THE GUYS (2017)
Rasyidharry
April 14, 2017
Comedy
,
Indonesian Film
,
Indra Jegel
,
Kurang
,
Marthino Lio
,
Pevita Pearce
,
Pongsiree Bunluewong
,
Raditya Dika
,
REVIEW
,
Tarzan Srimulat
,
The Guys
,
Widyawati Sophiaan
35 komentar
Raditya Dika tengah bertransisi. Sejak Koala Kumal usungan temanya mulai mengalami pendewasaan, setidaknya dewasa dalam konteks Dika yang biasanya melulu soal putus cinta dan usaha move on ke lain hati. Hanya selang empat bulan pasca Hangout, ia menelurkan karya berjudul The Guys. Namun kali ini Dika bagai kelelahan akibat film yang dia sutradarai sekaligus tulis naskahnya rilis amat berdekatan tanpa putus dalam dua tahun terakhir, menyebabkannya kering ide. Apalagi usaha bertambah dewasa belum berhasil mulus. The Guys adalah bentuk Dika menjauhi keklisean komedi khasnya tetapi berujung jatuh dalam keklisean humor yang jauh lebih umum.
Coba tengok beberapa situasi berikut. Alfi (Raditya Dika) diajak sahabatnya, Rene (Marthino Lio) makan di restoran Italia mahal memakai voucher demi mengangkat derajat keduanya di mata pasangan sebelum terungkap voucher itu sudah habis masa berlakunya. Juga ketika Alfi, Rene, Sukun (Pongsiree Bunluewong) dan Aryo (Indra Jegel) mendapati roti mereka basi tapi Aryo tetap menyantapnya sampai habis. Paling familiar tentu ketika Alfi salah mengira Amira (Pevita Pearce) akan memeluknya di pertemuan pertama mereka. Kondisi tersebut entah telah berapa ratus kali dimunculkan komedi lokal, sehingga di titik ini, paling banter hanya memancing senyum ketimbang gelak tawa.
Ketika penulisan lelucon Dika minim ide segar ditambah pembawaan deadpan dan sekilas olok-olok terhadap tinggi badannya semakin menjemukan, The Guys patut berterimakasih pada Marthino Lio dan Pongsiree Bunluewong. Adegan Rene sakit perut di tengah presentasi adalah highlight berkat totalitas ekspresi Lio, sementara Pongsiree Bunluewong memikat lewat kelakuan clueless "lost in translation" untuk menggambarkan kesulitan Sukun berbahasa Indonesia yang kerap membuatnya mengucapkan kata berbeda arti.
Pada tatanan cerita, Dika berambisi menyatukan kisah cinta, persahabatan, plus keluarga. Tercipta kondisi unik sewaktu ayah Amira sekaligus bos Alfi, Pak Jeremy (Tarzan) menyukai ibu Alfi, Yana (Widyawati Sophiaan). Alfi dan Amira pun terjebak dilema, hendak memilih cinta mereka sendiri atau membahagiakan kedua orang tua yang sama-sama dirundung kesepian setelah ditinggal pasangan masing-masing. Apabila skenario diolah dengan baik, ada potensi romantika kompleks kala karakter bukan sekedar memikirkan bagaimana mengambil hati sang pujaan, namun dibenturkan pergulatan seputar keluarga. Sayang, ambisi para penulisnya menghapuskan potensi tersebut.
Cabang cerita berdesakan, mengaburkan fokus, meminimalisir porsi eksplorasi tiap-tiapnya. The Guys berorientasi pada garis finish, lupa agar konklusi berdampak maksimal, butuh pemaparan proses, supaya penonton memahami pergulatan tokohnya. Hubungan Alfi dan Amira tiada terkesan romantis. Pasca pengorbanan Alfi menyelamatkan Amira dari amarah Pak Jeremy, praktis kebersamaan mereka berkurang, tertutupi keping-keping cerita lain, padahal momentum awalnya menjanjikan, tersaji manis ditemani lagu Bila Bersamamu milik Nidji. Jalinan chemistry Dika dan Pevita lemah dan canggung, ditambah lagi Alfi bukan sosok protagonis yang layak didukung akibat berbagai tindakan tak simpatik seperti membiarkan Amira menunggu kemudian membatalkan janji atau mengacaukan makan malam.
