DEVIL'S WHISPER (2017)

12 komentar
Hasil kolaborasi MD Pictures dengan Vega, Baby! yang di Amerika dirilis langsung dalam bentuk home video pada 3 Oktober ini sejatinya menyimpan potensi. Naskah tulisan Oliver Robins dan Paul Todisco yang didasari cerita dari Adam Ripp (juga selaku sutradara) coba menonjolkan gejolak psikis sosok religius kala iblis menggoda imannya, ketimbang semata meneror lewat trik murahan. Namun, baik kedangkalan eksplorasi naskah sampai kurang cakapnya sutradara memainkan dinamika menghalangi terlaksananya niat baik tersebut. 

Protaonis kita adalah Alex (Luca Oriel), remaja 15 tahun dari keluarga religius. Maka tak mengherankan apabila ia bercita-cita menjadi Pastor. Walau taat beragama, orang tua Alex tidaklah kolot, seperti tampak pada doa bersama sebelum makan yang diisi canda tawa. Begitu pula Alex, yang di sela-sela kegiatan agama masih sempat nongkrong bersama teman-teman sambil minum bir, atau mengencani gadis pujaannya, Lia (Jasper Polish). Segalanya berubah saat ia menemukan kotak kayu misterius peninggalan mendiang neneknya. Bisa ditebak, iblis bersemayam dalam kotak itu, dan siap menggiring Alex menuju kegelapan.
Devil's Whisper menghabiskan mayoritas waktu menampilkan terkikisnya iman Alex secara bertahap, seiring penampakan sosok misterius yang hanya terlihat oleh dirinya. Sehingga wajar jika kedua orang tuanya yakin kejiwaan putera mereka terganggu. Sayangnya, penonton urung diseret pada pertanyaan "apakah Alex memang diganggu iblis atau punya gangguan mental?". Penonton diposisikan sebagai pihak serba tahu, tanpa dirundung kebingungan serupa karakternya. Pilihan ini melemahkan unsur psikologis kisahnya, pun membuat beberapa paparan poin sia-sia, misalnya soal peristiwa traumatik di masa kecil Alex.

Naskah Robbins dan Todisco gemar melempar fakta atau peristiwa, lalu tak lagi membahasnya. Keputusan Alex menceritakan gangguan iblis pada sahabat-sahabatnya maupun Pastor Cutler  (Rick Ravanello) yang menderita PTSD jadi beberapa di antaranya. Naskahnya berambisi merangkum sebanyak mungkin persoalan tanpa tahu mesti dibawa ke mana. Dampaknya turut mengenai perihal narasi yang gerakannya kurang mulus. Ditambah lagi kegemaran film ini memakai blackout sebagai transisi, terlampau sering menghadapkan penonton pada layar gelap, menjadikan tersendatnya aliran alur.
Keengganan untuk hanya mengandalkan jump scare patut diapresiasi walau urung diimbangi kekuatan naskah serta pengadeganan. Minimnya jump scare memaksa Devil's Whisper bergantung akan aspek lain seperti atmosfer maupun visual mengerikan, namun Adam Ripp sendiri belum piawai menakut-nakuti penonton. Sosok iblis beserta tindak-tanduknya terlalu plain untuk dapat menghasilkan scary imagery, sementara pacing-nya cenderung monoton, bagai tidak memiliki tenaga. Pengaruh paling fatal hadir dalam klimaks canggung, yang hanya mempunyai ketegangan setingkat pertengkaran keluarga daripada konfrontasi melawan iblis.

Para pemain tampil sesuai proporsi termasuk Luna Maya sebagai Dr. Dian, psikolog dengan penokohan klise yang tugasnya sebatas bicara dengan tenang. Beban terbesar diemban Luca Oriel. Setidaknya sang aktor mampu mendukung pendekatan "realis" filmnya atas konsep "kemasukan setan". Alex tak memperlihatkan perilaku absurd layaknya cara mayoritas film menunjukkan fenomena kesurupan. Dia mengalami ketidakstabilan emosi, intensi membunuh dan bunuh diri, tak ubahnya manusia biasa yang menderita gangguan psikis. Inilah mengapa penggalian dangkal Devil's Whisper terhadap sisi psikologis patut disayangkan. Potensi besar pun berakhir sia-sia. 

