PADDINGTON 2 (2017)

6 komentar
Sulit menjumpai live-action/animasi macam Paddington 2 dalam produksi Hollywood. Sebuah tontonan keluarga lucu tanpa eksploitasi humor slapstick, menyentuh di balik tuturan kisah sederhana, ringan tetapi digarap berlandaskan estetika tinggi. Seperti pendahulunya, film ini mengedepankan petualangan sang titular character (disuarakan Ben Whishaw), si beruang dengan topi merah dan mantel biru, yang kini menjalani kehidupan harmonis bersama keluarga Brown di Windsor Gardens, London. Petualangan Paddington begitu murni, karena bukan soal mencari harta karun atau mengalahkan penjahat, melainkan usaha memberikan hadiah terbaik bagi keluarga tercinta.

Benar masih ada antagonis, yakni Phoenix Buchanan (Hugh Grant) mantan aktor papan atas yang karirnya meredup. Ancaman yang ia hadirkan bagi protagonis pun didorong ambisi mengumpulkan harta tersembunyi di berbagai sudut kota London. Namun duo penulis naskah, Paul King (juga menyutradarai) dan Simon Farnaby, dapat menekankan bahwa motivasi Paddington adalah memberi buku pop-up untuk bibinya, Lucy (disuarakan Imelda Staunton), sebagai kado ulang tahunnya yang ke-100. Tidak lebih dan tidak kurang. Sementara proses mengejar penjahat seutuhnya dibebankan pada keluarga Brown.
Buku berisi ragam landmark London itu begitu bermakna, sebab Paddington berharap bisa memperlihatkan seisi kota kepada Lucy, yang sejak dulu urung mewujudkan impian menginjakkan kaki di London. Poin tersebut cukup menjadi pondasi, pula inti emosi jalinan alurnya. Sebagai penegas peran itu, King menyiapkan sekuen imajinatif kala dunia buku diwujudkan ke realita, dengan penonton bakal berada di posisi Lucy, terpukau oleh visualnya, tersentuh hatinya ketika diajak Paddington mengelilingi London versi karton. 

Visual merupakan unsur yang benar-benar dimaksimalkan oleh King dan tim. Setting, baik indoor atau outdoor dibungkus warna-warni lembut sembari sesekali beralih menuju kilauan kesan klasik di toko memorabilia. Tata busana tidak ketinggalan menghibur mata, khususnya seragam tahanan berwarna merah muda yang bak menyatakan betapa dunia tempat Paddington tinggal adalah tempat di mana selalu ada kebaikan. Ditambah beberapa gaya pengadeganan unik sekaligus quirky (adegan prison break jadi contoh terbaik), takkan berlebihan bila sempat mengira Paddington 2 melibatkan campur tangan Wes Anderson.  
Terkait komedi, Paddington 2 enggan terjebak dalam pola familiar sajian live-action/animasi (baca: seperti banyak buatan Hollywood). Walau slapstick tetap mengiringi, tapi dipakai secukupnya, tak sampai terlampau sering melempar karakternya ke sana kemari. Sisanya adalah gambaran situasi anomali, seperti tarian penuh suka cita para narapidana yang efektif menghasilkan tawa, atau setidaknya memberi penonton kebahagiaan. Bukan deretan komedi yang akan menetap lama di ingatan, namun cukup memfasilitasi pengalaman menonton menyenangkan. 

Di jajaran pemain, Hugh Grant menciptakan villain yang sesuai dengan nuansa filmnya. Jahat, namun berperan juga memunculkan kelucuan, apalagi seputar penokohannya yang menyentil aktor selaku profesi "berbahaya" karena bertugas "menyuguhkan kebohongan". Brendan Gleeson sebagai Knuckles, narapidana sekaligus koki yang ditakuti tahanan lain, mampu menguasai layar pada setiap kemunculan. Sedangkan suara Ben Whishaw menjaga supaya Paddington selalu jadi pusat yang mudah disukai, sambil turut didukung tingkah bodoh plus tampangnya yang menggemaskan. Sebagai tontonan keluarga, Paddington 2 jelas sebuah paket lengkap.

6 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Tumben ya Bang tayangnya 2 bulan lebih awal dibandingin sama di Amerika.

Udah kayak Marvel aja ada credit scene-nya, hahaha.

Anonim mengatakan...

Kak, sudah nonton Film INI? Kapan mereview film ITU?

(Sorry review barusan nggak dibaca, karena gak peduli)

Unknown mengatakan...

Wah, bakal nonton sih ini!😁 Makasih kak reviewnya!

Rasyidharry mengatakan...

@Pramudya Kalau nggak salah Paddington pertma juga gitu

@Anonim hahaha selow, selow

@park welcome :)

dim mukti mengatakan...

Itu Mas/Mbak Anonim ngemeng apa toh?

Rasyidharry mengatakan...

@Dimas Maksudnya baik kok, merasa terganggu kalau komen di review lebih banyak yang tanya "film A di-review nggak? Film B ditonton nggak?" daripada membahas film yang sedang di-review itu sendiri :)