Ketika kisah-kisahnya mencapai resolusi, tidak bisa dipungkiri ada cengkeraman haru, namun segalanya terasa manipulatif. Emosi terpantik karena peristiwa yang (tiba-tiba) terjadi secara alamiah mudah menyentuh perasaan, serupa iklan layanan masyarakat berbalut pesan moral kesukaan masyarakat. Kita langsung disuguhi peristiwa mengguncang tanpa mengenal siapa tokohnya, tak tahu kehidupan mereka sebelum itu. Tidak bermaksud menyuguhkan studi, sebatas berharap menguras air mata penonton. Manipulatif.
Lihat kisah Alfi dan teman-teman. Sepanjang film penonton hanya tahu mereka tinggal seatap dan pamer kebodohan. Momen persahabatan hangat cuma tampil melalui dialog singkat berkonteks nostlagia, bukan diperlihatkan langsung. Pilihan konklusi pun sama sekali terpisah dengan konflik-konflik mereka sepanjang film alias mendadak muncul. Sedangkan soal drama keluarga, lagi-lagi kita langsung melihat Alfi mengambil keputusan, entah bagaimana tahapan proses pikir yang ia lalui. Jika ada guratan emosi alami, itu didasari akting kuat Widyawati yang lewat senyum simpul atau ragam respon non-verbal lain menyiratkan bermacam kecamuk dalam hati Bu Yana. Menjadi timpang kala disandingkan bersama Tarzan yang piawai unjuk kejenakaan tapi tidak untuk drama.
Dika seperti terjebak dalam krisis identitas seiring usahanya berkembang. The Guys bisa berujung sajian kuat apabila menekankan satu persoalan saja, misal office comedy, menggali kelucuan para pegawai kantoran di tempat kerja yang mana berbanding lurus dengan hasrat Dika menuju pendewasaan tutur. Alih-alih demikian, Dika tak ubahnya karakter-karakter yang ia sering perankan: susah move on, memaksa menyertakan formula aman nan familiar demi memuaskan penggemar lama ketimbang menarik minat kelompok baru. Mungkin Raditya Dika butuh rehat sejenak.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
35 komentar :
Comment Page:Ketika Baifern jadi pemanis tambahan setelah Pevita sama Caitlin, hehehe. Btw emang Raditya Dika bakalan vakum dulu bang taun ini setelah bikin film The Guys.
duh jadi males nonton filmnya. Tapi dari semua film yang diproduksi menurut lo bagusan karya Ernest atau Dika, bang?
kalo menurut gue pribadi, ernest lebih baik dalam menyatukan drama dan komedi
Belum tahu, tapi itu perlu buat kumpulin ide segar & menghindari kejenuhan penonton. Apalagi The Guys ini sepertinya nggak laku-laku amat
Walau Dika ini "gurunya" Ernest di film, so far film Ernest jauh lebih superior
jadi bagus apa engga?, soalnya ada reviewer yg ngasih 4 setengah, tapi ini 2 setengah, jadi bingung.
Untuk film ini kayaknya saya beda sendiri hehe. Coba baja aja tiap-tiap review-nya, kalau cuma dari bintang memang nggak tentu
oh oke, kalo menurut mas reviewer yg reviewnya lengkap siapa ya?
Sejauh ini pada belum publish. Tapi coba tunggu dari Om Daniel Irawan, Tariz, Paskalis, Elbert, atau Vincent Jose. Kayaknya mereka kasih positif
terima kasih mas
Yang saya tahu sih gitu bang dari RVLOG-nya, hehehe. Terlalu produktif tuh mungkin cape juga kali ya ? Bentrokan sama FF8, hmmp. Tapi menurut Bang Rasyid kira-kira bakalan tembus 1 juta penonton gak ?
Alfi Singer
Wah kl ane jd raditya,, bisa jd tiap bulan bikin felem.. mumpung masih laku.. belum tentu taon depan masih hepening formula komedi spt ini
Wah kl ane jd raditya,, bisa jd tiap bulan bikin felem.. mumpung masih laku.. belum tentu taon depan masih hepening formula komedi spt ini
Bisa jadi. Lelah.
