PREDESTINATION (2014)

3 komentar
"Inevitable" merupakan kata yang berulang kali muncul dalam adaptasi cerita pendek "---All You Zombies---" karya Robert A. Heinlein ini. Kata itu sekilas merupakan perwakilan dari tema takdir yang diusung oleh film ini. Judul Predestination sendiri punya arti "suatu hal yang telah dituliskan oleh Tuhan" atau dengan kata lain takdir. Tapi dalam suatu kisah sci-fi kompleks apalagi yang berkisah tentang perjalanan waktu, kata tersebut sering digunakan sebagai penggampangan untuk menutupi plot hole. Bagaimana bisa? Karena dengan menyebut inevitable, pertanyaan seperti "bagaimana?" bisa dijawab dengan mudah: karena itu tidak terelakkan. Sama seperti murphy law dalam Interstellar, hanya saja secara penyebutan serta penerapan terasa less scientific. Premis film ini adalah mengenai keberadaan agen yang bertugas untuk menghentikan aksi kejahatan sebelum kejahatan itu terjadi. Tentu saja caranya dengan memakai mesin waktu (dalam film ini berbentuk tas biola).

Langsung dibuka dengan aksi saat seorang agen mengalami luka bakar parah dalam usahanya menghentikan teroris bernama "Fizzle Bomber" menjadikan film Australia ini terasa bakal mengikuti blueprint Hollywood yang penuh aksi dan ledakan. Tapi semua berubah saat fokus film beralih pada pembicaraan antara seorang bartender (Ethan Hawke) dan penulis transgender dengan nama pena "The Unmarried Mother" (Sarah Snook). Sang penulis mengisahkan tentang masa lalunya, mulai dari masa ia ditinggalkan saat masih bayi di sebuah panti asuhan, tumbuh sebagai gadis penyendiri dengan kemampuan fisik dan otak di atas rata-rata, keikutsertaannya dalam seleksi Space Corps, kehamilan dengan pria tak dikenal yang tiba-tiba meninggalkan dia, sampai momen menyedihkan saat bayinya menghilang dari rumah sakit. Menggunakan dialog dan flashback film ini menggali masa lalu sang penulis. 
Predestination menjadikan sentuhan time travel-nya sebagai jalan untuk mengeksekusi drama kehidupan. Diperhatikan lagi, konsep sci-fi disini amat sederhana bahkan predictable. Membawa konsep paradoks dan ouroboros, penonton tidak akan kesulitan menebak twist-nya. Tapi meski familiar dengan konsep predestination paradoks dimana perjalana waktu mengakomodir "A menyebabkan B dan sebaliknya B menyebabkan A" tidak akan mengurangi kesenangan anda menonton film garapan Michael dan Peter Spierig ini. Saat twist semakin dekat kita bisa menebak arahnya, tapi jauh sebelum itu sulit memprediksi ceritanya bergerak kearah twist tersebut. Saya dibuat tidak sempat repot-repot menebak arahnya karena drama yang kuat. Karena secara mengejutkan, dibalik konsep perjalanan waktunya ada drama kelam tentang takdir sampai selipan sex story yang twisted. 

Kejutan muncul bukan sekedar untuk menghias plot, tapi penting pada pembangunan drama karakter. Akhirnya setelah kejutan hadir, efeknya pun sampai pada sisi emosi. Begitu film selesai, saya merasa bahwa segala hal yang terjadi pada karakternya terasa memilukan. Sebuah tragedi menyedihkan yang diciptakan oleh kekejaman bernama takdir. Semakin menyedihkan lagi karena semua itu tidak bisa dirubah (inevitable). Predestination membawa kisah time travel pada suasana kelam bahkan cukup depresif diakhirnya. Di saat banyak sci-fi bertemakan perjalanan waktu mencoba bersikap lebih positif, tidak begitu dengan film ini. Fakta bahwa kita tidak bisa merubah takdir ditekankan sebagai suatu hal yang memilukan. Meski ada harapan, setelah tahu keseluruhan ceritanya saya menyadari itu hanya harapan semu. Tanpa banyak darah, film ini berhasil menjadi sebuah tontonan yang bagi saya cukup sadis. 
Kenapa sadis? Kenapa memilukan? Karena karakternya mengejar masa lalu. Masa lalu adalah saat dimana mereka menemukan cinta, kenangan indah yang tak bisa lagi terulang. Seiring berjalannya waktu, kehidupan berjalan seolah tanpa arti karena ketiadaan tujuan. Predestination menyoroti hal itu, disaat seseorang tidak tahu arah serta makna dari kehidupan yang ia jalani. Terasa sadis, karena pada akhirnya saat tujuan berhasil ditemukan, dan masa depan coba dibangun, sebagai penonton kita tahu bahwa itu hanyalah sesuatu yang semu. Semuanya akan terus berputar, seperti ular yang menggigit ekornya sendiri dalam lambang ouroboros. Diluar dugaan ada drama sedalam itu. Dengan cermat, Michael dan Peter Spierig menggiring saya pada awalnya untuk percaya bahwa film ini berkisah tentang balas dendam atau usaha membunuh seseorang di masa lalu (seperti Looper) karena voice over diawal film.

Sekilas akan terasa memusingkan, tapi sesungguhnya alur fim ini amat sederhana. Semakin sedehana jika anda memahami konsep paradoks dalam perjalanan waktu. Tapi memang sekeras apapun usaha Michael dan Peter Spierig untuk melogiskan adaptasi ini, tetap banyak hal yang di luar nalar, sehingga menciptakan plot hole. Tapi saya tidak peduli. Kebanyakan sci-fi dewasa ini tidak bisa menyeimbangan antara hiburan dengan kedalaman cerita. Predestination adalah produk langka yang berhasil menyuguhkan itu. Saya dibuat terhibur, diajak bersenang-senang dengan konsep time travel penuh twist-nya, tapi juga dibuat tenggelam dalam drama karakternya. Konsep tinggi diimbangi dengan hati dalam cerita membuat saya tidak mempedulikan lubang alur maupun fakta bahwa film ini lebih berat ke fiksi daripada penggabungannya dengan sains. 


3 komentar :

Comment Page:
Alvi mengatakan...

Sarah Snook seharusnya dapat nominasi oscar untuk akting nya di film ini..

Anonim mengatakan...

This is crazy movie. Incredible mengingat seorang reviewer pernah menulis bahwa penonton senang disakiti secara intelektual. that is happening to me. Damn

Unknown mengatakan...

Saya baru nonton filmnya & endingnya sukses bikin saya sakit kepala sampai butuh p*nad*l