah wanita berumur 32 tahun yang sudah semenjak berkuliah tinggal di New York. Tapi pada saat akhirnya ia kembali pulang ke Jakarta, Gia justru menemukan tempat yang ia anggap rumah itu semakin terasa asing. Menurutnya Jakarta telah kehilangan jati diri dan orang-orangnya tenggelam dalam kepalsuan akibat kemajuan zaman yang membuat mereka sibuk dengan smartphone masing-masing bahkan saat sedang bersama-sama. Gia pun berpendapat bahwa amat aneh disaat Jakarta lebih New York daripada New York, lebih Tokyo daripada Tokyo, dan lebih Seoul daripada Seoul disaat segala hal berbau luar negeri begitu dipuja. Dia semakin terganggu saat Naomi (Marissa Anita) yang tidak lain merupakan sahabat lamanya saat di New York dulu mulai menjadi salah satu dari "pemakai topeng" disana. Sosok berikutnya adalah Indri (Ina Panggabean) yang punya mimpi mendapatkan laki-laki kaya yang bisa membawanya pergi dari status sebagai penjaga handuk di sebuah gym. Harapannya muncul saat seorang pria mulai menghubunginya. Terakhir ada Ci Surya (Dayu Wijanto), wanita 48 tahun yang baru saja ditinggal mati sang suami dan kehilangan gairah hidup. Saat itulah ia tahu bahwa sang suami sempat berselingkuh dengan seorang penyanyi bar bernama Sofia (Dira Sugandi).
Apa yang lebih menyenangkan dari menonton film bagus? Jawabannya adalah menonton film bagus yang berhasil mewakili isi pikiran dan menyuarakan sesuatu sama seperti yang ada dalam hati kita. Begitulah pengalaman saya menonton film ini. Apa-apa saja yang disuarakan oleh film ini tentang isu sosial-masyarakat juga merupakan hal-hal yang telah membuat saya gerah. Jadi walau ber-setting di Jakarta, Selamat Pagi, Malam sesungguhnya juga amat sesuai dengan tempat lain khususnya kota-kota besar di Indonesia. Saya kesal saat sedang nongkrong tapi orang-orang justru sibuk dengan smartphone mereka. Saya kesal saat makanan import lebih dipuja, dan harga makanan di restoran jadi lebih mahal hanya karena menu yang menggunakan bahasa Inggris. Saya kesal saat status sosial ditentukan oleh daya beli, tampak luar dan sejauh mana seseorang mengikuti tren. Sepertinya hampir tidak ada isu sosial yang terlewat disentil oleh film ini, setidaknya lewat satu-dua baris kalimat. Hampir setiap momen dimaksimalkan oleh Lucky Kuswandi untuk mengkritik sesuatu tanpa harus terasa dipaksakan, sok pintar, apalagi menggurui.
Film ini dibagi kedalam tiga kisah yang saling beriringan, yaitu Gia-Naomi, Indri dan Ci Surya. Ketiga kisah itu sama-sama menghadirkan kegetiran masing-masing perempuan, bagaimana mereka merasa sendiri, sepi dan loveless di tengah suasana hiruk pikuk ibukota. Kisah Gia dan Naomi paling banyak dimanfaatkan untuk memberikan kritik lewat pertukaran dialog mereka berdua. Tentu saja didukung akting bagus dan chemistry kuat Adinia Wirasti-Marissa Anita, kisah keduanya berhasil menjadi yang paling cerdas dan lengkap. Sedangkan kisah Indri adalah yang paling menghibur dan memancing tawa. Indri adalah wanita polos yang mencoba, dan ingin merasakan menjadi kaya tanpa tahu apapun tentang hal itu. Sosoknya lucu tapi tidak komikal secara berlebihan. Tetap ada kedalaman yang tentu saja bersumber dari kegetiran dalam hatinya. Pada akhirnya memang kisah Ci Surya yang paling tidak menarik. Tidak buruk, hanya saja amat jauh dibanding dua cerita lainnya. Seolah kisahnya ada di dunia yang berbeda. Sayang sekali karena cerita Ci Surya berpotensi menghadirkan pembeda lewat konflik yang lebih kompleks, lebih tragis dan lebih dewasa tentunya.

Tapi Selamat Pagi, Malam tidak hanya melulu soal kegelapan dan kesedihan, karena di tengah gelapnya malam itu selalu terselip keindahan yang hadir saat mayoritas sudah terlelap, dan yang masih terbangun mulai melepaskan topeng mereka secara perlahan. Meski pada akhirnya tidak terasa memunculkan kebahagiaan, tetap ada secercah harapan yang terasa pada konklusi, sama seperti matahari yang secara perlahan akan mulai menerangi dunia, menggantikan gelapnya malam. Keindahan itu semakin terasa berkat adegan-adegan yang juga dieksekusi dengan begitu indah. Keindahan tidak hanya berarti gambar-gambar malam dengan lampu-lampu berkilau yang biasanya menjadi tolak ukur keindahan film dengan setting malam hari. Film ini lebih dari itu. Keindahannya tidak hanya tersaji oleh visual saja, tapi lebih dalam lagi hadir karena jalinan rasa yang berhasil tercipta. Sebagai contoh lihat adegan Dira Sugandi menyanyikan "Pergi untuk Kembali" tanpa iringan satupun alat musik. Bicar soal musik, film ini pun seolah menyajikan paket lengkap karena jajaran soundtrack-nya yang memukau seperti "Selamat Pagi, Malam" milik Agustin Oendari atau "To NY" dari Aimee Saras. Menonton Selamat Pagi, Malam terasa seperti duduk bersama teman-teman atau pacar dibawah langit malam, berbicara tentang banyak hal dan melibatkan banyak emosi, tapi pada akhirnya berakhir dengan senyuman, menghisap rokok dan meminum tetes terakhir dari cangkir kopi, lalu memejamkan mata. Sungguh indah.

Tidak ada komentar :

Comment Page: