HONEYMOON (2014)
Tentu
saja dengan judul Honeymoon, film ini
memiliki karakter utama yang tengah berbulan madu. Mereka adalah Paul (Harry
Treadaway) dan Bea (Rose Leslie). Keduanya berbulan madu di sebuah kabin milik
keluarga Bea yang terletak di kawasan resort terpencil (yep, another cabin in the wood scenario). Seperti yang sudah bisa
ditebak, bulan madu yang awalnya penuh romansa dan kebahagiaan ini perlahan
mulai berubah saat pada suatu malam Paul menemukan Bea berdiri di tengah hutan
dalam kondisi telanjang. Bea mengaku saat itu ia mungkin berjalan sambil tidur,
tapi sosok Bea yang tadinya riang sejak saat itu mulai berubah semakin aneh.
“Apa yang terjadi pada Bea?” Seharusnya pertanyaan itu terus berputar di
pikiran saya sepanjang film, tapi nyatanya tidak. Kemunculan sekilas suatu
cahaya terang seperti lampu sorot di tengah malam pada awal film sudah
menjelaskan apa yang akan terjadi.
Sutradara
debutan Leigh Janiak mengemas filmnya ini sebagai slow-burning horror. Temponya lambat. Permainan intensitas tidak
bergantung pada scare jump melainkan
atmosfer yang diperkuat oleh scoring.
Kesan seram dan mengganggu dihadirkan lewat segala ketidak beresan yang terjadi
pada sosok Bea. Akting dan chemistry kedua
pemain utamanya pun kuat. Ditambah dengan penyutradaraan Leigh Janiak yang
solid, seharusnya Honeymoon jadi
sajian horror memikat yang tidak murahan. Seharusnya film ini adalah angin
segar di tengah busuknya sajian horror mainstream
tahun 2014 lalu (I’m talking about
Hollywood). Tapi “hanya” karena beberapa kekurangan saja, semua itu gagal
dan menjadikan film ini sebagai sajian medioker yang membosankan. Kekurangan
pertama ada pada aspek misteri. Potensi misteri disini ada pada pertanyaan
diatas, yaitu “apa yang terjadi pada Bea?”. Atau jika lebih luas lagi dengan
melihat pasagan Will dan Annie, pertanyaannya adalah “hal aneh apa sebenarnya
yang terdapat di tengah hutan?"
Film
ini jelas sama sekali tidak mengakomodir pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk
hadir dalam benak penonton. Saya yakin hamper semua penonton sudah tahu harus
mengasosiasikan “cahaya misterius” dengan apa. Saya sendiri berharap akan ada twist tentang identitas cahaya itu, tapi
tidak terjadi. Dengan jawaban pertanyaan yang sudah diketahui, suatu misteri
pun jadi tidak menarik lagi. Disisi lain jika Leigh Janiak memang sengaja
memberi tahu hal tersebut filmnya tidak pernah dikemas kearah sana. Narasinya
masih berjalan dengan arah menggiring penonton kedalam suatu misteri. Alhasil, Honeymoon terasa sebagai sebuah sajian
misteri yang sama sekali tidak memiliki misteri, alias kosong. Ceritanya
sendiri tidak punya daya jual selain keanehan Bea, dan pertengkarannya dengan
Paul memperdebatkan keanehan itu. Tidak ada hal lain yang ditawarkan, film ini
pun terasa hanya berputar-putar, tanpa pernah beranjak. Istilah slow-burning merujuk pada tontonan yang
bergerak perlahan tapi pasti, dan film ini tidak. Setelah lebih dari 20 menit
awal tanpa terjadi apapun, begitu terjadi sesuatu saya tidak diajak untuk
beranjak. Membosankan.
Daripada
memberikan rasa takut, film ini lebih sering menghadirkan rasa kesal dan geli. SPOILER (jika anda tidak bisa menebak identitas cahaya “misterius”) Tentu
saja kesal, karena disaat saya berharap ditakut-takuti, yang lebih sering hadir
justru sepasang suami istri muda yang saling bertengkar tanpa argument masuk
akal dan pertengkaran itu sama sekali tidak pernah beranjak untuk menghasilkan
sesuatu. Geli, karena lewat film ini saya mendapatkan pengetahuan bahwa
penyebab kebodohan paling berbahaya ternyata bukan tontonan tak bermutu televise
atau institusi pendidikan yang tidak becus tapi alien. Alien bisa membuatmu
lupa cara membuat roti, cara membuat kopi, identitas diri, sampai fakta bahwa
manusia tidak bisa bernafas dalam air pun bisa terlupakan. Kalau dibayangkan,
memang seram jika kelak istri saya tiba-tiba lupa cara memasak atau membuat
kopi.
Honeymoon membuang potensinya menjadi horror
yang cerdas dan punya hati. Bermodalkan sepasang suami istri yang bahagia saat
bulan madu sebelum akhirnya semua romansa itu dihancurkan harusnya film ini
bisa begitu intens, shocking, bahkan
tragis. Pembukanya sudah cukup meyakinkan saat chemistry pemainnya membuat saya bersimpati pada Paul dan Bea, tapi
setelah itu semuanya lenyap. Sempat ada momen yang cukup menyeramkan dan disturbing pada klimaks, tapi lagi-lagi
dihancurkan oleh sebuah ending yang
maunya tragis tapi justru menggelikan. Jujur saja saya benar-benar ingin
menyukai film seperti ini. Sebuah film kecil dari sutradara debutan yang
bersemangat untuk menyajikan karya sederhana tapi cerdas. Di tengah gempuran
horror mainstream yang begitu
membosankan, film macam Honeymoon
sangat ingin saya apresiasi lebih. Tapi saya tidak bisa, karena alih-alih
seram, horror ini justru menggelikan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
8 komentar :
Comment Page:setuju .. aplikasi pembodohan hadir d film ini .
Kirain cuman saya yang cari2 penjelasan tentang film ini, sampe susah tidur semalem gara2 mikirin cairan apa tuh dibaju 'sexy' tidur Bea, siapa sosok hitam yang ada di hutan?. Pokoknya kebingungan deh...
BAD ENDING 😑😥
Film yang anehh, gajeeee bangettt sumpahhh
dan ternyata kita sama bertanya Tanya zzzzzz
Bad ending. I hate it!
Allien
Ada yang bisa jelaskan apa maksud dari ending filmnya? Sampai akhir mantengin filmnya bertanya2 dan tidak nemuin jawaban.
Posting Komentar