12 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Sekalinya nonton lagi film horror Indonesia setelah Pengabdi Setan. Kirain bakalan lebih greget dan iblisnya (kurang smooth CGI-nya) meneror dengan brutal yang mana MD kolaborasi sama PH luar. Ternyata ini pilihan yang fail buat nonton horror di bulan Halloween.

Alvan Muqorrobin Assegaf mengatakan...

Mengingat ini film internasional yang berkolaborasi dengan indonesia ( MD ) mnutut bang rasyid kalau film ini disandingkan dengan Pengabdi Setan, lebih good horror n smart Execution yg mana bang?

Rasyidharry mengatakan...

Haha setelah Pengabdi Setan pasti nggak bakal mudah puas sama horor lokal.

Rasyidharry mengatakan...

@Alvan Jauh banget. Devil's Whisper ini horor medioker. Di Amerika juga cuma rilis DVD kok. Dan jangan lupa, Pengabdi Setan juga kolaborasi Rapi & CJ

Unknown mengatakan...

Hmmp, mulai sekarang harus lebih selektif nih dalam milih film horor Indonesia, takutnya malah flop, hahaha. Ada saran gak bang dalam milih film genre horor Indonesia yang bukan "jebakan batman" diliat dari segi apa aja gitu ?

Rasyidharry mengatakan...

Sejauh ini susah sih. Dilihat dari pengalaman sutradara, Billy Christian, M. Yusuf, Jose Purnomo, & Rizal Mantovani pun tetep sering bikin horor jelek.

Dari marketing, 'Mereka Yang Tak Terlihat' pakai gimmick rekor muri nggak jelas tapi filmnya lumayan. 'Pengabdi Setan' trailer-nya sekedar oke, filmnya bagus banget. Trailer, poster, konsep 'Rumah Malaikat' bagus, hasil akhirnya ngaco.

Paling aman dari WoM & review kayaknya. Tapi perlu dicermati, soalnya standar penilaian masing-masing orang beda.

Unknown mengatakan...

Padahal mereka spesialis film horor ya bang. Tapi kayaknya mereka belum nemu formula yang bagus kali ya bang ?

Nah iya itu bang nunggu omongan dari orang sama review dulu. Tapi itu pasti bukan pas di hari pertama tayang. Sedangkan experience nonton pas premiere beda aja gitu, gak akan terganggu sama spoiler sebelum dan sesudah nonton.

Rasyidharry mengatakan...

Masalah naskah. Mereka semua selalu bagus tiap naskahnya oke.

Ah, I see. Paling aman sih, kalau Awi & M. Yusuf langsung tonton. At least peluang bagusnya gede. Lainnya cuma bisa lihat trailer. Paling nggak bisa dipilah mana yang digarap bener-bener, mana yang ngawur

Unknown mengatakan...

Nah kalo Awi dulu sempet mau nonton Badoet tapi gak sempet dan sempet skeptis, tapi ternyata review-nya pada bagus.

Kalo M. Yusuf sempet nonton The Curse tapi review-nya kurang ya bang ? Karya M. Yusuf yang menjanjikan sebelum itu apa ya bang ?

Kalo menurut abang Gasing Tengkorak sama Mata Batin gimana tuh buat film horor selanjutnya ?

Kalo After School Horror 2 karya Nayato mah gak usah ditanyain deh ya bang, hahaha.

*btw maaf bang kebanyakan ngehapus komentar, resiko gak ada fitur edit-nya

Rasyidharry mengatakan...

Yusuf sebelum The Curse bagus-bagus. Kemasukan Setan, Angker, Misterius. Konsep Gasing Tengkorak unik, tapi ragu sama sutradara & aktrisnya. Mata Batin asal bisa seseru The Doll 2 boleh lah. Hitmaker makin ke sini makin oke

Unknown mengatakan...

Nah mantep nih pengen liat masterpiece M. Yusuf yang sebelum-sebelumnya.

Nah kalo gitu worth it Mata Batin ya, Bang ? Tinggal nunggu trailer-nya aja, teaser-nya sih udah keren sinematik sama atmosfernya. Bolehlah nanti double sama Mau Jadi Apa? Sama-sama tayang 30 November kan ya, Bang ?

Makasih bang buat pencerahannya.

Rasyidharry mengatakan...

Menarik sih, apalagi Hitmaker mulai beralih ke horor brutal daripada cuma jump scare. Yap, bareng sama film Soleh Solihun itu :)