Ragu, sampai sekarang Dika/Soraya belum publish perolehan penonton hari pertama. Artinya di bawah ekspektasi
Dari kaca mata industri ini bener. Tapi bisa bumerang juga kalau kualitas jadi jelek/monoton. Bisa melukai brand Dika yang udah solid
Ada yang saya gak ngerti Bang.
Amira gak bilang kalau Pak Jeremy itu bapaknya kenapa ya Bang?
Sepertinya gak ada penjelasan tentang hal itu.
Apakah dia pengen mandiri, dsb seingat saya gak dijelaskan, atau jangan2 saya kelewat ya Bang.
Kok saya baca review-review di tempat lain banyak yg bilang film ini bagus yah. Gak cuma film ini doang sih, film-film Indonesia lain yg padahal jelek tapi malah direview bagus. Atau jangan-jangan mereka reviewer bayaran?! Kalo benar, marketingnya keren.
Buat Bang Rasyid, saya mohon tetap jadi reviewer kritis seperti ini. Bilang itu bagus karena memang bagus, bilang itu tidak bagus karena memang tidak bagus. Karena anda adalah reviewer Indonesia idola saya setelah orang-orang di balik situs Roger Ebert.
Tetap semangat dalam menilai Bang.
Amira sempet bilang dia khawatir Alfi jadi takut kalau dengar itu. Ya walaupun secara logika kalau ada anak big boss pasti semua karyawan tahu :)
Kalau blogger independen at least yang saya kenal dari IDFC sih jujur, cuma mungkin preferensi filmnya beda. Malah saya termasuk murah hati loh kasih rating haha
Wow it makes me speechless. Makasih banyak. Satu hal yang saya bisa pastikan tulisan di blog ini selalu jujur :)
Hari ini udah diumumin bang perolehan penonton dalam 2 hari penayangan. 132.345 penonton, menurun dari film Hangout di 2 hari penayangan juga.
Angka yang lumyana, tapi buat ukuran Dika jelas nggak terlalu oke. Apalagi minggu depan lawan Kartini
Dari observasi saya Kalau kata bang Rasyid ngak lucu minimal bikin kamu senyum,pokoknya kadar humornya satu tingkat di atas manusia biasa wkwkwk, BTW Martino Lio siapanya Ario Bayu
Hmmp, kita tunggu aja bang apa perolehan penontonnya ngelebihin Hangout atau enggak. Btw tumben ya bang film Indonesia minggu depan (Kartini sama Stip & Pensil) tayangnya hari Rabu, biasanya kan hari Kamis ya ?
Martino Lio itu fushion Ario Bayu sama Oka Antara :D
Soalnya Kamis libur, mahal. Mending start Rabu biar debutnya rame. Apalagi minggu depan nggak ada film luar yang besar, jadi aman pasang di Rabu
Bukannya pilgub Jakarta Rabu ya bang ? Jadi liburnya Rabu dong. Berarti ada peluang buat film Indonesia buat unjuk gigi. Tapi 2 minggu lagi Guardians of The Galaxy vol. 2 ya.
Ah iya, berarti pure buat start lebih cepat mumpung lowong film luar. Robert Ronny pernah jabarin alasannya tapi lupa hehe
Yap Guardians tanggal 26
Mantap bang. Kartini udah masuk watchlist sma reviewlist gak bang ?
Oh pasti. Stip & Pensil juga :)
Aih mantaplah bang. Ditunggu reviewnya. Siap-siap nonton marathon Rabu ini, hahaha.
bang review juga stip & pensil dong
Oh pasti, begitu tayang langsung tonton :)
iya bang. ngerasa gitu juga. the guys agak kurang dengan komedinya. bahkan baru sadar di akhir cerita tentang ide nama the guys menceritakan persahabatan ke 4nya. soalnya di awal lebih dominan ke masalah alfi.
sayang banget padahal idenya ok banget klo mau cerita ke 4 karakter itu bukan cuman 1.
Akting Radit terasa itu-itu saja di film. Analisa yg bagus Movfreak..
Posting Komentar